32. Birthday Party

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dra," panggil Mark tanpa melepaskan pandangannya dari layar ponsel. "Hal yang lagi diperlukan sama anak tahun pertama jurusan kedokteran apa?"

"Hidayah." Sambar Hechan asal. "Adek lo sedih tuh, kemarin katanya nggak lulus ujian anatomi."

"Yang bener?" tanya Mark kaget. "Adek gue pinter, Chan."

"Memang sulit kok," ucap Rendra menenangkan. Ia berdeham kecil untuk menjawab pertanyaan Mark sebelumnya. "Nggak ada hal khusus, Kak. Memang Naya kenapa?"

"Bentar lagi ulang tahun," jawab Mark. Ia kembali melihat aplikasi toko online di ponselnya. "Gue bingung mau kasih apaan."

"Bikin surprise party aja," usul Hechan semangat. Berasa dia yang mau ulang tahun.

Mark mengetuk-etukkan jarinya di dagu. "Malem-malem gitu? Kasihan. Adek gue nanti kurang tidur. Besoknya kan juga kuliah."

"Ih, kaku amat lo Mark. Memang bakal berapa lama sih? Nggak sampai satu jam paling," hasut Hechan. "Lagian, lo nggak pernah bikin kejutan tengah malam, kan? Naya pasti kaget nanti."

"Gue nggak tahu harus ngapain kalau sampai bikin kejutan gitu," ucap Mark masih tidak setuju.

"Kalau itu, serahkan urusannya pada master Hechan. Lo tinggal siapin bahan yang nanti gue list kasih ke lo," jawab Hechan percaya diri. "Plus, anak-anak ikutan aja semua. Biar rame."

"Maksud lo, Jevin Jeno juga ikutan?" tanya Rendra tak yakin. Ia masih merasa terancam karena kehadiran dua cowok itu mengancam dirinya untuk mendapatkan perhatian lebih dari Naya.

Hechan mengangguk. "Lo juga ikutan, Dra."

Mark akhirnya mengangguk. "Masalah party mah, beres. Gue bingung mau kasih hadiah apa nih."

"Ah elah, kado untuk pacar aja tahu, masa kado untuk adek sendiri bingung," ejek Hechan.

Mark menoyor kepala Hechan kesal. "Karena dia adek gue, jadi gue harus ekstra hati-hati. I'll put a lot of effort, untuk bikin dia seneng."

"Cielah," ejek Hechan sambil tersenyum lebar. "Cari tahu aja dia butuhnya apa. Nggak usah muluk-muluk, Naya pasti suka kalau lo yang kasih." Mark hanya manggut-manggut.

"Memang kapan sih?" tanya Rendra penasaran. "Ulang tahun Naya."

"Hari Jumat besok."

--

Keempat cowok itu berusaha menahan tawa sambil melihat satu arah. Jeno yang dipandang jadi tampak jengah. Cowok itu ingin melangkah kembali ke kamarnya, namun buru-buru ditahan oleh Jevin.

"Babi lo semua," umpat Jeno kesal. Ia akhirnya tidak jadi pergi.

Jeno saat ini memakai topi berbentuk kerucut di kepalanya. Sama seperti yang lain. Hanya saja, jarang-jarang mereka melihat Jeno menurut untuk diajak berkumpul seperti ini. Apalagi Hechan merencanakan semua ini tidak sembarangan. Jevin dan Hechan membawa balon. Mark membawa kue. Rendra dan Jeno berhasil mendapat tugas, setelah dipaksa, yaitu untuk meniup terompet membangunkan Naya.

"Pelan-pelan," ucap Mark yang berjalan di depan memimpin menaiki tangga. Ia kenal betul bahwa telinga sang adik cukup peka untuk membuatnya cepat terbangun.

Begitu sampai lantai dua, Hechan langsung melangkah mendahului Mark. Ia mengedikkan dagunya, menyuruh Jeno dan Rendra masuk duluan membangunkan Naya.

Jeno dan Rendra saling pandang selama beberapa saat. Mereka berdua malah berebut untuk membuka pintu terlebih dahulu. Mark sampai kesal sendiri melihatnya. Kalau saat ini ia sedang tidak membawa kue, sudah pasti ia tidak akan membiarkan dua orang itu untuk masuk lebih dulu.

"Jangan pakai terompet," bisik Rendra pada Jeno.

Jeno memandangnya sebentar. Ia kemudian mengangguk.

Rendra menekan handle pintu. Tidak dikunci. Pria itu membukanya perlahan. Ia memberi kode agar keempat orang di belakangnya ikut masuk.

Jeno berjalan tegak mendahului Rendra. Curi start. Cowok itu sudah berdiri di sisi tempat tidur Naya. Ia mengamati wajah damai itu sejenak. Tak tega rasanya untuk membangunkan.

"Naya," panggil Rendra lirih. Ia sedikit membungkuk dan mendekat.

"Hm?" gumam Naya. Ia tidak membuka matanya. "Apa, Kak?"

Kelima orang itu saling pandang sejenak. Mereka tidak yakin siapa "Kak" yang dimaksud gadis itu.

"Naya," panggil Jeno tanpa nada dingin dalam suaranya.

Naya berhenti menggeliat. Seketika gadis itu merasa ada yang tidak benar. Kedua matanya membuka. Naya kaget karena wajah Jeno adalah hal yang pertama kali ia lihat. Kenapa ada Jeno disini?! Buru-buru Naya bangun terduduk.

"Surprise!" teriak Hechan sambil melepaskan balon helium yang ada di tangannya, pun begitu dengan Jevin.

Rendra bergerak menyalakan lampu ruangan. Kini Naya dapat melihat dengan jelas kehadiran lima orang di dalam kamarnya. Hechan dan Mark langsung bernyanyi riang.

"Aku ulang tahun ya?" tanya Naya lirih. Ia mengucek matanya dan berusaha mencari-cari kacamata di atas nakas.

"Nih," ucap Jeno sambil menyerahkan barang yang dicari Naya.

Naya langsung memakainya. Ia tersenyum lebar melihat sang kakak jalan mendekat membawa kue di tangan. Ia membaca kata yang tertulis di atas kue. "HBD Naya Sayang". Nggak tahu siapa yang kasih ide nulis begini, tapi Naya jadi terharu.

Belum sampai lima detik Naya meniup lilin, kue itu meluncur bebas jatuh ke atas karpet. Mark sudah pegal rupanya untuk mempertahankan posisi. Semua orang langsung hening. Naya hanya bisa mematung. Kamar yang ia sukai karena menjadi bagian paling rapi di rumah ini, seketika hancur dalam hitungan menit.

"Kakak!" pekik Naya gemas. Ia menatap nanar ke arah kuenya.

Mark meringis. "Nanti Kakak bersihin deh, Nay."

Naya menghembuskan napas panjang. Ia sudah terbiasa dengan kecerobohan Mark. Gadis itu menurunkan kakinya dari kasur. Ia memeluk tubuh sang Kakak yang masih berlutut di tempatnya tadi.

"Makasih ya, Kak. Aku juga sayang Kakak," ucap Naya lirih. Gadis itu cepat-cepat melepaskan pelukannya.

"Makasih juga kakak-kakak yang lain," ucap Naya sambil tersenyum lebar melihat bergantian pada Hechan, Jevin, Jeno, dan Rendra.

Hechan melebarkan kedua lengannya ke samping. "Pelukan untuk Kak Hechan mana?"

"Nggak ada," balas Naya ketus. "Pasti Kak Hechan yang kasih ide kayak gini. Bikin kamar aku berantakan."

"Yah, ini kan nggak ada di skenario, Neng," keluh Hechan sambil menunjuk kue yang malang.

"Kalau itu?" tanya Naya sambil menunjuk banyak balon yang kini sudah terbang ke langit-langit kamar.

"Naya coba hitung dulu," ucap Jevin membujuk.

Naya terdiam. Ia akhirnya kembali mendongak. Gadis itu berhitung sambil menunjuknya satu persatu.

"Sembilan belas," ucap Naya. Ia terdiam sejenak. "Sembilan belas! Umur aku sembilan belas tahun, Kak!"

Mark tersenyum. Ia berdiri dan mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. Awalnya marah, terus jadi excited sendiri.

"Iya, iya," ucap Mark. "Kalau gitu, kita kumpul di ruang tengah atas aja yuk. Masih ada kejutan disana."

"Ini gimana?" tanya Naya sambil menunjuk lelehan kue yang belum dibersihkan sama sekali. "Aku bersihin bentar ya. Sebelum ada semut."

Mark memandang ke arah Hechan, Jevin, Rendra, dan Jeno. "Kalian kesana duluan aja. Gue sama Naya mau beresin ini sebentar."

"Nggak sampai lima belas menit kok. Janji," sambung Naya sambil menunjukkan angka dua dengan tangan kanannya.

--

Sesuai ucapan Naya, hanya dalam waktu 10 menit ia dan kakaknya sudah selesai membersihkan kue yang terbuang. Karpet sudah digulung dan diletakkan di ruang laundry. Besok sore Mark yang akan mengantarnya untuk dicuci.

Naya dan Mark bergabung dengan empat orang yang telah lebih dulu berada di ruang santai lantai dua. Mereka jarang berkumpul disana. Soalnya area lantai dua secara tidak langsung menjadi lantai private untuk Mark dan Naya, sang pemilik rumah.

"Wah, ada apa nih?" tanya Naya sambil duduk di karpet. Ia mengamati tumpukan kado disana.

"Buat lo," ucap Jeno. Ia menoleh ke arah lain.

"Sebanyak ini?" mulut Naya berhitung. "Masing-masing kasih satu? Wah, makasihhh."

Naya menarik pergelangan tangan Mark agar duduk di sebelahnya. Pandangannya melihat satu per satu kado yang sudah berjejer rapi. Seketika gadis itu tersenyum melihat keempat cowok lain yang duduk menunggu di depannya.

"Besok aja aku bukanya," ucap Naya.

"Kenapa nggak sekarang sih, Neng?" keluh Hechan. Pasalnya, ia sudah tidak sabar melihat reaksi Naya saat membuka kado darinya.

"Aku nggak mau buka kado di depan orang yang kasih," jawab Naya santai sambil menjulurkan lidahnya. "Kita nonton aja yuk."

"Nonton apa, sih? Sudah malam lho, Nay," ucap Mark mengingatkan.

"Midnight movie. Kayak di bioskop gitu," ucap Naya memohon. "Akhir-akhir ini kita kan jarang kumpul bareng. Nonton film rame-rame itu salah satu keinginanku lho, Kak."

Mark menghela napas. Ia melihat bergantian pada empat cowok lainnya. Sang kakak meminta bantuan.

"Ayo. Gue ikut."

Ucapan Jeno sukses membuat cowok lainnya terkejut. Pasalnya dia jadi orang yang paling menolak ide untuk memberi kejutan tengah malam pada Naya. Namun, begitu mendengar permintaan gadis itu, Jeno jadi orang paling pertama yang setuju.

"Gue juga ikut," sahut Rendra. Ia tidak akan membiarkan Naya berakhir dengan menonton berdua saja dengan Jeno.

"Gue juga," ucap Jevin. Cowok itu bahkan sudah rebahan di atas karpet.

"Asyik, rame-rame!" seru Naya. Ia melihat ke arah Mark dan Hechan. Keduanya belum memberi jawaban.

Hechan tersenyum simpul. Yah, sekali-kali lah. Spesial hari ulang tahun, batinnya. Cowok itu mengangguk mengiyakan ajakan Naya.

Mark akhirnya membuang napas panjang. Tidak mungkin membiarkan adiknya menonton bersama anak-anak lain tanpa pengawasannya.

"Ya udah. Kita nonton bareng," ucap Mark. "Tapi, lo semua pada duduk di bawah. Gue sama Naya doang yang di sofa."

Para kroco hanya mengangguk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro