12 [END]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kakak harus datang tepat pukul tujuh."

Arvin merasakan jantung berdegup kencang, ia tidak pernah mengunjungi rumah seseorang sudah lebih dari puluhan tahun. Terakhir, dia pergi ke rumah sepupunya, dan tatapan menjijikan didapat oleh matanya. Dari sana, ia memilih untuk tidak kemana-mana di saat jalanan ramai. Ia juga memilih untuk berada di rumah ini, karena tidak tahan dengan ucapan kasar yang ia dapatkan setiap hari.

Arvin menekan bel rumah dan Aileen membuka pintu dengan tampilan khas seragam sekolahan. Arvin hanya mengernyitkan dahinya, merasa janggal dengan pakaian Aileen di malam hari.

"Masuk, kak Arvin. Selamat datang di Dream High School, sekarang kakak silahkan berganti pakaian dulu sebelum memulai acara."

Arvin menerima paperbag dari tangan Aileen dan berganti pakaian tanpa bertanya lebih jauh. Walaupun, lubuk hatinya ingin bertanya. Delapan menit kemudian, Arvin keluar dengan seragam yang sama dengan Aileen.

"Jadi, Aileen mau mengajak kakak untuk main sekolah-sekolahan. Tenang saja, semua sudah diatur tinggal dimainkan. Kamar yang itu adalah kelas kita kak, terus dapur adalah kantin. Guru dan teman-teman juga ada. Akan ada jam istirahatnya, dan jam belajar. Ya, tidak serius sih." ucap Aileen dengan nada riang. Arvin hanya ikut alur.

Ia memasuk area kelas, dan di sana ada beberapa siswa-siswi yang tidak dikenal, kamar tersebut didekor mirip dengan sekolah, bangku dan meja per orangan, papan tulis, area belakang kelas memiliki laci untuk meletakkan barang-barang, menakjubkan ada sebuah proyektor yang bergantung di langit-langit.

"Kak, kenalin ini sahabat aku, namanya Fira. Laki-laki yang berpenampilan rapi itu namanya Anton, dia menjadi ketua kelas, sedangkan dibelakangnya ada Gerald, Phill, Jessica sebagai sekretaris, dan Naura sebagai bendahara." ucap Aileen sembari mengenalkan temannya. Selain Fira tentunya, mereka pindah sekolah saat naik ke menengah atas.

"Halo, kak Vino. Aileen bercerita banyak tentang kakak." sapa Fira yang membuat Aileen mendadak malu, kedoknya terbuka.

Arvin tersenyum kikuk. "Kakak duduk di depan dan kita akan menunggu guru datang." Arvin mengangguk, Aileen duduk di sebelah kirinya, kanannya Fira.

Tak lama, seorang pria datang dengan sebuah buku di tangan dan penggaris panjang di atas buku. Arvin langsung tahu, itu adalah guru.

"Selamat pagi, anak-anak." ucap pria tersebut dengan nada tegas. Arvin merasa aneh, karna peristiwa ini sudah lama tidak ia rasakan.

"Pagi, pak~" balas seluruh murid kompak.

"Hari ini, bapak akan berikan ujian dadakan, dan kalian semua harus mengumpulkannya dalam waktu sepuluh menit. Ketua kelas, bagikan." ucap pria tersebut dan langsung dibagikan oleh Anton. Arvin melihat kertas tersebut, benar-benar sebuah soal ujian dalam Bahasa Inggris.

"Kerjakan!"

Seluruh siswa langsung menunduk, Arvin melirik kiri kanan, dia datang tanpa membawa apapun, bagaimana bisa ia menulis.

"Ini, kak. Pensil." ucap Aileen menyodorkan sebuah pensil. Arvin mengerjakannya dengan santai, tetapi, tidak dengan yang lain.

"Woi, Phill! Pinjem penghapus." teriak Anton dari depan, disambut dengan lemparan penghapus dari Phill.

"Oke, makasih."

"Tip-x tolong! Tip-x!" ucap Gerald dengan menepuk-nepuk mejanya keras.

"Brisik, setan. Ini." balas Jessica yang duduk di sebelahnya dan melempar alat tulis tersebut pas di atas mejanya.

"Pstt, Kak Vino, nomor satu." Bisik Fira yang duduk di sebelahnya, sesekali melirik ke arah guru yang sibuk dengan bukunya.

"D." jawab Arvin.

"Hm? B?"

"D."

"Bola?"

"D. D. D." jawab Arvin dengan menggambar D di atas angin. Fira membulatkan mulutnya lalu berkata 'oke'.

Arvin tersenyum kecil saat mendengar keributan tersebut. Ia juga tidak sadar jika itu tidak membuat dirinya trigger.

"Waktu selesai, kumpul!"

"YAH~" keluh semua murid kompak. Walaupun, mereka harus tetap jalan ke depan dan memberikan lembaran kertas tersebut.

Lalu guru tersebut keluar dari kelas. "Tadi itu papa." ucap Aileen dengan santai. "Papa sudah lama tidak bermain begini, jadi, dia ingin ikut. Ayo ke kantin, aku lapar." Aileen menarik Arvin keluar dari kelas. Tentu saja maksudnya adalah dapur.

"Nasi goreng satu, Lin." celetuk Fira yang tentu saja dimengerti oleh Aileen.

"Bu, nasi gorengnya dua dan satu teh manis. Kak Arvin mau makan apa?" ucap Aileen dengan santai, dapur tersebut diberi batasan pintu, jadi tidak semua orang bisa masuk.

"Samain deh."

"Nasi goreng tiga dan dua teh manis." ucap wanita dengan celemek biru melekat di tubuhnya. Aileen dan Arvin duduk di meja makan yang disulap menjadi meja kantin.

Tidak lama kemudian, tiga nasi goreng datang dengan minumannya. "Silahkan dinikmati." ucap wanita tersebut dengan senyum anggun, senyum yang mengingatkannya kepada gadis didepannya ini.

"Itu ... mama kamu?" tanya Arvin penasaran.

Aileen mengangguk, "Mama menjadi ibu kantinnya. Bagaimana? Rasa nasi gorengnya cocok kan?"

Arvin mengangguk setuju.

"Kakak ingat kan, jika aku berkata akan memberikan hadiah untuk kakak?" tanya Aileen tiba-tiba. Arvin mengangguk pelan, masih ingat.

"Ini adalah hadiahku." ucap Aileen dengan riang. Arvin mengerut dahi, tidak mengerti dengan arah pembicaraan Aileen, maksudnya nasi goreng adalah hadiah?

"Bukan, kak. Permainan sekolahan ini adalah hadiahku untuk kakak. Aku dengar dari Ibu kalau kakak mengikuti homeschooling, karena penyakit kakak dan cemooh dari teman. Jadi, aku berniat memberikan kenangan yang manis walaupun tidak nyata tentang sekolah. Bagaimana? Sukses kan?"

Arvin tidak mampu berkata-kata. Ia menatap wajah Aileen yang terlihat bingung.

"Ya, kakak bahagia. Terima kasih." ucap Arvin dengan nada terharu. Malam itu, Arvin menyadari kalau tidak semua orang sama dengan keluarga di rumah sepupunya.

Acara makan malam dimulai ketika Aileen membeberkan semuanya. Arvin banyak tersenyum dan tertawa malam itu.

♧ ♧ ♧

Skip time
Dua bulan kemudian

Aileen menghela napas, ini akan menjadi inning terakhir dalam kompetisi sengit ini. Timnya berada di depan, meninggalkan tim lawan dibelakang.

Matanya menyorot tajam dengan bola kecil yang dilayangkan oleh pelempar. Bat melayang dan memantulkan bola dengan tinggi, Aileen segera berlari ke base pertama untuk menang.

Pritttt

"YEAY!"

Aileen tersenyum bahagia, ia mendengar teriakan dari arah kiri dan itu adalah suara Fira. Yang berdiri dan berjingkrak kegirangan.

Tim Aileen menang.

Aileen berlari kearah orang tuanya yang menunggu dirinya di luar lapangan.

"Selamat, sayang." ucap mama dan memberikan pelukan selamat, papa juga memberikan pelukan hangat untuk anak tunggalnya.

"Aileen,"

Aileen melepaskan pelukan tersebut dan tidak menyangka dengan kehadiran Arvin disini dengan sebuah buket bunga hydrangea di tangan.

"Kakak tahu dari Tante. Kakak menonton pertandinganmu dengan Fira tadi. Kamu hebat. Selamat, Aileen." ucap Arvin seraya memberikan buket tersebut ke tangan Aileen.

"Bunga hydrangea, adalah sebuah lambang terima kasih. Kakak berterima kasih telah memberikan kehidupan kakak yang lama, bahkan lebih indah dari itu." Arvin mengulum senyum.

Aileen tersenyum, ia tidak menyangka rasa penasarannya berbuah menjadi sangat manis. Arvin menjadi lebih terbuka dengan mereka, rumor yang beredar telah menghilang walaupun Arvin tidak menunjukkan batang hidungnya. Tetapi, beberapa malam, Arvin bertemu dengan tetangga yang lain untuk sekedar berkenalan di jalan.

"Itu semua karna kakak yang memberi celah. Kakak juga hebat."

♧ ♧ ♧

Fin

♧ ♧ ♧

Yeayyyyy tamattttt 🎉🎉🎉

Sehabis ini, Tines mau sibuk merevisi Nginep, pembaca di sana digantungin seminggu. Tines gak tega.

See you at the other time ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro