MERDEKA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

SPESIAL 3M READERS DAN MAU TUJU BELASAN.
Aku share kembali yang sempet aku share di TS 2. Kangen btw wkwkwk
Btw hepi riding.

Maapkeun aku yang sudah sibuk TO di les dan berbagai macam quiz.

Hepi riding all
***

"TUJUH BELAS AGUSTUS TAHUN 45 ITU LAH HARI KEMERDEKAAN KITA..." seseorang tengah bernyanyi lagu kemerdekaan dari bangsanya dengan semangat. Hingga dia berteriak sangat lantang tanpa perduli bagaimana kondisi dan situasi yang ada di rumahnya.

"HARI MERDEKA NU—" belum sempat dia melanjutkan nyanyiannya. Suara melengking melebihi suaranya pun menghentikan nyanyiannya.

"INI MASIH JAM 4 PAGI. KALO MAU NYANYI TENGAH LAPANGAN SONO. GANGGU AJA LO!" Teriak seseorang tetangga yang rela-rela keluar dari rumahnya demi meneriaki seseorang yang tengah bernyanyi itu.

"YE SIRIK AJA LU, TINGGAL DI HUTAN SANA! JADI GA BERISIK!" Teriak si penyanyi dengan tampang sinisnya. Si peneriak pun akhirnya mengalah dan memasuki rumahnya dengan damai.

Namun sebelum dia memasuki rumahnya, dia sempat berpesan dahulu pada si penyanyi.

"Gua doain kerongkongan lu masuk laler lu. Amin." Ucap si peneriak dengan penuh dendam. Si penyanyi sinis.

"Awas lu bang, gua kasih tau istri lu, lu kamaren godain Bi Surti kan? Untung aja rumah gua ada cctv." Ancam Si penyanyi pada si peneriak yang kemarin sempat menganggu pembantunya. Padahal si peneriak sendiri sudah mempunyai istri, bahkan, ia sudah memiliki anak.

"Ah ga asik lo, mainnya ngancem gue," si peneriak, yang sebenarnya bernama Julkipli, langsung melunturkan semua emosinya, demi si penyanyi, yang bernama Aidan Rajendra.

"Kalo gak mau di ancem, jangan buat gua kesel bang! Sono tarik selimut sama baca doa, doain hati gue baik ga ngasih tau istri lu!" Ucap Aidan dengan nada suruhan.

Secara ajaib Bang Julkipli menuruti ucapannya bak peliharaan yang sangat mencintai dan mematuhi majikkannya.

'Brukk'

Bang Julkipli dengan pelan menutup pintu rumahnya dan menghilang di balik pintu yang sudah terkunci dan tertutup rapat.

Aidan sempat terdiam sejenak. Berpikir, mengapa dia berlatih di pagi-pagi buta, sedangkan teman-temannya saja malah tertidur dengan pulasnya.

"Untung aja gue ketua osis berperi keosisan serta patuh dan taat pada perintah guru serta sekolah. Kalo engga, datang aja gue engga nih!" Oceh Aidan sambil menggelengkan kepalanya, dan memutuskan untuk tidur kembali.

***

"WOI BANGUN!" Teriak Pria bermata sipit yang selalu kita kenali dengan ciri khasnya yang sering berkata tidak penting ini, membangunkan semua temannya dengan cara tidak santai.

"WOI BANGUN!" Teriaknya lagi. Semua temannya menatapnya bingung.

"Lu..." Attariq menggantungkan katanya sejenak. "sehat?" lanjutnya lagi. Karena sebenarnya, mereka malah sudah berpakaian dengan rapi dan siap untuk pergi ke sekolah bersama.

Termasuk Rajidan yang malah sudah melingkarkan bendera kecil di tangan serta dahinya.

"Ya saya sehat lah! Gimana sih kamu..." ucap Rajidan dengan tampang kesal. Attariq, Aidan, serta Devan menatapnya dengan tatapan makin bingung lagi.

"Jadi lu bangunin siapa?" Attariq menatap Rajidan penuh rasa takut. Kalian tahu kan, Attariq memiliki kadar ketakutan yang paling tinggi jika menyangkut hal-hal yang berbau dunia lain.

"Percuma ya, kalian matanya besar, lihat ini aja gak bisa. Iba saya sama orang mata besar, sangking besarnya, ngelihat benda kecil aja gak bisa." Rajidan menggelengkan kepalanya dan menatap ketiga temannya sinis.

Ketiga temannya pun menatapnya tak kalah sengit karena secara tak langsung Rajidan menghina mereka, yang kebetulan mempunyai mata besar semua.

"Mata lu aja kekecilan. Mata irit banget aja bangganya selangit. Jadi cowo tuh yang modal, mata aja gak di modalin, gimana mau modalin pacar? Cuih." Kali ini, Devan lah yang berbicara dengan keras dan cepat sangking kesalnya.

"Sesungguhnya kalian semua bermata besar tidak memiliki pengetahuan tentang apapun, saya jadi iba." Rajidan tetap menatap pada satu objek yang sedari tadi dia teriaki.

Yaitu segerombolan semut yang menurutnya tertidur. Padahal, sudah mati karena terinjak oleh dirinya sendiri secara tak sengaja.

Mungkin karena tak sengaja menginjak semut-semut itu, Rajidan pun mendadak menjadi seseorang yang sangat pikun.

Sehingga dia sendiri saja tidak bisa membedakan, bagaimana orang mati dengan orang tidur. Mari kita tadahkan tangan dan berdoa supaya Rajidan di sembuhkan dari kepikunannya kali ini.

"Ya Tuhan ku, tabahkan lah diri ku serta Devan dan Attariq dalam menghadapi tahanan rumah sakit yang lepas ini Ya Tuhan.." Aidan menadahkan tangannya seraya berdoa dengan gaya yang sangat miris.

Dan mirisnya lagi, Devan serta Attariq juga mengikuti gayanya dalam berdoa. Rajidan menatap ke tiga temannya dengan tatapan bingung.

"Dasar, jomblo alay, masih pagi aja muka di melas-melasin. Kasihan sih, gak ada yang nyemangatin." Rajidan malah mengatai mereka dengan kata-kata sengit. Lalu, memutuskan untuk pergi kesekolah setelah lelah membangunkan semut yang mati.

***

"RAJIDAN AL FARIQ!" Teriakan maut di dapati Rajidan pagi hari yang sunyi dan ceria ini.

Teriakan yang berasal dari salah satu sahabatnya yang sudah kalang kabut mencarinya kemana-mana.

Takut Rajidan di tangkap oleh para dayang-dayang Bella dan di sekap di gudang serta di jadikan pagelaran pria tampan yang sangat privasi.

Hanya untuk gadis-gadis sejenis Bella yang gemar mengejar pria-pria lucu, lugu, nan tampan seperti Rajidan.

Untung saja, fantasi temannya itu, tidak sampai terjadi padanya. Padahal tadi, dia–Rajidan–hanya mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba menggambar.

"Dari mana aja sih lu?" Tanya sahabat karibnya dengan nada terngah-engah. Terlihat sekali bahwa dia sedari tadi berlari untuk mencari di mana rimba Rajidan.

"Aku Daftar menggambar, Devan.." Rajidan menatap sahabatnya ini dengan tatapan lucu. Namu terlihat mengerikan bagi Devan.

"Heh! Ngapa lu pake aku-aku. Gak cocok. Dih nauzubillah Ba," Devan menggeliat jijik karena terus saja di tatap dengan tatapan lucu nan menggemaskan milik Rajidan.

"Aku kan gak ngapa-ngapain.." Rajidan menunjukkan sikap sedihnya dan gilanya, dia hampir menangis karena tingkah Devan yang menurutnya kasar!

"Weh ngapa lu? Kok nangis sih! Woi jangan nangis bego. Nanti di kiranya gua ngehamilin lu. Terus gak tanggung jawab!" Devan terlihat panik. Rajidan mulai mengeluarkan mimik muka seperti hampir menangis.

Persis sekali seperti anak-anak yang merajuk karena tidak di belikan mainan yang dia sukai.

"Ya Tuhan. Bantu Devan menghadapi bayi dedemit ini Ya Tuhan. Devan khilaf nyariin dia lagi. Lain kali, Devan tinggalin aja, ilang-ilang dah ikhlas." Devan mulai menadahkan tangannya seraya berbicara pada tuhan.

"Amin..." suara Rajidan terdengar mengaminkan doa Devan. Perlu kalian ketahui, bahwa suara Rajidan saat ini malah persis seperti anak-anak namun dengan nada yang sedikit lebih berat.

"Kok lu aminin sih?! Ya Tuhan, tabrak aja dia pake gerobak sayur biar otaknya bener lagi." Ucap Devan dan akhirnya menarik Rajidan menuju ke tempat teman-temannya yang sedang berada di lapangan basket.

***

"Kaya-nya, dia beneran amnesia gara-gara nginjek puluhan semut gak bersalah." Attariq menatap lurus kedepan dengan tatapan menahan malu, sekaligus pasrah.

"Kaya-nya, dia putus deh dari Tiffani. Makanya otaknya jadi gak bener." Ucap Aidan sambil menopang dagunya. Menatap ke arah yang sama seperti yang Attariq lihat.

"Kaya-nya, ada satu arwah penasaran yang masukin dia, karena dia ceramah mulu." Devan juga menatap ke arah yang sama seperti apa yang kedua temannya lakukan.

Opini ketiga pria ini, yang masuk akal adalah opini dari Aidan. Namun tetap saja, opini itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan perubahan tingkah dia, yang dari dewasa menuju kanak-kanak ini.

Mereka bertiga menatap ke arah dia–Rajidan–yang tengah menghadapi lomba mewarnai ini.

Namun satu hal yang memalukan yaitu...








Rajidan mewarnai bersama anak-anak berusia 4-8 tahun. Dan usia dia sendiri terbilang cukup, bahkan sangat tua bagi lomba seperti ini.

Ketika ketiga temannya tahu, dia akan berlomba di sini, mereka semua langsung menarik Rajidan pergi dari tempat perlombaan karena malu.

Tetapi, Rajidan memberontak dan menangis sekeras-kerasnya karena tetap ingin mengikuti lomba.

Panitia yang kasihan melihat Rajidan menangis dan meraung akhirnya memperbolehkan dia mengikuti lomba mewarnai ini.

"Gua bisa gila kalau lama-lama di sini." Ucap Attariq sambil menutup mukanya yang memerah karena mengingat kejadian tangis-menangis Rajidan.

"Hilang udah citra gua, gara-gara si anak unyil ini." Ucap Aidan sambil menatap ke arah Rajidan dengan tatapan kesal.

"Followers instagram gua bakal ilang dah kalau kaya gini." Devan menggeleng-gelengkan kepalanya lelah.

Satu jam setengah telah di lalui, pada akhirnya Rajidan pun menyelesaikan gambarannya dan segera mengumpulkannya pada panitia.

"Aku udah selesai.." ucap Rajidan polos tanpa dosa.

Harusnya, mereka berempat berada di lapangan sekolah mereka, menyaksikan semua orang berlomba, ataupun mengikuti lomba yang di adakan.

Namun dengan kejamnya Rajidan malah mengajak mereka menonton dia mewarnai bersama anak-anak di lapangan dekat sekolah mereka.

"Pulang-pulang. Bahaya kalo pasien ilang ingatan ini di biarin keluar. Nanti kita malah di ajakin main jungkat-jungkit di taman." Aidan mulai menarik Rajidan pergi ke parkiran. Di ikuti oleh Attariq dan Devan yang berjalan lunglai tak semangat.

Pasalnya ada beberapa lomba yang berpotensi menjadikan diri mereka lelaki eksis dan keren. Dan di hancurkan begitu saja dengan Rajidan.

"Tahun yang sangat merdeka bagi kita bertiga.." ucap Attariq sambil mengepalkan tangannya ke udara. Tentu saja dengan nada lemas dan tak bertenaga.

"Merdeka," Aidan dan Devan juga mengikuti apa yang Attariq lakukan. Rajidan hanya mengernyitkan dahinya tak mengerti.

"Diem lu, bocah! Ga minta lu nanya-nanya." Attariq akhirnya kesal dan memarahi Rajidan yang hendak mengeluarkan kata-katanya.

"Yaudah sih, saya juga cape jadi anak-anak." Rajidan berkata seperti itu dengan santainya. Ketiga temannya membulatkan matanya dengan serentak.

Devan yang sedang menyetir pun dengan tidak santainya mengerem secara mendadak karena terkejut dengan pernyataan dari mulut Rajidan.

'Brakk'

"Astagfirullah sakit, sesungguhnya membuat orang sengsara itu akan menyengsarakan diri sendiri Devan! Masyallah jidat saya, kalau saya tiba-tiba jadi jelek. Semua salah kamu Devan!" Oceh Rajidan panjang.

Ketiga temannya hanya menatapnya dengan tatapan tak percaya. Padahal, baru lima belas menit yang lalu Rajidan bertingkah seperti anak-anak.

Namun mengapa sekarang dia kembali seperti semula?

"Iya, iya maaf. Saya iseng ngerjain kalian. Pura-pura jadi anak-anak gitu. Tadinya sih saya mau lari-lari di lapangan bola.." jujur Rajidan pada ketiga temannya sambil menatap ke arah sepatunya.

"Tapi kalau saya pikir-pikir. Nanti penggemar saya pada ninggalin saya gitu. Terus nanti Tiffani malah mutusin saya, yaudah saya ikut lomba mewarnai aja. Kan jauh tuh dari sekolah." Sambung Rajidan dengan tetap menatap ke arah sepatunya, takut menatap ke mata teman-temannya.

'Plak'

Attariq menampar Pipi Rajidan dengan keras.

"Rasain. Biar sadar lu. Kali aja lu tidur sekarang." Attariq menatap Rajidan kesal. Begitu juga dengan Aidan dan Devan.

"Sia-sia gua ninggalin upacara demi nyari lu, kalo tau gini, gua biarin aja lu." Ucap Aidan sangat kesal pantaran sikap Rajidan yang menurutnya sangat tidak keren ini.

"Tau, sia-sia gua lari sana-sini nyariin lu. Takut lu kena culik. Kalau gitu sih. Mending lu di culik dah!" Devan menatap Rajidan dengan tatapan tajam.

"Tapi... sayang mau ngasih tau kalian sesuatu." Ucap Rajidan dengan tampang polos.

"Apa?" Ucap mereka bertiga–Aidan, Devan, dan Attariq–dengan serentak.

"Kalau upacara dan lombanya di undur besok karena kepsek bilang hari ini kita libur aja..." Rajidan terkekeh geli karena berhasil mengerjai teman-temannya. "Makanya, cek hp. Biar tau kalau hari ini libur. Ada hp tapi gak di gunain buat apa-apa. Kasian sih jomblo jadi yang ngechat gak ada. Terus males deh cek hp." Lanjut Rajidan sambil menepuk pundak teman-temannya secara bergantian.

"MATI LU SANA!" Teriak ketiga temannya dengan keras.

Rajidan hanya membalasnya dengan kekehan keras.

Dan akhirnya, MISI PUN SUKSES.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro