Path-26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku terduduk di sebuah sofa merah yang berada tepat di tengah ruangan luas yang nyaris kosong. Hanya ada pintu masuk, dua sofa panjang, satu meja tamu, satu meja kerja, sebuah rak buku berukuran sedang, serta satu pintu sekat yang menghubungkan entah kemana. Di hadapanku, duduk seorang wanita paruh baya dengan garis wajah yang tegas. Hanya dengan sekali melihatnya saja, aku langsung tahu bahwa dia adalah orang yang serius.

Miss Rosseline duduk di sampingku dengan wajah yang tidak kalah serius dengan wanita di hadapanku.  "Kena, sekarang coba tolong ceritakan ulang kejadian saat ujian kenaikan tingkatmu itu."

"Eh?" Apakah aku harus sungguh menceritakan hal itu kepada wanita di hadapanku? Aku baru saja menemuinya dan belum mengenalnya sama sekali. Apakah aku bisa mempercayai wanita ini? Tapi, aku yakin Miss Rosseline bukanlah tipe orang yang suka mengumbar sesuatu pada sembarang orang.

"Tenang saja, Kena. Kamu bisa mempercayaiku, sayang." Wanita itu tersenyum hangat, membuat rasa curigaku memudar. "Agar kau bisa lebih percaya, perkenalkan, namaku Wanda, kepala sekolah School of Magic."

Aku tersentak pelan, apa aku baru saja meragukan seorang kepala sekolah? Wah wah ... bisa-bisa jika aku melakukan hal tidak sopan seperti ini lagi, aku akan dipecat sebagai murid!

"Kena? Ada apa? Cepatlah bercerita!" Desak Miss Rosseline.

"E, eh, i, iya .." Aku menarik napas panjang dan mulai bercerita sedetail mungkin, tentu saja bagian mimpi anehku tidak termasuk. Jika kalian tanya mengapa, alasannya sederhana. Aku tidak ingin memperkeruh suasana. Aku tidak menyangka sama sekali jadinya akan seperti ini, tahu begitu aku akan cerita dari awal.

Setelah selesai bercerita, hening mencekam datang menghantui sekitar. Aku bahkan hanya bisa menelan ludah dan mengusap keringat dingin di wajahku dengan gugup. Sungguh siapapun, tolong hentikan situasi ini!

"Jadi, Kena ..." Miss Wanda membuka suara, membuatku menghela napas lega. "Kamu putri yang diramalkan untuk mengubah takdir?"

Aku mengerut heran. Takdir?

"Nona, sepertinya para dewan sudah mengetahui hal ini, mengingat merekalah yang mengambil ingatannya." Timpal Miss Rosseline yang membuatku tambah bingung.

Miss Wanda menyesap pelan teh panasnya. "Yah ... sepertinya demikian."

"Tapi, apa tujuan mereka menyembunyikannya?" Miss Rosseline menggepalkan kedua telapak tangannya. "Seharusnya mereka memberi tahu kita bahwa itu Kena! Mereka harus diberikan hukuman berat!"

Aku terpatung. Dewan akan diberikan hukuman berat? Itu berarti Yura, Sena, Flo, Romeo dan lainnya akan di hukum?! Mengingat ini di dunia sihir, hukuman berat pastilah akan benar-benar menyeramkan!

"A, anu ... Miss," aku mengumpulkan segenap keberanianku. "S, sebenarnya ini salahku juga ... aku seharusnya memberitahu lebih awal, lagipula aku belum menceritakan kepada mereka tentang ini."

Miss Rosseline menghela napas. "Yah ... salahku juga tidak menyadarinya dari awal."

Fyuh, hampir saja.

"Titik balik Matahari musim dingin .." Miss Wanda bangkit dari tempat duduknya, kemudian berdiri, melihat pemandangan dari jendela. "Itu berarti musim dingin tahun depan. Kita hanya memiliki waktu satu tahun untuk mempersiapkan penyihir terbaik kita untuk terjun ke medan perang."

"Dan mungkin ..." Miss Rosseline menundukkan kepalanya dengan geram. "Tragedi dulu akan terulang kembali."

Seketika, aku tertegun. Apakah yang dimaksud oleh Miss Rosseline adalah, "Tragedi Hampa?"

Miss Rosseline dan Miss Wanda serentak menatapku dengan tatapan sendu. "Kena, apa kamu ingat?"

Aku menggeleng, aku tidak ingat apa-apa. "Apa yang sebenarnya kalian sembunyikan dariku? Ingatan apa yang hilang? Aku benar-benar tidak mengerti." Kepalaku tertunduk, menatap kakiku yang ku ayun-ayunkan.

"Kena, kami tidak bermaksud--"

"Ingatanku diambil, dan kalian merahasiakan sesuatu dariku. Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Dan ..." Aku menutup kedua mataku dengan tanganku, mencoba menghambat air mata yang mulai berjatuhan. "Siapa ... ibuku?"

Hening, tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Suasana mencekam kembali membanjiri sekitar. Baik Miss Rosseline maupun Miss Wanda, tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Suasana hening berlanjut hingga suara ketukan pintu berbunyi.

"Maaf, permisi." Pintu terbuka bahkan sebelum Miss Wanda memberikan izin masuk. Dari balik pintu, muncul sosok Sena dengan tumpukan kertas di pelukannya. "Aku ingin mengantarkan data penyusup beberapa minggu terakhir ini."

"Ah, terima kasih Sena." Miss Wanda menerima tupukan kertas dari Sena. "Sena, selagi kamu disini, bisa tolong jelaskan sesuatu kepada Kena? Kamu juga terlibat insiden waktu itu, kan? Aku ingin menjelaskan, tapi aku tidak tahu harus bagaimana." Wanita itu menggepalkan tangannya erat-erat, matanya tersirat penyesalan yang begitu mendalam.

"Tidak perlu," kataku dengan pelan. "Aku bisa mencari tahu sendiri."

"Tidak apa-apa," Sena menimpa perkataanku dengan nada datarnya. "Lagipula, sudah tugasku sebagai patnermu untuk membantu."

Menyakitkan.

"Baiklah, kalau begitu aku akan memberikan kalian izin keluar"

Hanya karena aku patnernya,

"Kembalilah sebelum matahari tenggelam."

Dia mengatakan hal seperti itu.

"Baik, miss." Sena menerima surat izin keluar dari Miss Wanda, kemudian membungkuk kecil. "Ayo, Kena."

Aku hanya menurut dan berjalan mengekori dari belakang sembari menunduk, tanpa sepatah kata pun seperti biasa. Kami jalan bersama menelusuri lorong, taman, gedung sekolah yang megah, dan akhirnya keluar sekolah tanpa berbicara seperti biasa.

Kami tiba di alun-alun kota. Ramai, banyak sekali orang-orang disana. Padahal, aku selalu ingin pergi ke pusat kota, tapi entah mengapa aku merasa sangat tidak peduli dengan sekitar. Sena berhenti melangkah, membuatku ikut berhenti.

"Ada apa?" Sena membuka pembicaraan untuk pertama kalinya.

Aku masih menunduk dalam kebisuan yang kelam. Setelah beberapa menit aku membisu, Sena kembali membuka suara.

"Apa aku ada salah?"

Aku mendesis pelan, hatiku merasa kesal. "Kau tidak menyadarinya?"

Sena terdiam, membuatku semakin geram.

"Kenapa kamu membantuku? Karena aku adalah patnermu? Kenapa? Kenapa kamu selalu bicara seperti itu dan membuat kesan bahwa kamu terpaksa membantuku?!"

"Aku ..."

"Apa kamu tidak tahu rasanya menyesakkan?!" Aku menarik kasar kerah baju Sena dengan penuh emosi. "Apa kamu tahu rasanya seperti ditimpa ribuan besi?!" Cairan panas mulai membanjiri mataku, membuat pandanganku sedikit buram. "Aku ... selalu membebani orang, siapapun itu! Jadi, kumohon jangan tambah bebanku dengan perkataan menyakitkanmu!!" Aku berteriak hingga suaraku serak, tidak peduli masyarakat sekitar memperhatikan kami dengan tatapan aneh yang memuakkan. Aku ... sudah tidak kuat.

"Kena," Sena menggenggam tanganku yang sedang menarik kerahnya. "Maafkan aku."

Aku terhisak pelan, mengapa Sena meminta maaf? Itu sama sekali tidak membantu.

"Maafkan aku, aku tidak tahu kalau aku menyusahkanmu." Dia menunduk, kemudian menarik tubuhku hingga masuk kedalam pelukannya, membuatku jantungku nyaris berhenti berdetak. "Maaf jika aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk selalu melindungimu. Maaf, maaf, aku benar-benar minta maaf!"

Untuk pertama kalinya aku mendengar suara Sena dari dekat dan dengan nada yang begitu memilukan. Air mataku belum berhenti, dan aku masih terisak-isak, namun, tangisanku bukanlah tangis histeris seperti tadi.

Ini, tangisan untuk meluapkan semua bebanku.

"Kena, kamu boleh menangis sesukamu, aku ada disini untukmu." Sena mengeratkan pelukannya. "Aku membantumu, karena kemauanku, bukan karena paksaan. Karena, akulah yang menginginkanmu menjadi patnerku, akulah yang meminta Miss Rosseline untuk menjadikanmu patnerku."

"Ke ... napa ..?" Tanyaku disela isakan tangisku.

"Karena itu keinginanku."

Aku memejamkan mataku, aroma tubuh Sena begitu menenangkan, membuatku teringat kepada sesuatu yang telah lama kulupakan. Aku membuka mataku, kemudian melepas pelukannya. "Terima kasih, aku sudah baik-baik saja."

Sena menatapku cemas. "Sungguh?"

Aku mengangguk. "Maaf karena aku melampiaskan seluruh emosiku padamu, padahal kamu tidak salah apa-apa."

"Bukan masalah," Sena tersenyum tipis. "Karena kamu adalah temanku yang berharga."

Aku tersenyum lega. "Baiklah, kalau begitu, ayo."

"Kemana?"

"Mencari jawaban atas hidupku." Jawabku dengan semangat. Kini, beban yang menyayat hatiku telah terluapkan, membuatku merasa lega.

"Tidak mau aku ceritakan apa yang aku tahu?" Tanya Sena memastikan.

"Mau, tapi ..." Aku menarik lengan Sena. "Kita cari dulu jawaban pertanyaan tentang masa laluku yang sesungguhnya."

"DImana?"

Aku menatap Sena dengan senyum mengembang sempurna. "Tentu saja di Perpustakaan Sentral!!"

To Be Continue ...

Magic Cafe

Vara: Ululululuuuu..!! Kena udah gede ya!

Kena: //blushing. Uwaaa! Dasar Author laknat yang suka gantungin pembaca!!! Adegan apa yang kamu tulis itu hah?!

Sena: ... //diam-diam ikutan blushing. //pergi dari tempat syuting.

Yura: Whaaa, Kena udah gede yaa! Pj nya jangan lupa ya!

Lizzy: Omong-omong kamu belum mentraktir kita lho! Mana janjimu saat malam Halloween?

Kena: Whaaaaa!! Maafkan aku! //salting. //kabur dari tempat syuting.

Vara: Fufufufufu... Kena ternyata diam-diam ubur-ubur

Lizzy: Diam-diam menghanyutkan kali, senpai.

Vara: Ya apapun itu, intinya stay tune aja ya!!

Yura: Lho, terus magic cafe nya?

Vara: Ehehehe, libur dulu ya! Otak Vara lagi macet heheheee

Yura: ...

Lizzy: ...

Yura: Lizzy, pergi yuk?

Lizzy: Bentar, aku tutup dulu corner ga berfaedah ini

Vara: EH Tung--

See you next path!

Vara: Yhaaa, udah di tutup -_-

[A/N Gomenne, judul besarnya Vara ganti ya! Kan awalnya Magical: School of magic,
Vara ganti jadi The Tales: School of magic. Kalo kalian tanya kenapa, Vara rasa judul besarnya terlalu monotom -_-, Wkwkwkwkkwkk Vara kan super gaje + labil, jadi..... so....... maapkan :v]

EDITED

Eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeh!!!!!! Demi apa pas aku lagi benerin ulang part ini tiba-tiba kepencet 'mempublikasikan'?!!!
Hmmmmmmmmm....... mungkinkah ini yang dinamakan rejeki anak soleh? :v

Yowes lah, berarti hari sabtu tetep update, tapi gak double update yaaaaaa

wong part nya kepublish duluan :p

Oke dahhhhhhhhhhhh see you!

Published 21-11-18

New A/N 17-12-21

Sebentar, aku capek republishin satu-satu. Istirahat dulu 😭🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro