19. Jevin Goreng Tepung

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Naya, Jevin, dan Hechan akhirnya berangkat bersama ke toko kue dengan mobil Jevin. Naya sedikit bersyukur karena Hechan memaksa untuk ikut. Setidaknya suasana tidak menjadi canggung dibandingkan hanya berdua. Bisa ditebak, selama perjalanan hanya ada suara Hechan dan Jevin yang mengobrol santai. Naya memilih membenamkan diri dengan dunia sosial media.

Sesungguhnya Naya tidak terlalu mahir dengan cara membuat berbagai macam kue dan roti. Setahunya, membuat donat tidak semudah kelihatannya. Karena Jevin yang terus mendesaknya, Naya akhirnya setuju untuk memasak bersama.

Sesampainya di toko kue, Naya hanya berdiri di sisi Jevin. Ia membiarkan cowok itu membeli semua bahannya. Sesekali Jevin menjelaskan hal-hal kecil, seperti tentang berbagai macam tepung, pilihan rasa, dan sebagainya. Naya jadi banyak belajar baru darinya. Ia merasa Jevin tidak seburuk itu, yah, Naya hanya masih sering kaget dengan skinship yang sering cowok itu lakukan secara tiba-tiba.

Hechan merasa tersisih. Karena tak tahu sama sekali dengan urusan dapur, cowok itu membuntuti langkah kaki Naya dan Jevin dari belakang. Dia tidak berani menginterupsi. Naya terlihat sangat antusias mendengar penjelasan dari Jevin. Alhasil, Hechan justru hanya bersikap sebagai juru angkut barang belanjaan.

Hechan dan Jevin meletakkan barang-barang belanjaan di atas meja pantry. Hechan yang kelelahan langsung balik badan, menuju kamarnya. Naya menahan tawa. Wajah Hechan sudah tidak karuan.

"Gue ganti baju dulu ya," pamit Jevin pada Naya. "Nggak lama kok."

Naya mengangguk. Gadis itu juga berjalan ke atas menuju kamarnya. Ia sudah tidak sabar belajar hal baru tentang membuat donat.

Jevin sudah ada di dapur, sedang menyiapkan bahan dan peralatan ketika Naya sudah selesai berganti pakaian. Baru pertama kali ini Naya melihat cowok itu pakai celemek. Berbeda dengan Naya, Jevin hanya akan memakai celemek ketika sedang membuat makanan besar saja, kalau masak sehari-hari yang cepat, cowok itu terlalu malas pakai celemek.

Naya mengikat rambutnya menjadi satu ke atas. Gadis itu memakai celemeknya, miliknya sendiri yang kemarin ia beli bersama Hechan. Naya berdiri di sisi Jevin yang sedang menimbang tiap bahan.

"Aku bantu apa, Kak?" tanya Naya.

"Bikin bahan biangnya dulu ya," ucap Jevin sambil meletakkan ragi instan, susu cair, dan gula pasir ke hadapan Naya. "Ini lo panaskan dulu susunya. Sampai hangat aja. Setelah itu, masukin ragi sama gula pasirnya. Aduk terus sampai rata. Tunggu 20 menit, sampai berbusa gitu deh pokoknya."

"Ini takarannya sudah sesuai semua, Kak?" tanya Naya sambil mengambil panci dari tempat penyimpanan.

"Sudah kok," jawab Jevin yang sedang berusaha membuka bungkus tepung terigu tinggi protein. "Tinggal lo masukin aja."

"Uhuk, uhuk," Jevin terbatuk.

Naya menoleh, melihat alasan Jevin tiba-tiba terbatuk. Gadis itu tertawa lebar. Ia meletakkan cangkir takar bekas susu cair yang baru ia masukkan ke dalam panci.

"Kok bisa gini, Kak?" tanya Naya tak bisa berhenti tertawa.

Jevin tak menjawab. Cowok itu tetap memejamkan matanya. Ia terus terbatuk. Saat mencoba membuka bungkus tepung terigu, Jevin salah perhitungan dan malah mengotori wajahnya dengan bubuk putih itu. Alhasil beginilah wajah tampannya sekarang.

Naya mendekat. Ia menyuruh Jevin untuk menunduk. Gadis itu menyapukan tepung dari wajah Jevin dengan bantuan selembar tisu. Cowok itu diam saja, membiarkan Naya membantunya sambil sesekali tertawa.

"Maaf ya," ucap Naya sebelum menyentuh wajah Jevin secara langsung. Ia lelah memakai tisu yang tidak terlalu membantu. Gadis itu membersihkan wajah Jevin dengan hati-hati. Ia membelai lembut, menyapu bubuk putih dari area mata Jevin.

"Kak Jevin ternyata bisa ceroboh juga," ucap Naya tak berhenti bekerja. Ia mengusap rambut bagian depan Jevin yang ikut terlumuri tepung. Impiannya untuk merasakan rambut gulali itu tercapai juga. "Udah siap goreng, jadi Jevin goreng tepung."

Jevin membuka mata. Ia melihat lekat-lekat wajah Naya dari dekat. Jarak mereka saat ini kira-kira hanya empat puluh sentimeter. Sedekat itu.

"Siapa yang mau makan?" tanya Jevin lembut.

"Eh?" Naya terkesiap. Pandangannya bertemu dengan manik mata Jevin.

Jevin tersenyum manis. Tatapan matanya melembut. "Lo mau makan Jevin goreng tepung?"

Naya tergagap. Tangannya refleks mendorong mundur bahu Jevin agar menjauh. Gadis itu membalikkan tubuhnya, kembali menghadap kompor. Tangannya bergerak menyalakan kompor. Ia pura-pura tidak mendengar pertanyaan Jevin tadi.

Jevin mendengus geli melihat reaksi gadis mungil itu. Ia menepuk puncak kepala Naya pelan dari belakang dan melanjutkan kegiatannya.

"Makasih, Naya."

Jevin sudah selesai mencampurkan bahan untuk adonan donat, tinggal kurang biang yang sedang dibuat oleh Naya. Cowok itu beralih menaburi tepung di loyang yang akan ia gunakan sebagai tempat untuk donat yang telah ia bentuk. Jevin beralih ke meja makan, membersihkan permukaannya, menggelar kertas roti dan menaburi tepung sebagai persiapan tempat untuk menguleni adonan donat.

"Sudah selesai, Kak," ucap Naya memberitahu.

"Tunggu sampai agar berbusa gitu," jawab Jevin.

Pekerjaan berlanjut. Setelah siap, Jevin mencampur bahan biang ke dalam mangkuk adonan donat yang sudah ia racik sebelumnya. Tangan cowok itu bergerak dengan terampil. Ia mulai mengaduk sampai rata. Jevin meminta tolong Naya untuk menambahkan garam dan mentega tawar. Gadis itu menurut. Kini Jevin sedang menguleni adonan hingga kalis.

"Nah, sekarang kita tunggu 30 menit sampai mengembang," ucap Jevin. "Tolong ambilkan lap bersih, Naya."

Naya bergerak cepat mematuhi permintaan Jevin. Gadis itu berlaku sebagai asisten yang baik. Bahkan Naya menyalakan timer tanpa perlu disuruh.

"Nunggu sambil nonton TV yuk," ajak Jevin sambil mencuci tangan.

Naya pergi dulu ke ruang tengah. Ia mengambil remote TV dan mencari channel HBO. Jevin menyusul kemudian dengan sekaleng cola di tangan kanannya. Cowok itu memilih duduk di single sofa.

Naya larut dalam tontonannya. Harry Potter and the Half blood Prince. Sudah berkali-kali membaca bukunya maupun menonton filmnya, gadis itu tetap tidak bosan dengan alur ceritanya. Akhirnya Jevin dan Naya terlibat dalam percakapan asyik seputar film.

Timer berbunyi nyaring. Kedua orang itu bergegas kembali ke dapur. Masih sambil asyik mengobrol tentang series movie lainnya, tangan mereka aktif bekerja.

Jevin mengajari Naya dengan sabar untuk membuat adonan bulat-bulat kecil dengan berat sekitar 30 gram. Setelah didiamkan 10 menit, mereka kembali bekerja membentuk lubang di tengah adonan. Naya sempat terpaku melihat kemampuan tangan Jevin yang bergerak cepat dan terampil.

"Nah, tunggu lagi 40 menit," ucap Jevin sambil menutupi adonan donat dengan kain bersih.

"Lama banget, Kak," keluh Naya.

Jevin tertawa kecil. "Sabar. Habis ini tinggal digoreng. Sudah laper, ya?"

Naya menggeleng lucu. "Bukan laper, tapi penasaran aja sama rasanya. Ini pertama kalinya aku belajar bikin roti."

Jevin tersenyum. Lagi-lagi ia menepuk puncak kepala Naya pelan. "Lo tunggu sambil nonton lagi aja gih. Gue mau ke kamar dulu sebentar."

Naya akhirnya kembali ke depan TV. Ia menonton Harry Potter sembari memeluk bantal sofa. Karena tidak ada Jevin, tidak ada yang mengajaknya ngobrol. Kedua mata gadis itu memberat, mulutnya menguap lebar. Tak lama kemudian, Naya terlelap dengan posisi duduk menunduk.

Jevin datang sambil membawa laptopnya. Senyumnya mengembang melihat Naya yang tertidur sambil mengangguk-angguk. Cowok itu menepuk pundak Naya pelan, berusaha membangunkannya.

"Naya, kalau ngantuk, tidur yang bener. Nanti kepalanya sakit," ucap Jevin.

Naya membuka matanya setengah. Ia terlihat masih belum sadar penuh. Bukannya pindah ke kamar, gadis itu justru merebahkan tubuhnya di atas sofa. Jevin terkekeh melihat sikap Naya yang menurutnya sangat imut.

Cowok itu kembali ke kamarnya sendiri. Semenit kemudian ia kembali dengan selimut di tangan. Dengan hati-hati, Jevin menyampirkan selimut pada tubuh Naya. Gadis itu menggeliat kecil dengan mata tetap terpejam. Jevin berjongkok tepat di depan wajah Naya. Ia menepuk-nepuk kepala gadis itu lembut. Naya kembali tidur dengan nyenyak.

Selama beberapa saat, Jevin hanya diam mengamati wajah damai Naya. Tatapannya melembut. Senyumnya tak luntur. Perlahan, tangannya bergerak menarik kacamata yang masih dipakai gadis itu dan meletakkannya di meja.

"Cantik," lirihnya. Tangannya tak berhenti mengelus puncak kepala Naya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro