28. Curhatan Naya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kak Hechan," panggil Naya lirih. Ia duduk di sebelah cowok itu yang lagi sibuk makan kue kering buatan Jevin.

"Kenapa?" tanya Hechan.

"Yang lain kemana?" tanya Naya hati-hati.

"Belum pada pulang kayaknya," jawab Hechan tanpa mengalihkan pandangan dari layar TV. "Dari tadi sih belum ada orang yang keliatan."

Naya bersila. Ia duduk menghadap Hechan. Tangannya ikut mencomot kue kering dari dalam toples.

"Aku mau curhat, Kak," ucap Naya, sok misterius.

"Sok atuh," jawab Hechan.

"Ih, serius, Kak," balas Naya sambil memukul lengan Hechan kesal.

Hechan mengelus lengannya yang terasa panas. Ia menoleh ganas ke arah Naya. Bener deh, nih cewek satu makin berani sama Hechan. Bahkan kayaknya makin dekat. Dikit-dikit yang dicari Hechan.

"Maaf, maaf," ucap Naya sambil meringis. Ia mengelus lengan Hechan sebagai permintaan maaf. Masih marah, Naya menyuapkan satu potong kue kering ke dalam mulut Hechan.

"Lanjut. Katanya mau curhat?" tanya Hechan. Dia tidak tahan marah berlama-lama dengan Naya. Kelewat manis anaknya.

"Kakak ngajakin aku pergi," ucap Naya sebagai pembukaan. "Kak Mark," lanjut Naya sebelum ditanya.

"Bagus dong," sahut Hechan.

"Ke gembira loka."

"Ketemu kembaran?" Lagi, Hechan mendapat pukulan panas di lengannya.

Hechan akhirnya mematikan televisi dan ikut duduk menghadap Naya. Jadi, kini ia mereka berdua duduk sila saling berhadapan. Diantaranya terdapat toples.

"Ya, bagus, kan? Setelah sekian lama akhirnya kalian berdua jalan. Mark jadi nggak perlu iri lagi sama yang lain," ucap Hechan. Kali ini lebih serius.

"Kak Mark mau ajak Kak Lia," ucap Naya sambil merengut. "Nanti aku jadi obat nyamuk."

"Eh, kok malah bawa pacar, sih," komentar Hechan. "Bilang lah, protes."

Naya menggeleng. "Katanya sekalian biar aku kenal sama Kak Lia."

"Nggak gitu juga." Kali ini Hechan yang kesel. "Kan kalian udah dari lama mau jalan berdua, tapi nggak nemu waktu yang pas. Giliran bisa, masa bawa cewek?"

"Nah, itu dia," sahut Naya. "Kata Kak Mark gitu. Susah nyamain waktu bertiga. Jadi mumpung pas, ya jalan."

Hechan diam. Mulutnya berhenti mengunyah. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bener juga sih," lirihnya.

Naya mengerucutkan bibirnya lucu. "Jadi gimana nih, Kak?"

"Ya sudah, nggak gimana-gimana. Ikut aja," jawab Hechan tak membantu.

"Kak Hechan tahu Kak Lia yang mana orangnya?" tanyanya.

Hechan tampak mengingat-ingat. "Kayaknya Mark pernah bawa ke rumah. Bentar banget, langsung jalan lagi mereka."

Naya buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku hoodie. Tangannya bergerak cepat membuka aplikasi Instagram. Ia mencari sebuah foto di akun Mark. Naya menunjukkan layar ponselnya pada Hechan.

"Foto kapan, nih?" Tawa Hechan pecah. "Mark masih kurus banget."

Naya mendengus kesal. Hechan malah salah fokus jadinya. Naya ikut melihat foto itu. Iya sih, kakaknya masih kurus, tapi tetep ganteng kok.

"Postingnya sih satu tahun yang lalu," jawab Naya. Ia menunjuk satu orang cewek yang berdiri di sebelah Mark, terlihat tangan kakaknya itu merangkul bahu cewek tersebut dengan akrab. "Ini bukan orangnya?"

"Mana? Mana?" tanya Hechan. "Gedein dikit. Kecil banget, nggak keliatan."

Naya memperbesar foto itu dengan ibu jari dan jari telunjuknya. Hechan dan Naya melihatnya bersama. Kepala mereka hampir dempet kalau dilihat dari belakang.

"Oh, lagi ghibah Kak Mark ternyata."

Naya dan Hechan kaget oleh suara Rendra yang tiba-tiba ikut bergabung. Cowok itu melihat Hechan dan Naya bergantian. Ia terlihat lega karena keduanya kini kembali menjauh.

"Kak Rendra jangan ikut kasih tahu Kakak, ya," ucap Naya memberi peringatan.

"Sini ikut ghibah aja, Dra," ucap Hechan. Tangannya kembali mencomot kue.

Rendra mengibaskan tangannya sekilas. Cowok itu meletakkan tas kuliahnya di armchair. Ia berlalu menuju kamar mandi, meninggalkan Hechan dan Naya yang kembali berbincang.

"Bener yang itu bukan?" tanya Naya mengembalikan topik pembicaraan.

"Kayaknya sih iya. Cantik sih tapi orangnya," ucap Hechan.

Naya kembali mengutak-atik ponselnya. Ia menekan nama sang cewek yang diberi tanda tag oleh Mark. Halaman berubah menjadi tampilan feed Instagram si cewek.

"Ini Kak?"

Hechan menerima ponsel Naya. "Wih, badai cuy. Cantik bener."

Naya kembali cemberut. Benar dugaannya. Hechan saja bilang Kak Lia cantik. Naya merasa menjadi kentang jika berdampingan dengannya.

"Eh, kayaknya gue inget orang ini deh," seru Hechan tiba-tiba. "Bentar," lanjutnya. Ia kemudian membuka ponsel sendiri.

"Bener. Dia pernah masuk Instagram cantik UGM!" ucap Hechan. Ia menyodorkan ponselnya pada Naya.

Naya makin merengut. Beneran jadi kentang ini mah, pikirnya.

"Oh iya, dia tuh dewi arsitektur," ucap Hechan lagi. "Yah, kakak lo juga masuk ganteng UGM sih. Cocok mereka berdua."

"Aku sama Kak Lia beda banget ya?"

"Ya, beda lah," sahut Hechan cepat. "Nggak ada orang yang sama murni di dunia ini. Dia ya dia. Lo ya Naya."

Senyum Naya terbit. "Jadi, gimana?"

"Yah, kalau lo mau biar foto lo masuk akun cantik UGM, posting foto wajah di Instagram dong," ucap Hechan salah sasaran.

"Jangan, Naya," Rendra yang sudah kembali ikut bicara. "Jangan umbar-umbar wajah. Lu cantik, kok."

Naya melihat ke arah Hechan dan Rendra. "Ih, maksud aku bukan gitu. Aku juga nggak mau foto aku dimasukin ke akun begitu."

"Jadi, aku harus gimana biar nggak kalah dari Kak Lia?" tanya Naya dengan lebih jelas.

"Percaya diri aja," ucap Hechan. "Lagian Mark kan kakak kandung lo. Jahat banget sih kalau sampai dia lebih milih ceweknya dibanding lo."

"Yang harusnya gugup tuh, malah pacarnya Mark. Secara, dia mau ketemu lo, anggota keluarga Mark," sambung Hechan.

Naya mengangguk-angguk. Ia kembali melihat foto Lia di ponsel. Gadis itu keluar dari aplikasi Instagram dan meletakkan ponselnya di atas meja.

"Lagian, lo salah orang. Kalau mau tahu tentang tuh cewek jangan tanya ke gue. Tanya ke Jeno tuh, sama-sama anak teknik."

Telinga Rendra menegak mendengar nama Jeno di sebut. Ia melihat ke arah Naya dengan raut wajah penasaran.

"Nggak ah, aku masih takut sama Kak Jeno," ucap Naya. Gadis itu jadi duduk bersandar di sofa. Pandangan matanya melihat ke arah layar TV yang dimatikan.

"Emang agak serem sih anaknya," sahut Hechan.

"Tapi, kayaknya, Kak Jeno nggak seseram itu, iya nggak sih?" tanya Naya penuh rasa ingin tahu. Ia melihat ke arah Hechan yang masih asyik ngemil. "Misterius mungkin, ya? Bukan serem?"

"Mungkin," jawab Hechan sambil mengangkat kedua bahunya. Tidak peduli.

Naya jadi teringat dengan kejadian tempo hari. Saat hanya ada Jeno dan dirinya di rumah. Itu kali pertama Naya tertawa bersama Jeno. Ternyata cowok itu tidak seburuk yang Naya bayangkan.

--

Rumah utama sudah gelap ketika cowok itu masuk. Jeno berniat mengambil air minum dari dispenser. Namun tatapannya justru terarah pada tangga yang menuju lantai dua. Ia seperti mengharapkan seseorang turun dari sana.

Tangan Jeno bergerak membuka laci. Ia meraih botol multivitamin dengan nama Naya dan Rendra tertulis di tutup botolnya. Jeno menggoyangkannya sebentar, masih banyak isinya. Benar saja, ketika ia membuka, botol tersebut masih penuh berisi.

"Pantes. Ternyata lu yang sering curi vitamin."

Rendra muncul dari ruang keluarga. Cowok itu berjalan santai dengan sebelah tangan berada di dalam sakunya. Rendra meraih botol multivitamin yang masih berada di tangan Jeno.

"Lo isi ulang?" tanya Jeno penasaran.

Rendra tidak menjawab. Setiap malam, Rendra dan Naya memang jadi rutin minum multivitamin. Namun kecurigaan Rendra terbukti benar, ada seseorang yang membuat isi botol tersebut lebih cepat habis. Alhasil, Rendra jadi membeli vitamin dengan merek yang sama, mengganti tutupnya, dan meletakkan di dalam laci yang ia sepakati dengan Naya.

Jeno berdiri bersandar pada kitchen kabinet di balik punggungnya. Cowok itu melihat ke arah Rendra. Tatapan matanya datar.

"Jangan diambil lagi. Lu beli sendiri aja," ucap Rendra kembali meletakkan botol tersebut di tempat semula.

"Lo suka sama Naya?"

Rendra tidak jadi berjalan menjauh. Cowok itu kembali menoleh ke arah Jeno. Kali ini ia tidak segan menunjukkan kemarahan dalam matanya.

"Jangan ganggu Naya."

"Nggak nyambung," balas Jeno sambil mendengus geli. "Nggak ada gunanya juga mengelak."

"Lu mau apa sebenarnya?" tanya Rendra, ia masih berusaha menahan suaranya.

Jeno diam. Ia pun tidak yakin mengapa malam ini dirinya justru mengonfrontasi Rendra. Selama ini Jeno selalu diam, hanya menjadi pengamat. Namun entah mengapa Jeno tidak bisa menahan diri lagi. Ia ingin membuat Naya menjadi bagian dari hidupnya.

"Tidur, Dra," suruh Jeno. Cowok itu balik badan dan berjalan kembali menuju kamarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro