IV. The Conclusion of the Universe

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

THE CONCLUSION OF THE UNIVERSE

Conclusion:
A judgment or decision reached by reasoning.

...

Kafe itu tampak ramai. Sasha tidak yakin apa daya tariknya, tapi kafe ini salah satu tempat yang direkomendasikan harus dikunjungi jika sedang berada di Surabaya. Kafe ini memang terlihat mewah, tapi sepertinya tidak berbeda dari kafe pada umumnya. Berhubung ini hari terakhirnya di Surabaya, tidak ada salahnya dia datang ke sini.

Dua tahun sudah berlalu. Sasha sudah menyelesaikan koas dan sedang menunggu sumpah jabatan. Dia memutuskan untuk berlibur ke Surabaya sejenak. Selain untuk beristirahat sesaat sebelum mulai bekerja, dia juga ingin mengunjungi Jericho yang baru saja mendapat pekerjaan di kota ini.

"Aku juga nggak ngerti, tapi katanya di kafe ini suka ada live music di akhir pekan," ujar Jericho seraya melepas helm. "Banyak musisi terkenal manggung di sini."

"Jadi keinget Etimologi," sahut Sasha.

Sudah ada musisi baru yang mengisi di Etimologi di akhir pekan. Dia lulusan sebuah institut seni, sehingga suara dan kemampuannya jauh lebih baik dibandingkan Revan. Astaga, mengingat Etimologi membuat Sasha jadi bertanya-tanya lagi tentang Revan.

Jericho menggenggam tangan Sasha, dan bersama-sama mereka memasuki kafe. Suara sang musisi mulai terdengar jelas. Sasha merasa seperti mengenali suaranya, tapi dia tidak bisa mengingat-ingat di mana dia pernah mendengar suara ini. Suasana kafe yang ramai membuatnya kesulitan melihat si penyanyi. Mungkin lagu si penyanyi sering diputar di radio, jadi Sasha pernah mendengarnya walau sekilas.

Seorang pelayan mengantarkan mereka ke sebuah meja yang masih kosong. Dari sana, mereka mendapatkan pandangan yang cukup jelas ke area panggung. Setelah memesan, Sasha akhirnya bisa melihat siapa orang yang mengisi di kafe malam ini.

Dia tertegun melihat Revan di atas panggung.

Penyanyi itu memang tampak necis. Dia memakai kemeja biru tua dan jas putih bersih. Potongan rambutnya begitu rapi, dan dia terlihat jauh lebih berisi dibandingkan Revan yang diingat Sasha. Tapi Sasha tidak bisa memungkiri kalau penyanyi ini Revan. Terutama saat dia mengangkat kepalanya dan menatap tepat pada Sasha.

Sasha jadi bertanya-tanya apa yang terjadi pada Revan selama dua tahun ini. Joko, penghuni Lentera Damai yang membantunya kabur, benar-benar tidak mau memberitahunya ke mana Revan pergi. Setelah beberapa lama, Sasha menyerah, dan dia berusaha tidak memikirkannya lagi. Melihat Revan di sini, mengejar mimpinya dengan penampilan serapi itu, membuat seluruh pertanyaan Sasha terjawab sudah.

Lagu berakhir, dan Revan turun dari panggung. Dia berjalan ke arah meja Sasha dan Jericho, lalu menarik satu kursi dan duduk di sana tanpa izin terlebih dahulu.

"Kalian udah jadian, ya?" tanya Revan begitu duduk di sana.

"Kenapa lo pergi nggak bilang-bilang?" Sasha mengabaikan pertanyaan Revan sepenuhnya.

Revan mengedikkan bahu. "Biar lo nggak dikejar-kejar bos kampret gue."

"Lo bisa seenggaknya ngasih tau gue."

"Lebih baik lo nggak tahu sama sekali."

Sasha sudah akan membalas saat Jericho menenangkannya. Sekarang memang bukan waktunya kesal. Sasha menghela napas. "Lo udah sukses, kayaknya."

"Lumayan, lah. Gue udah punya satu lagu. Responsnya lumayan bagus. Sekarang gue kebanyakan ngisi di kafe."

Setidaknya semuanya berakhir baik untuk Revan. Sasha tersenyum. Sepertinya semesta sudah tidak kampret pada Revan lagi.

"Masih banyak kekampretan semesta, tapi nggak separah dulu," sambung Revan, seakan-akan tahu apa yang dipikirkan Sasha. "Sebentar. Gue sekarang punya ponsel kalau lo mau ngehubungi gue. Siapa tau ada kerjaan manggung yang mau lo tawarin, atau cuma kangen. Eh. Lo sekarang udah punya pacar, ya? Nggak boleh kangen sama cowok lain. Maaf, Jer."

Sasha mendengus, sementara Jericho tertawa. Revan mengeluarkan sebuah kartu dari kantongnya, lalu menuliskan sesuatu di belakangnya. Setelahnya, dia menyerahkannya pada Sasha, selagi beranjak dan kembali ke panggung. Sasha membalik kartu itu. Tulisan Revan berantakan, tapi masih cukup terbaca.

Semesta kadang kampret, tapi nggak apa-apa. Manusia memang harus berjuang melawan kekampretan semesta.

Suara Revan bergaung di seluruh kafe. "Lagu berikutnya adalah lagu saya yang terbaru, tapi sayangnya belum bisa dirilis. Kalian akan jadi pendengar pertama lagu ini. Saya mempersembahkannya untuk seorang teman, yang sudah membantu saya di saat sulit. Untuk Sasha, terima kasih atas semua yang udah lo perbuat saat semesta sedang kampret. Lo yang terbaik."

Sasha tersenyum dan tidak bisa berhenti.

[THE END]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro