Sekolah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah sekian lama mereka bolos sekolah. Akhirnya mereka, dengan formasi lengkap mulai memasuki koridor sekolah dengan dihadiahi berbagai macam tatapan.

"Apa sih, ngeliatin saya mulu. Saya tau aya ganteng, tapi gausah di puja - puja gitu dong! Ah jadi malu Rajidan." Entah angin dari mana, Rajidan berceletuk layaknya Aidan yang sedang kumat.

"Gua rasa ada yang kepentok pas tabrakan."

"Wahh kudu dipentokin lagi.."

"Tabrakin aja lagi mobilnya.."

Attariq, Aidan, dan Devan berceletuk keras. Mengenai perubahan sikap Rajidan. Sambil memasang muka melongo, mereka menatap Rajidan dengan gelengan kepala.

"Temen lu sarap asli." Attariq masih saja memandangi Rajidan yang saat ini sedang berjalan dengan gaya cool khasnya.

Namun, itu sama sekali tak cool di hadapan teman - temannya.

"Ngapa gua malah mikir dia kaya banci amatir ya?" Devan memberi tanggapan yang diangguki oleh ke-3 temannya.

"Ini lebih mengerikan dari banci amatir." Ucap Attariq sambil bergidik ngeri.

"Dia itu badboy gagal rasa banci. Tren baru milik sekolah kita.." Aidan malah berbicara makin ngelantur. Sedangkan Rajidan terus saja berjalan meninggalkan mereka.

"Gue kangen ngeliat mereka kaya gini lagi nih.."
"Gue takut kalo mereka tau yang sebenernya.."

***

Sesampainya di depan Rajidan hanya memandang pintu kelasnya yang tertutup rapat.

'Brakk'

Dia menendang pintu tersebut dengan kuat. Sambil masuk kedalam kelas dengan gaya watadosnya.

"APASIH NYET, LEBAY BANGET SAMPE NENDANG - NENDANG MEJA." Teriak salah satu perempuan di kelasnya. Dan dengan gaya angkuh Rajidan menjawabnya dengan santai.

"Sesungguhnya, saya hanya ingin mencoba beberapa test pada kaki saya yang sempat tak terpakai beberapa waktu. Lagi pula ini adalah metode bagus..." belum sempat dia melanjutkan perkataan panjangnya. Seseorang menyelanya dengan tatapan malas.

"Kalo mo khotbah sono di lapangan. Jan disini, budek gue lama - lama." Ucap salah satu gadis dengan tatapan sinisnya.

"Eh pens, diem aja. Bilang aja kangen, kangen kan kamu sama saya?" Rajidan malah mengejeknya dengan tatapan jenaka.

"Mending gue kangen sama Attariq. Dari pada kangen lo." Ucapan perempuan itu malah di dengar oleh Attariq.

"Jadi selama ini Asta masih sayang Attariq? Asta tuh cuma ingin Attariq menjauh aja kan? Asta pengen liat Attariq berjuangkan?" Attariq bereaksi dengan berlebihan. Pasalnya, Asta terkenal dengan ketidakpeduliannya terhadap Attariq.

Dia mencintai Attariq dengan caranya sendiri. Begitulah kata-katanya.

"AH SAYANG..." Attariq hendak berlari menuju Asta. Namun tertahan dengan sebuah tangan berada di depan dadanya.

Asta yang tadinya sebal langsung terlihat tegang. Sedangkan Attariq melihat siapa yang menahannya dan membuat Asta tegang.

"Ada problem bro?" Bukan Attariq yang bertanya, malah Devan yang bertanya dan membuang tangan si penahan tersebut.

Dia Fakhri, musuh Rajidan. Yang saat ini malah datang ke sekolah mereka.

Rajidan menatapnya dengan tajam. Tatapan itu dapat membunuh siapa saja yang melihatnya secara perlahan. Namun Fakhri hanya menatapnya dengan senyuman sinis.

"Tatapan lo bahkan pernah lebih buruk dari ini, teman." Ucapnya dengan santai. Sedangkan Rajidan hanya terdiam.

Terjadi keheningan beberapa saat di kelas ini. Semuanya mengatupkan bibir mereka untuk tak berbicara. Mengerti akan bersitegang yang terjadi. Dan memilih tak ikut campur.

"Mau lu apa?" tanya Devan sekali lagi. Sedangkan Fakhri menatapnya sekilas.

"Undangan buat kalian. Jangan lupa datang, ada surprise dari gua. Takut? Potong aja tu yang di bawah. Mangkal aja di taman lawang." Dia melempar sebuah amplop kearah Rajidan dan ditangkapnya dengan baik. Namun, tetap saja, tatapan sinis masi diberikannya pada Fakhri.

Fakhri mulai melangkah pergi dari kelas itu, dan semua hanya berdiam diri di tempat sesaat. Sebelum Attariq mengacaukan semuanya.

"AAAA ATTARIQ BUANG BEGO."
"ATTARIQ DAPET DARI MANA KODOKNYA."
"AAA ATTARIQ BAWA PERGI, BEGO."

Teriakan anak perempuan mulai mengisi keheningan yang sempat terjadi tadi.

Attariq melepaskan sebuah kodok yang baru saja melintas didepannya tadi.

"YANG COWO KELUAR CEPAT." Attariq berteriak dan malah di patuhi dengan teman - temannya.

Sedangkan anak perempuan hanya menangis ketakutan dan berlari kesana - sini untuk mencari aman.

Ada yang menaiki kursi, ada yang menaiki meja, bahkan ada yang hendak  manjat keluar jendela. Namun, Tak di beri akses oleh anak lelaki.

Astayang terjebak didalamnya, ikut-ikutan berteriak ketakutan. Hingga dia lupa dengan keadaan tegangnya tadi.

"ATTARIQ LAKNAT, MALAM INI GA DAPET JATAH.." teriakan Asta membuat mereka semua terdiam. Termasuk Attariq sebagai penggagas.

Devan melongo tak percaya. Sedangkan Aidan menutup kedua mulutnya tak percaya. Sedangkan Rajidan menggeleng - gelengkan kepalanya seirama.

"Gak nyangka aku mas. Kamu minta jatah dari dia.." ucap Aidan dengan tatapan sedih. Sebenarnya, sok sedih.

"Sesungguhnya, tega sekali kamu menduakan dia yang setia.." Rajidan menepuk - nepuk pundak Aidan.

Devan makin melongo melihat kedua temannya yang mulai kambuh gilanya.

"Wah sarap lo, Dan! Udah minum obat belom lo?" tanya Attariq melihat ke arah Aidan dengan gelengan kepala dan bergidik ngeri

"Belum papa, Aidan lupa. Mama sibuk ngurusin papa sama dede kecil papa. Jadi aku di anggurin." Aidan makin jadi dengan kepura - puraannya.

"Papa ga punya mama sayang, kamu tu di belah dari batu. Mana punya mama." Ucap Attariq dengan mengusap - usap kepala Aidan.

"Om nemuin kamu, terus om kasih aja sama papa kamu." Rajidan ikutan berdrama ria. Semua menatap mereka dengan berbagai tatapan.

Termasuk Asta yang hanya melongo tak percaya.

"Ini yang marah siapa yang lebay siapa sih?!" Celetuknya kesal dari dalam kelas. Sambil berkacak pinggang dia melihat Aidan, Rajidan, seta Attariq dengan tatapan sebal.

Bahkan dia tak merasa bahwa kodoknya berada di pundaknya dengan mesranya.

"JADI AKU ANAK PUNGUT GITU ? HAH? PAPAH SAMA ANKEL TEGA SAMA AKU. TEGA. Tee.. hiks hiks ga..." Aidan memejamkan matanya sedangkan kedua tangannya menutupi mukanya. Berpura pura frustasi dengan keadaannya saat ini.

"Papa...." belum sempat Attariq melanjutkan aktingnya, Asta malah memekik nyaring.

"SUMPAH GUA KUTUK JOMBLO SEMUA KALIAN. LAKNAT. KITA PUTUS RIQ PUTUS." Teriak Asta sambil berusaha melepaskan kodok yang bersarang mesra di pundaknya.

"Ah tu kodok nyuri start. Seharusnya gua yang di situ." Attariq memandang kodok itu dengan kesal. Asta masih berusaha menyingkirkan kodok tersebut. Attariq akhirnya memilih untuk masuk kedalam.

Banyak teriakan kekecewaan dari temannya karena dia mau menyudahi tontonan asik tersebut.

"Ah ga asiq ni.."
"Kecewa penonton, Riq."
"Ah gitu aja udahan. Garing - garing.."

Celetukan beberapa temannya dan diabaikan begitu saja dengan Attariq. Sedangkan Devan hanya menggeleng - gelengkan kepala.

"Dia yang memulai, dia juga yang mengakhiri. Kalo cuma buat kehebohan sementara, jangan dimualai bakal sia - sia." Ucap Devan sambil menatap Attariq yang menyingkirkan kodoknya dengan hati - hati di pundak Asta.

Aidan yang mendengar perkataan Devan langsung bertepuk tangan keras.

'Prok prok prok'

"Kita patut bangga, kita patut menghargai apa yang di lontarkannya.." ucap Aidan bersemangat. Semuanya hanya menatap Aidan dengan tatapan datar yang sangat datar.

"Ah ga asik lu semua, dasar manusia!" Umpatnya kesal dan kembali masuk ke dalam kelas. Di ikuti dengan Devan. Sedangkan Rajidan menatap Amplop yang sedari tadi di pengangnya.

"Sesungguhnya.. Saya bukan takut dengan sejuta monster didalemnya, saya cuma takut sesuatu hal yang dapat memecahkan kebahagiaan saya dan temen-temen. Bantu hamba Ya Tuhan.."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro