After The Fog Forest Action*8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***8A***

Masih dalam keheningan yang mencekam, aku dan Sonic dengan herannya menatap garis finish yang tampak kosong dan tidak berpenghuni. Aku bertanya-tanya dalam hati, dan apa yang ada dibenakku hanyalah kemungkinan buruknya saja. Semua orang menghilang, seperti di telan bumi. Maksudku, di tanah dalam dunia sihir, lagipula kami sedang tidak berada di bumi. Oke, ini sama sekali tidak lucu.

"Dimana mereka semua?"

"Kau tetap disini," Sonic menggenggam sapunya dan langsung mengucapkan mantra agar sapu siap terbang dan bisa digunakan.

EH?! Jadi ceritanya aku ditinggal sendirian, gitu?

"Kamu berani?" tanya Sonic sebelum dia meluncur pergi.

Aku memperhatikan garis finish kembali, lalu menatapnya kembali. "Berani." jawabku sok tegas. Cukup aku yang tahu bahwa saat ini aku takut tak karuan. Sudahlah, biarkan Sonic saja yang mencari mereka. Lagipula disini sudah lumayan terang, pikirku dalam hati--mencoba menenangkan diriku sendiri.

"Aku duluan. Kalau ada apa-apa, cepat cari tempat yang aman." pesannya sebelum dia terbang pergi dengan sapunya, meninggalkanku.

Sendirian.

Apa yang harus kulakukan?

Aku mencoba tenang, sambil memperhatikan penerang yang mengantung di pohon. Baiklah, setidaknya aku masih punya penerang disini. Semuanya akan baik-baik saja selama...

Szt, lampu penerang meredup perlahan, dan mati membawa kegelapan.

Baiklah, ini mulai mengerikan, aku takut sekarang. Sebisa mungkin aku mencoba untuk tidak melihat ke dalam hutan kabut. Kepalaku membayangkan ada monster dengan leher panjang yang menjulurkan lidahnya dan memanjangkan lehernya kepadaku. Hiii, berhenti mikir yang aneh-aneh, Rin!

SREK SREK, Suara semak belukar membuatku bergidik ngeri, ada banyak imajinasi liarku yang mengatakan bahwa, seseorang sedang melihatku, mengintipku dan menungguku hingga aku lengah dan siap untuk diterkam. Aku pun menutup mata dan telingaku dan terduduk di rumput, sambil melafalkan doa-doa yang masih dapat kuingat.

"Ini aku,"

Aku memandang ke arah sumber suara yang sudah familiar di telingaku itu. "Tazu?"

"Kau takut?" tanya Tazu dengan tatapan datar, tetapi penuh arti mengejek yang sangat mengesalkan untuk di dengar.

Baiklah, dia memang benar. Aku tidak punya apapun untuk menyangkal kata-katanya. Lebih baik aku bernafas, karena sedaritadi aku tidak mendapatkan waktu yang tepat bahkan hanya untuk sekedar menarik nafas. Aku memang kesal tapi di sisi lain aku merasa lega akan kedatangannya yang langsung membuatku dapat mengubur takutku dengan cepat.

Tanpa berkata apa-apa, Tazu mengikutiku duduk. Kami tidak berkata apa-apa, hanya diam. Bagus, kecanggungan apa ini namanya? Aku yang kini kehabisan nafas dan tak bisa bersuara dan Tazu yang irit mengeluarkan suara.

"Jangan takut," Dia menepuk pelan kepalaku.

Aku hanya memincingkan mataku menatapnya curiga. Dia sedang tidak mengejek atau menyindirku, kan? Tapi kubiarkan saja tangannya bertengger di kepalaku, lagipula tidak ada yang dirugikan disini.

Belum sempat aku atau Tazu mengeluarkan suara lagi, tiba-tiba semua orang keluar dari balik semak-semak. Barulah aku menyadari bahwa mereka bersembunyi dan memperhatikan kami sedaritadi. Aku refleks menepis tangan Tazu dari kepalaku.

"Oke, sepertinya kita dapat pasangan terbaik kita." sorak para lelaki dengan keras dan heboh.

"Eh, bukan begitu!" seruku, tapi suaraku tak bisa menandingi suara sorakan mereka semua. Aku juga tahu akan ada pemilihan pasangan terbaik sejak awal, karena kukira tidak mungkin aku dan Sonic yang memenangkannya, jadi aku santai saja. Dan hello? Tazu kan bukan pasanganku.

"Ayo, Piya." Tazu membantuku bangun dari dudukku, lalu menarikku menjauh dari orang-orang yang bersorak. Aku bergidik ngeri saat suasana disekitar kami hening secara tiba-tiba. 

"Piya curang!" Aku bisa mendengar semua kaum hawa menyalahkanku. "Ih, kok Tazu malah bawa dia pergi, sih?"

Tazu dan aku tak membalas perkataan mereka sama sekali, malah aku merasa dia mengenggam pergelangan tanganku makin erat, menjauh dari garis Finish dan malah masuk kembali ke hutan kabut.

"Jangan-jangan mereka..." Aku sempat berbalik dan mendapati wajah kaum hawa memucat, bersamaan dengan itu mereka memekik tidak rela "TIDAK! Tidak mungkin mereka pacaran!" Seru mereka dengan histeris. Bahkan dari kejauhan pun, suara mereka masih terdengar jelas.

Entah sudah berapa jauh Tazu menarikku  paksa. Akhirnya, aku berhasil melepaskan genggamannya.

"Kau kenapa sih?" tanyaku dengan heran. Aku ingin membentaknya, tapi tidak punya cukup nyali setelah melihat ekspresi wajahnya yang terlihat mengerikan tadi.

Tazu menatapku datar. "Aku hanya tidak suka kau dikatakan seperti itu."

"Kan yang diejek itu aku, bukan kau. Ya, jadi..."

"Aku tidak suka." Nada bicaranya berhasil membuatku terdiam.

"Kalau nggak suka, ya sana pergi! Buat apa kau menarikku?" Tanyaku agak malas. Bagus, anak ini membuatku menjadi bahan perbincangan hangat besok. Aku tahu mereka belakangan ini menggosipkan Tazu dengan setiap gadis yang mencoba mendekat. Tapi aku tak peduli.

"Kau disini rupanya." kata Sonic yang baru sampai dengan sapunya.

"Kenapa?"tanyaku sambil menghindari kontak mata dari Sonic.

"Hanya ingin memastikan kau baik-baik saja." katanya sambil menatap Tazu dengan tajam. Aku melihat Tazu. Dia membalas tatapannya dengan tatapan yang dingin.

"Hei, ada apa ini?" tanyaku memandang heran mereka berdua, tapi tidak ada yang menjawab pertanyaanku.

"Ayo, kita pergi." ajak Sonic sambil menarik tanganku. Tapi entah mengapa, tanganku menariknya kembali.

"Kalian kenapa?" tanyaku lagi. 

"Pergilah," pinta Tazu dengan dingin, membuatku terbawa kembali dengan amarahku.

"Hei! Kau yang menarikku ke sini!"

"Jadi bagaimana? Kau mau aku membawamu kembali?"

"Ayo, Piya." kata Sonic sambil turun dari sapunya. Lalu dia menarikku ke arah tempat tadi, garis Finish yang sempat kutempati tadi.

Aku kesal. Mengapa setiap Tazu menarikku, tiba-tiba dia mengusirku kembali? Menyebalkan.

*

Aku pulang malam itu juga, tidak memberitahu siapapun tentang kepulanganku. Mereka pun pulang keesokan harinya lagi dan membutuhkan waktu setengah sehari, karena tidak memakai bantuanku. Aku sedikit merasa bersalah saat melihat mereka kembali dengan wajah lesu.

Aku menghindar. Aku tidak ingin bertemu siapapun. Jadi, aku tetap melatih kekuatanku dengan karakter keduaku. Aku tak bisa menghindar. Padahal, aku sangat tidak ingin bertemu Tazu ataupun Sonic. Tapi mereka tidak tau ini aku, kan?

Di kelas, semuanya tampak baik-baik saja, hari dimana mereka saling menatap dingin dan benci hari itu, meluap entah kemana.

TOK TOK TOK...

"Piya!" panggil Mai dengan suara yang keras.

"Sepertinya dia tidak ada..." ujar Nai memandang dari gelembung Transparant—gelembung yang dapat melihat apa yang ada dibalik benda—nya.

"Jadi dia dimana?" tanya Ryoka mulai cemas.

"Apa dia masih tertinggal di hutan kabut?"

Aku berjalan kearah kamarku dan masih dengan indetitas Yako. Betapa kagetnya aku ketika melihat mereka semua berkumpul di depan kamarku. Sedang apa mereka?

Aku pun berjalan ke arah itu seolah-olah tak ada yang ku kenal. Aku berjalan lurus dan sepertinya tidak ada yang mencurigaiku. Aku pun berpikir panjang, apa aku harus sembunyi untuk selamanya?

"Sudah seminggu Piyan tidak terlihat." keluh Rainna.

"Jangan-jangan, dia kembali ke bumi lewat Door Connection (gerbang yang menghubungkan dunia sihir dan bumi)?"

"Mungkin saja."

.

.

.

Aku datang ke Pro-Senior seminggu berturut-turut dan aku tidak merasakan adanya hawa 'perkelahian' diantara mereka. Hanya saja, yang membingungkan adalah ketika malam itu, ekspresi mereka berdua sangat berbeda.

Aku berjalan sendiri di lorong setelah pulang. Saat berada di Indetitas Yako, aku memang tidak pernah membuat teman. Oleh karena itu, aku merasa curiga saat mulai merasakan seseorang mengikutiku.

"Hai, Yako."

Aku melirik sekilas, orang yang menyapaku adalah Yanda. Aku sedikit tersentak juga saat mengingat bahwa Yanda mengatakan kebenciannya terhadapku (Yako) kepadaku(Piya).

"Ada apa?"

"Hari ini, sebenarnya aku mau mengajakmu duel (adu kekuatan antar dua penyihir)."

"Dalam rangka?" tanyaku lagi. Yah, walau aku tahu alasannya. Dia tidak suka dengan Yako.

Dia langsung mengepalkan tangannya dan tiba-tiba tubuhku rasanya seperti diperas-peras layaknya kain pel. Sesak nafas mulai terasa. Aku berusaha mati-matian untuk meluruskan tanganku ke depan dan akhirnya...

"Aku tidak menyukaimu, bahkan semua gadis-gadis di dunia sihir juga. Mengapa kau tidak menyadarinya?"

Aku mengepalkan kedua telapak tanganku erat, mencoba mengendalikan kendali yang di buat oleh Yanda. Akhirnya aku bisa bernafas sambil memegang tenggorokanku yang sesak karena terhimpit tadi.

Lagi-lagi aksi Yanda semakin mengerikan. Kali ini, dia mengendalikanku lewat tatapan matanya. leherku pun terangkat seolah-olah seperti digantung. Aku harus mengubah pengendaliannya dan aku pun tak habis pikir. Aku segera menyegel kekuatannya dengan mengenggam tanganku, membuatnya tidak dapat menggunakan kekuatannya.

"Hei! Apa yang kau lakukan?" Bentaknya emosi.

"Aku mengunci kekuatanmu," jawabku lagi-lagi memegang leherku, rasanya tubuh dan kepalaku hampir putus saja.

"Kau hanya bisa menghilangkannya sementara! Aku tidak takut padamu!" Serunya.

Aku langsung melepaskan genggamanku, kekuatannya pun bebas kembali. Mungkin bagi kalian, kelakuanku terdengar gila, tapi itulah kenyataannya. Aku tidak ingin mengunci kekuatan yang merupakan haknya.

"Kau mau mati sekarang, ya?!" Seru Yanda makin keras. Aku hanya diam, membuat Yanda makin berseru tidak jelas. "Aku bisa menghabisimu kalau kau tak membalasku! Kita akan duel lain kali, dan kau harus membalasku!" bentaknya sebelum melangkah menghentak-hentakkan kakinya berlalu.

"Apa memang banyak yang membenciku?" Gumamku pelan sambil menghela nafasku, meratapi keadaanku.

Aku memasuki kamar atas nama Yako. Yaitu ruangan yang seharusnya ditempati oleh Yako namun belum pernah terpakai karena aku selalu menggunakan kamar Piya.

Tidak ada yang bisa kulakukan...

Entah karena apa, aku teringat pada Invi. Aku yakin aku bisa berdiskusi dengannya karena dia orang yang tau aku Yako dan Piya. Aku segera mencarinya.Tapi Invi juga seorang Invisible Transpart. Sehingga mempersulit diriku menemukannya. Tapi, aku menemukannya pada akhirnya.

"Jangan pernah bersembunyi dan lari dari masalah. Tapi hadapilah masalah itu." sahut Invi menasehatiku begitu aku bertemu dengannya. Cepat sekali dia membaca pikiranku.

"Semua orang membenciku." gumamku

"Tidak. Banyak yang mencari keberadaanmu." kata Invi sambil merangkul bahuku.

"Yah, karena aku Wings Maker." Jawabku malas.

"Piya, dengarkan aku. Kau ini kuat, kau kuat menghadapi segalanya. Aku percaya padamu."

"Terima kasih," balasku sambil tersenyum.

"Oh ya, Piya. Door Connection-"

Belum sempat Invi melanjutkan pembicaraannya, tiba-tiba ada serangan mendadak yang diawali dengan guncangan kuat dari arah belakang kami. Lalu disusul oleh suara ledakan dan asap tebal dari kejauhan.

"BlackMix?"

"Ayo, Piya." kata Invi sambil menarikku. Aku melepaskan tangannya sebelum dia menghilangkanku dan juga dia.

Aku melihat banyak Pro-Senior yang ikut perang. Mungkin ini saatnya Yako mengikutinya. Tapi ini pertama kalinya untukku.

"Kau harus yakin, Piya." bisik Invi padaku, membuatku tersenyum puas.

"Pasti,"

Aku pun ikut bertempur. Tak sampai 15 menit, BlackMix mundur. Aku pun merasakan menginjak sesuatu di kakiku. Aku menemukan sebuah kertas yang terlipat-lipat dan bercahaya putih. Mungkin milik kelompok BlackMix. Kuputuskan untuk menyimpan kertas itu dalam Give Pocket-ku tanpa berpikir panjang.

*

Aku tidak tau banyak yang bertanya soal diriku, bahkan ada yang mengira aku sudah kembali ke bumi.

Aku memandang ke arah kanan. Tampak Tazu baru saja lewat, tampaknya dia tak memperhatikanku. Sudah hampir dua minggu pula, aku dan Tazu tidak saling berbicara. Aku tak tahu jelas apa salahku tapi aku tidak yakin aku punya salah terhadapnya.

"Kelihatannya kamu murung akhir-akhir ini." sahut Ryoka padaku

"...Eh?" Aku berpikir sejenak. "Tidak ada, setahuku."

Kami saat ini sedang berjalan-jalan di area sekolah. Tepatnya, kami baru saja keluar dari kelas Senior setelah Dolce-Sensei menjelaskan tentang mantra darurat.

"Kalian tahu sesuatu?" Terdengar suara Flya-Sensei dari balik pintu Fly Club Type. Suaranya terdengar lebih keras dari biasanya, membuatku dan Ryoka saling berpandangan bingung.

Kami berjalan ke arah pintu besar, yah itu adalah ruangan di Fly Club Type. Ternyata, Flya-sensei sedang berkomunikasi bersama Mixe , Tixe, Jim dan Dolce-sensei dengan Layar komunikasi yang langsung memperlihatkan wajah guru-guru di sekolah sihir. Alat komunikasi itu mirip dengan fitur komunikasi yang dapat melihat orang dari jarak jauh.

[NB: Mixe Sensei – Guru di Middle Class , Tixe Sensei – Guru di Junior Class, Dolce Sensei – guru di Senior Class , Jim Sensei – Guru di ProSenior Class]

"Akhir-akhir ini kelas Newbie semakin sedikit. Bukan karena para murid itu bolos atau apa..." jelas Flya-Sensei terdengar ragu.

"Jadi bagaimana?" tanya Dolce-Sensei dari layar, wajahnya tampak terlihat bingung.

"Biasanya dalam seminggu, door Connection menarik 10-50 orang. Tapi selama seminggu ini, tidak ada seorang pun." terang Flya-Sensei

"Jadi? Apa Door Connection sudah tertutup?" tanya Mixe-Sensei

"Aku memeriksanya setiap malam, dan masih ada." jawab Flya-Sensei

"Kami akan menyelidiki lebih lanjut." kata Jim-Sensei

"Aku akan laporkan ke Trax, bagaimana?" tanya Tixe-Sensei

"Secepatnya." jawab Flya-sensei

Lalu layar komunikasi pun tertutup. Flya-Sensei bangkit dari tempat duduknya, aku dan Ryoka buru-buru pergi sebelum kami tertangkap basah telah menguping pembicaraan.

"Kau dengar itu?" tanya Ryoka terlihat antusias.

"Aku jadi ikut penasaran." 

"Ah! Aku punya ide!" seru Ryoka lalu menarikku ke suatu tempat.

Dia membawaku ke Gunung tempat pertama kali aku kesini. Dia pun menjelaskan, "Setiap orang yang hilang, akan sampai disini dan tempat ini." Terangnya. "Kebetulan, aku selalu menanamkan bunga di daerah sini agar pendatang baru merasa betah." lanjutnya

"Lalu.?" tanyaku menaikan alisku bingung.

"Kita bisa tanya pada bunga ini." kata Ryoka membuatku terheran-heran. Berbicara dengan bunga? "Jangan bingung begitu, kan bunga juga makluk hidup, mereka juga punya rasa." Ucap Ryoka sedikit cemberut.

"Oh, ok." jawabku ikut memandang bunga itu.

Ryoka tampak serius memandang bunga itu. Beberapa kali, dia menyentuh daun bunga itu. Dia lebih mirip dengan gadis yang menyentuh bunga pemberian lelaki yang disukainya daripada berbicara dengan tanaman.

"Gawat, Piya." Ryoka bangkit dan wajahnya terlihat panik. "Mungkin door connectionnya memang tidak berfungsi."

"Mengapa begitu?"

"Kata bunga ini, sudah kurang lebih 10 hari, tidak ada yang keluar dari sana." Terangnya sambil meratapi si bunga yang bergerak pelan diterpa angin.

"Berarti Door Connectionnya tidak bisa menarik orang kesini?" tanyaku menyimpulkan.

"Tapi..., setahuku, Door Connection aktif kapan saja." kata Ryoka

Tiba-tiba, Peluit sekolah berbunyi keras sekali. Sehingga aku dan Ryoka menutup telinga kami. Kami meratapi langit di sekolah, disana sudah ada banyak orang yang berterbangan untuk berkumpul di aula.

"Pemberitahuan, Cepat!" Kami pun bergegas dan segera pergi darisana.

***8B***

Kami mendarat di lapangan setelah beberapa saat kemudian. Aku bisa melihat bagaimana garangnya wajah Tixe-Sensei saat melihat masih ada banyak orang yang terbang dengan santainya seperti tak mempedulikan tanda berkumpul. Flya-Sensei pun mengeluarkan sebuah alat kecil untuk mengeraskan suara yang biasanya digunakan oleh para guru untuk menerangkan di kelas.

"Semuanya, tolong dengarkan. Kita punya masalah yang serius."

"Untuk pemberitahuan selengkapnya, kami persilahkan ketua kita, Trax-sama."

"Siapa itu?"Tanyaku ke Ryoka.

"Dengar-dengar sih dia pengganti ketua di clan Magacal. Usia Vampix belum mencapai masa-nya, makanya diganti oleh Trax-Sama." Aku mengangguk paham. "Trax-Sama punya kekuatan untuk menghancurkan benda hanya dengan sentuhan pelan. Makanya dia jarang keluar." Terangnya lagi.

"Dengarkan! Kita semua dalam bahaya!" sahut seorang lelaki yang usianya kira-kira duapuluhan itu. Alat untuk mengeraskan suara di taro seperti mic di depannya, mungkin Ryoka benar, kalau dia menyentuh alat itu, alat itu akan hancur. "Di dekat markas BlackMix, muncul sebuah Door Connection baru."

"Apa!?" pekik hampir seluruh para magacal.

"Hanya itu informasi yang kita tahu. Jumlah manusia yang ditarik olehnya dan semua informasi lainnya sampai saat ini belum diketahui. Jikalau ada yang berhasil melacak atau mendapatkan informasi, segera lapor dengan kami. Terima kasih."

"Pengumuman selesai." Flya-Sensei menutup pengumuman. Kulihat banyak yang bubar dengan panik, entah apa yang mereka pikirkan atau mereka rencanakan.

Aku melangkah pelan ke depan, meninggalkan Ryoka yang menyerukan namaku dan mengatakan bahwa itu termasuk hal yang tidak sopan untuk dilakukan. Aku ingat dengan keberadaan kertas yang kutemukan beberapa hari silam. Kukeluarkan kertas itu dan menyerahkannya tepat dihadapan Trax-Sama.

Selama beberapa detik mendapatkan tatapan tanda tanya dari Trax-Sama, aku tersentak mengingat kekuatannya. Kukira aku akan dihancurkan olehnya jika aku tidak segera pergi dari hadapannya.

Aku menyerahkan kertas yang masih terlipat tanpa kubuka itu di depan Flya-Sensei. "Aku menemukan ini beberapa hari yang lalu, dan sepertinya ada hubungannya dengan topik kita hari ini." Yah, memang aku hanya menerka, tapi sepertinya benar. Aku menemukan itu tepat setelah Clan BlackMix menyerang. 

"...Ini...," Flya-Sensei menatapku kagum. "Ini data tentang Door Connection mereka!"

Aku senang aku berhasil membantu. Tapi mendengar kata Flya-Sensei yang mengatakan 'mereka', aku berpikir bahwa ada dua Door Connection di dunia sihir. Lalu bagaimana keadaan Door Connection yang di sini?

*

"Kita akan mambagi kelompok. Setiap kelompok pasti akan mempunyai seorang Pro, jika nanti pembagian secara acak ini membuat sebuah kelompok tak mendapatkan seorang penyihir Pro, silahkan melapor."

"Senior dan Pro-Senior silahkan berbaris sesuai tingkatannya."

Kami semua pun berbaris, Senior di sebelah kiri dan Pro di sebelah kanan. Ternyata jumlah kami lebih banyak daripada Middle, Junior atau Pro. Kelas Newbie sudah ditutup karena semua penyihir baru sudah bisa menguasai sapu. 

"Semuanya, dengar. Ini bukan permainan. Door Connection yang di sana menarik manusia dari bumi dengan cepat daripada Door Connection kita yang dulu. Jadi disana Juga memiliki kemungkinan untuk mendapatkan penyihir yang jauh lebih kuat." Terang Vampix. "Kami akan bagikan kelompok agar kekuatannya setara."

Entah bagaimana cara mereka membagikan kelompoknya. Tapi katanya, satu kelompok ada lima orang. Aku menghitung kelompokku dan ternyata masih berjumlah tiga orang.

"Kita hanya tiga?" tanya seorang gadis berambut amat panjang, kira-kira sampai pinggangnya.

"Err? Sepertinya?" jawab gadis lainnya (dan sepertinya mereka berdua adalah teman). "Masak disini perempuan semua, sih? Nggak fair." Gadis itu mulai heboh.

"Hei, namamu siapa?" tanya salah satu diantara mereka

"P-Piya." Jawabku ragu. Tadinya kukira mereka akan mengoceh sendiri tanpa mempedulikan keberadaanku, tapi syukurlah itu hanya pemikiran yang salah. 

"Oh! kau Wings Maker itu ya?" Tanya gadis yang heboh sedaritadi. Aku hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. "Wah, kita 1 team dengan Wings Maker, nih. Oh ya, Namaku Vilia, kekuatanku Lucky Fortune."

"Kalau aku Wellyn, panggil saja Lyn. Kekuatanku Rubber Elastic. Salam kenal!"

"Wah, kita se-team, ya?" tanya seorang lelaki dari belakang, itu membuat Vilia nampak heboh (lagi). Aku merasa canggung saat Vilia memberikan toss kepada lelaki itu dan mereka nampak berbicara layaknya sahabat dekat. "Ada orang baru, ya?" tanya lelaki itu

"Iya, ini Piya, si Wings Maker ." 

"Oh, hai! Aku Gran, kekuatanku Wind Breaker."

"Tinggal 1 orang lagi ya?" Vilia nampak penasaran. "Kira-kira siapa ya?" 

Aku tidak terlalu ingin tau. Lagipula sepertinya tidak mungkin kalau itu adalah orang yang ku kenal. Bayangkan saja, hanya lima orang dari sekian banyak orang yang kukenal, secara acak pula pembagiannya. Dan aku hanya mengenal beberapa orang saja di dunia ini. Aku mempercayai keyakinanku hingga, dia datang ke arah kelompokku.

"Ini G7?"

HAH?!

"Iya, benar" jawab Gran sambil menerjapkan matanya tak percaya.

"Tunggu dulu, jangan-jangan..." aku menatap dalam-dalam mata lelaki itu. Lelaki itu hanya menaikan alisnya saat mata kami bertemu..

"Halo, Piya." sapa Tazu.

Sial, ini bencana.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Vilia keheranan.

"Siapa yang tidak kenal Wings Maker?" jawab Tazu.

"Kalian sendiri? Kalian kenal dengannya?" tanyaku pada mereka dengan nada mengintrogasi.

"Siapa juga yang tidak kenal Tazu?" ucap Lyn tertawa kecil.

"Ya, tidak ada yang tidak mengenalnya. Tapi, hei, katakan dulu, apa kekuatanmu?" kata Vilia tampak bersemangat.

"Iya nih. Apa sih kekuatanmu?" tanya Gran.

Tazu melirik ke arahku dengan tatapan datar. "Mungkin nanti saja."

Ternyata makhluk ini benar-benar tidak memberitahu siapapun tentang kekuatannya? Aku berpikir keras. Aku penasaran!

"Semuanya sudah punya kelompoknya kan? Sekarang kelompok A-J akan di test kemampuan perangnya."

"lho? Senior juga? Bukannya hanya Pro-Senior yang boleh ikut perang?" komentar seseorang

"Ini krisis. Tapi kami yakin kekuatan kalian bisa bermanfaat buat perang kali ini." kata Tixe-sensei meyakinkan.

.

.

Kami pun mengetest kekuatan kami. Banyak magacal yang dinyatakan gagal hingga harus dilatih lagi. Waktu berlalu dengan sedikit cepat, sampai akhirnya kelompok G6 berakhir dengan satu orang yang tidak lolos. Kelompok kami dimulai dari Gran. Tixe-Sensi, Dolce-Sensei, dan Jim-Sensei sedaritadi bergantian melawan perkelompok, dan rupanya kelompok kami harus melawan Dolce-Sensei untuk uji lulus.

"Apa kekuatanmu? Sebutkan secara detail." pinta Dolce-Sensei.

"Wind Breaker. Aku bisa menghancurkan sesuatu dengan udara." jawab Gran

"Oh, coba hindari serangan ini!" Dolce-sensei langsung mengeluarkan banyak rantai dari tangannya

Gran mengeluarkan kekuatan anginnya dan Rantai itu berbalik arah dengan cepat. Dolce-Sensei tampak tersenyum puas melihat hal itu.

"Ok, kamu berhasil. Silahkan tunggu di sana" kata Dolce-Sensei sembari menunjuk tempat dimana para magacal yang lulus uji duduk menyaksikan.

"Giliranmu, Vilia."

"Kekuatanku Lucky Fortune. Seberapa ekstrim serangan yang anda buat, aku pasti akan selamat." ujarnya dengan yakin

"Baiklah, coba hindari serangan ini.." kata Dolce-sensei langsung mengeluarkan rantai-nya..

Aku melihat Vilia hanya diam ditempatnya. Tiba-tiba rantai itu putus tanpa dia harus menyentuhnya. Aku sampai takjub sendiri saat melihat Vilia dengan tenangnya melangkah ke arah yang sama dengan Gran tanpa perlu diminta.

"Giliranmu, Wellyn."

"Lyn. Harus berapa kali aku bilang padamu?" ujar Lyn tampak kesal.

"Haha. Coba hindari seranganku"

Wah, sepertinya mereka dekat, batinku ketika menyadari Dolce-sensei tak menanyakan kekuatannya dan detail. Aku agak curiga. Lalu aku juga menyadari bahwa ini kesempatanku untuk tau kekuatan Tazu. Aku melihatnya dengan muka kesal. Dia tampak mengangkat sebelah alisnya. Lyn tampak sangat lentur sekali. Lebih lentur dari karet yang membuatnya tampak menari-nari bersama rantai itu, bukan melawan. Sepertinya dia berhasil, Dolce-Sensei tampak tersenyum padanya.

"Giliranmu, Piya."

Aku pun melangkah ke arahnya, dan menarik nafasku sebelum mengucapkan kekuatanku. "Aku Wings Maker. Aku hanya seorang penerbang."

"Coba hindari seranganku."

Dan aku sadar, kali ini rantai yang di keluarkannya lebih banyak daripada pada saat seleksi-seleksi yang lalu. Itu membuatku agak risih. Tapi aku berusaha untuk tetap fokus.Aku terbang sangat tinggi dan cepat. Tapi rantai itu tak berhenti mengejarku akhirnya ku putuskan untuk menguji kekuatan baru Wings Maker.

Ikat!

Muncullah sayap besar dan kemudian mengikat semua rantai-rantai itu dan langsung saja sayap itu hilang bersama rantai-rantainya dan membuat tempat itu seperti baru saja didatangi oleh hujan bulu putih.

"Keren!" Sorak mereka antusias.

"Bagus, kamu berhasil."

Aku hampir berjalan ke arah kursi orang lulus, maksudku kumpulan orang-orang yang lulus. Tapi belum lagi aku duduk, Tazu melangkah mendekat. Sadar sudah menjadi bahan tontonan, aku memutuskan untuk mundur selangkah pendek.

"Aku akan memberitahumu sekarang." kulihat Tazu berdiri di depanku, bibirnya mendekati telingaku hingga akhirnya dia mengucapkan sesuatu yang membuat bola mataku membesar.

"Itu kekuatanmu?" tanyaku tak percaya dan dibalas anggukan kepala olehnya.

"Tazu, Giliranmu."

Dia pun ketengah lapangan. Aku bisa merasakan semua pandangan kini tertuju padanya. Semua orang nampaknya menunggunya mengatakan nama kekuatannya--tak terkecuali aku. Aku ikut menatapnya lekat, sama seperti tatapan yang orang-orang berikan padanya kini.

"...Kekuatanku..."

***TBC***

PUBLISHED : 22 JULY 2015

REVISIONED : 21 JUNE 2016

A/N

It's over 3000+ words when I started to revision. Huft...

And even when I deleted some scene, and add some words, now its become 3500+ Words.

Jadi saya memutuskan untuk meng-crop beberapa scene yang gapenting dan merubahnya ke yang lebih wajar, tentu saja. Kalo ga crop udah 4000 kata, wuedan. I think u won't miss any of Piya and Tazu moment.

When I revision, I regretted so many things. The biggest mistake I made is... "Why I made Tazu said that?" Oh, come on, I hope u all get amnesia for what he said in the previous one (before revision).

Jangan ada yang ngerasa ter-PHP ya, please. I'm doing revision and the sequel. LOVE YOUU~

CINDYANA H

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro