Bab 4 - Queen of The Witch

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maaf update nggak sesuai jadwal. Mengobati kangen kalian karena 2 sabtu nggak update. Wkwk

***

Peter merasakan napas Madelaine yang ia gendong di punggung memburu. Gadis itu harus cepat-cepat diberi pertolongan. Peter mempercepat langkahnya menuju markas, jauh di dalam gelapnya hutan Kraud, di mana klannya berdiam sementara. Ia bahkan kini setengah berlari ketika tenda dan cahaya api unggun mereka sudah terlihat.

Seorang lelaki paruh baya, berambut ikal sebahu menghampiri mereka begitu ia sampai di gerbang.

“Apa yang terjadi, Pete?”

“Madelaine terluka, Ayah.” Peter menjawab sambil terus berlalu menuju tenda utama.

Sejenak, lelaki paruh baya itu—Berryl Gallagher— memandangi pasukannya yang juga baru datang. Mereka banyak yang terluka. Ia bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, namun ia harus melihat keadaan Madelaine. Dia berbalik menuju tenda utama menyusul Peter dan melihat lengan Madelaine penuh darah. Gadis itu mengerang kesakitan, sementara wajahnya sudah mulai memucat.

“Bagaimana dia bisa terluka begini, Pete?” Berryl memegang dahi Madelaine dan menyadari suhu badan gadis itu menurun. Keringat dingin mengucur dari dahi Madelaine. Ia lalu menyobek lengan baju Madelaine dan melihat luka sayatan di lengan gadis itu. Sementara itu, Peter bergerak ke rak kayu yang berisi cawan-cawan ramuan obat, mengambil salah satunya dan segera memberikannya kepada Berryl.

“A-ayah,” gumam Madelaine.

“Ayah di sini, Madelaine.” Berryl mengguyur luka Madelaine dengan alkohol, menempelkan tanaman obat yang telah dihaluskan dan menekan luka itu dengan kain kuat-kuat. Ia merasa tubuh Madelaine mulai menunjukkan penurunan suhu yang signifikan.

“Siapa yang melakukan ini, Pete?”
Pete menggeleng, “Entahlah, Ayah. Kami bergerak seperti biasa, tapi ada dua orang, sepertinya pengawal bayaran menyerang kami.”

“Kalian bersepuluh dan tak becus mengurus dua orang?” Berryl menatap tajam anak lelakinya.

Peter hanya mengalihkan pandangan sebagai jawaban. Berryl menghela napas panjang, melihat reaksi Peter, ia bisa menduga bahwa dua orang yang menyerang anak buahnya memiliki kemampuan tinggi.

Pandangan Berryl kemudian beralih ke Madelaine. Ia menyadari bahwa tanaman obat yang diraciknya hanya dapat menghambat pendarahan, tidak dapat menghentikannya. Keningnya mengerut, kemampuan Berryl dalam meracik tanaman-tanaman obat adalah yang terbaik di Caville Land. Ramuan itu bahkan pernah menyelamatkan nyawa anak buahnya yang lukanya lebih parah dari luka Madelaine.

Ternyata ia salah. Luka Madelaine tak sesederhana yang dipikir Berryl. Melihat itu, ia hanya bisa menyimpulkan satu hal.

“Kita kembali ke Caville Land malam ini juga.”

“Apa? Malam ini? Ini gila, Ayah!”

Berryl menatap Peter dengan tatapan serius. “Hanya Charlie yang bisa menyelamatkan Madelaine. Pedang yang digunakan untuk melukainya dialiri goull. Dia tak akan bisa bertahan jika tetap di sini.”

***

“Arghhh!!”

Tubuh Elora terhuyung dan ambruk di atas meja rias, menjatuhkan beberapa botol parfum di atasnya. Tubuhnya terasa panas seperti terbakar api, sedangkan kepalanya terasa sakit luar biasa. Matanya memicing ketika melihat cermin di hadapannya.

Wajahnya tak lagi sama. Ratu Elora yang terkenal akan kecantikan dan kulit awet muda di seluruh Grèinvada kini lenyap. Yang ada hanya wanita dengan wajah kering dan keriput, rambutnya kusut mencuat tak keruan seperti nenek-nenek berusia 70 tahun.

“Tidak!!”

Pandangannya beralih ke kedua tangannya, ia sadar kulit di tubuhnya mulai mengeriput.

Semua karena goull Pangeran Leon!
Elora dibakar amarah. Ia mengepalkan tangan lalu menggebrak meja. Goull terkuat di Grèinvada telah melemahkan goull sihir untuk mempertahankan kecantikannya. Bahkan ketika bulan purnama pun, efeknya tak akan separah itu. Elora tak pernah menyangka bahwa goull yang dimiliki Leon dapat sebesar itu.

Lima belas tahun lalu, ketika Leon dapat menarik pedang Iagaan dari batu suci yang selama 500 tahun tak bisa ditarik oleh siapapun, Elora sudah menduga bahwa Leon akan menjadi lawan paling tangguh. Karena itu ia membujuk raja untuk menjauhkan Leon dari istana dengan dalih belajar berpedang.

Namun, ia tak menyangka bahwa raja akan mengirimnya ke Ramunos alih-alih ke Serya seperti sarannya. Leon bahkan dilatih oleh Theodoric O’Neill, mantan kesatria raja yang paling tangguh. Pengalaman berperang Leon membentuknya menjadi kesatria kuat yang otomatis memperkuat goull yang dimilikinya. Ditambah dengan kekuatan pedang suci Iagaan. Seperti bumerang, goull Pangeran Leon dalam sekejap saja membuat kecantikannya luntur.

“Pangeran Leon! Terkutuklah kau!”

Tubuh Elora melorot ke lantai. Tak ada jalan lain. Ia membutuhkan gadis muda untuk menyerap goull dan mengambil darahnya, lalu melakukan ritual. Pangeran Leon telah kembali ke Grèinvada, hari tak akan lagi sama. Pada bulan purnama biasa ia hanya butuh istirahat dan menunggu purnama usai agar kecantikannya kembali. Atau ia hanya membutuhkan satu korban gadis muda setiap sepuluh tahun, kini mungkin ia akan membutuhkan tumbal lebih sering.

“Rayner!” teriak Elora kepada pengawal setianya di luar pintu kamar. Tak butuh waktu lama, seorang lelaki berambut cokelat panjang dan memiliki jambang tipis membuka pintu.

“Saatnya kau berburu. Bawakan gadis muda padaku!”

Rayner tersenyum miring, kemudian mengangguk. Ia sudah paham dengan keadaan Elora. Perintah itulah yang ditunggu-tunggu oleh Rayner. Setiap sepuluh tahun, ia lah yang ditugaskan untuk mengeksekusi gadis-gadis calon korban Elora. Baginya, menyiksa seseorang sangatlah menyenangkan daripada hanya berdiri di depan pintu kamar Elora sepanjang hari. Ia berbalik dan hendak pergi ketika Elora menghentikan langkahnya sementara.

“Rayner! Pastikan kau membawakanku gadis yang masih perawan.”

***

Raquel mengamati bunga-bunganya di kebun belakang. Senyum tipis menghiasi wajahnya. Bunga-bunga berbagai jenis di kebunnya itu banyak yang telah mekar. Mawar, zinia, tulip, dan bunga matahari. Raquel menghela napas panjang, andai saja ia mempunyai benih bunga aster.

Mengingat bunga aster, benaknya juga menangkap memori lain yaitu kejadian saat perjalanan ke padang Loseri. Bayangan lelaki dengan aroma vanili kayu itu tak bisa lepas dari benaknya. Ketika diingat-ingat lagi, lelaki dengan mata biru dan rambut putih itu sangat tampan.

Raquel merasakan wajahnya memanas. Ia menggelengkan kepala kuat-kuat.

“Apa yang kau pikirkan, Raquel! Cukup!” Raquel menepuk-nepuk pipinya.

“Nona Raquel!!”

Pandangan Raquel beralih kepada Ella yang berlari mendekatinya. Ketika sampai di depannya, pelayannya itu mengatur napas.

“Pelan-pelan, Ella. Ada apa?”

“Duke Eadwin ba-baru saja mendapat kabar. Pa-pasukan Grèinvada ... telah sampai di Grèinvada Selatan,” ujar Ella di tengah napasnya yang ngos-ngosan.
Senyum Raquel mengembang. Apakah itu artinya tak lama lagi ia bisa bertemu Rodney?

“Sekarang, Duke dan Duchess Laura akan berangkat ke istana untuk persiapan penyambutan serta upacara penobatan putra mahkota.”

“Terima kasih sudah mengabariku, Ella.”

Raquel tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Sebentar lagi, ia akan bertemu dengan kakak yang sangat ia rindukan.

“Kalau begitu, ayo kita ke pasar ibukota. Aku akan mentraktirmu. Cepat panggil Pauline dan kita berangkat.”

***

Bagaimana sejauh ini? Kalian suka cerita ini nggak?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro