37. Tantrum

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hechan mengunyah popcorn yang ia beli. Baru lima belas menit, namun isinya sudah berkurang setengah. Cowok itu bahkan tidak berniat membaginya sedikit pun dengan Naya. Ia memegangi dengan protektif. Tangan kanannya bergerak secara repetitif memasukkan tiap bulir berondong ke dalam mulut.

"Pelan-pelan, Kak. Aku nggak bakal minta kok," ucap Naya sambil meringis. Lihat Hechan makan saja sudah kenyang, membuat Naya eneg tidak tergoda oleh bau karamel yang menguar.

Hechan meletakkan popcorn di atas meja sambil mendengus kesal. Ia menjilati ibu jari dan telunjuknya. Cowok itu meraih tisu yang disodorkan oleh Naya.

"Gue kesini mau seneng-seneng malah ketemu sama si nenek lampir."

Naya tersenyum kecut. Kini mereka sedang duduk bersisian di CGV, menunggu waktu buka studio film yang rencananya akan mereka tonton. Saat mengantri beli popcorn, tanpa disangka-sangka, orang yang sedang Hechan berusaha hindari juga berdiri tak jauh dari mereka, sedang membeli tiket. Tidak tanggung-tanggung, ternyata film yang akan Hechan-Naya tonton sama dengan pilihan pasangan itu.

"Jangan keras-keras. Takut didenger orang," ucap Naya sambil melirik ke kanan-kiri.

"Biarin," jawab Hechan kekanak-kanakan. "Lo tadi lihat, kan? Dia gandeng cowoknya kayak gitu? Nggak ada raut wajah merasa bersalah sedikitpun."

Naya buru-buru menutup mulut Hechan. Ia mengangguk minta maaf pada sepasang anak muda yang duduk di sebelah mereka. Gadis itu melepaskan tangannya setelah ia yakin Hechan sudah tenang.

"Pelanin dikit suaranya, Kak," ucap Naya mengingatkan.

Hechan melirik sinis. Tangannya kembali menarik bungkus popcorn dan memeluknya di depan dada. Lagi, Hechan melahapnya tanpa jeda. Naya membiarkan daripada Hechan kembali membuat kegaduhan.

Sejujurnya Naya tidak tahu jalan cerita Hechan. Cowok itu belum jadi curhat. Selama perjalanan menuju CGV pun, Hechan dan Naya asyik membahas hal lain.

Mood Hechan turun drastis ketika melihat kakak tingkat yang selama ini ia dekati. Cowok itu jadi uring-uringan tidak jelas. Naya berusaha membaca situasi. Ia buru-buru menarik Hechan menjauh. Beruntung, cewek cantik itu berjalan keluar area CGV dan tidak melihat keberadaan Hechan-Naya.

"Kurang nggak?" tanya Naya merujuk pada popcorn. Ia melirik sekilas, snack yang seharusnya menjadi camilan saat nonton itu sudah keburu habis tak bersisa.

Hechan menggeleng. Ia meraih ice tea miliknya dan menyesap cepat. Naya hanya geleng-geleng kepala. Tingkah Hechan tuh ajaib banget.

"Sudah ya. Jangan marah-marah lagi," ucap Naya menenangkan. Ia membersihkan remahan popcorn dari sekitar bibir Hechan dengan tisu. Nggak keren banget emang, gayanya sih cool tapi tingkah kayak anak-anak.

"Kesel gue, Neng."

"Sssttt," ucap Naya sambil berdesis kecil. Ia menempelkan jari telunjuk di depan bibir. Takut Hechan akan kembali tantrum dan mengganggu sekitar.

Kakaknya sendiri kalau marah tuh cenderung diam dan pergi. Beda dengan Hechan yang tidak akan berhenti mengoceh. Naya sampai kewalahan sendiri menanganinya. Belum pengalaman.

"Memang sudah diomongin baik-baik belum sih, Kak?" tanya Naya hati-hati.

Hechan menggeleng. "Kemarin malam cuma bilang di telepon. Terus nggak ada penjelasan lagi."

"Atuh lah, Neng. Kak Hechan jadi sedih lagi nih," rengek Hechan.

Naya gelagapan. Harusnya ia tidak berusaha mengulik permasalahan cowok itu. Kalau Hechan beneran nangis kan Naya belum siap.

Tangan Naya bergerak menepuk-nepuk punggung tangan Hechan. Gadis itu berharap caranya ini akan berhasil. Setidaknya bisa bikin Hechan lebih tenang.

"Ah, bodo amat," ucap Hechan. Ia mengepalkan kedua tangannya di sisi kepala. "Gue mau nonton dengan khidmat. Nggak bakal mikirin dia."

Naya meringis. Nggak mempan ternyata cara tadi buat Hechan. Yah, semoga saja Hechan tidak berbuat aneh-aneh yang dapat membuat Naya lebih malu lagi.

--

Naya mengeringkan tangannya dengan tisu. Sebelum keluar dari toilet, ia kembali berkaca. Tangannya bergerak merapikan rambut kuncir ekor kudanya yang sedikit berantakan setelah menonton film horror bersama Hechan. Jangan ditanya, cowok itu penakut tapi penasaran banget sama film yang katanya lagi hits itu. Jadilah Naya harus merelakan lengannya ditarik dan tubuhnya diguncang.

Setidaknya Hechan jadi sedikit melupakan masalahnya. Cowok itu keluar dari studio sambil mengoceh tentang hantu ini lah, penampakan itu lah. Naya hanya iya-iya saja. Ia menyuruh Hechan menunggu diluar saat dirinya merasa ingin buang air dulu sebelum melanjutkan acara jalan-jalan mereka.

Naya keluar dari toilet dan mencari-cari sosok Hechan. Gadis itu kesal. Sudah disuruh tunggu di tempat, tetap saja cowok itu pergi entah kemana. Naya akhirnya memutuskan untuk berjalan keluar.

Langkahnya berhenti saat melihat Hechan sedang bercakap-cakap dengan seorang cewek. Ada cowok lain juga. Naya tahu, pasangan itu tadi sempat membuat Hechan tantrum. Naya jadi bingung harus berbuat apa. Akhirnya gadis itu memilih menunggu tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Naya!" panggil Hechan. Cowok itu menggerakkan tangannya, menyuruh Naya mendekat.

Naya melirik ke arah dua orang lainnya sambil menghampiri Hechan. Ia hanya meringis. Dirinya tak bisa tersenyum seperti biasa. Hechan meraih pergelangan tangan Naya dan menarik agar lebih dekat.

"Kak Nana, kenalin ini Naya, adek aku. Naya, ini Kak Nana," ucap Hechan memperkenalkan mereka berdua.

Naya melirik sekilas. Hechan memang tersenyum. Namun nada bicaranya tak seenak biasanya. Naya jadi merasa kasihan.

"Naya," ucap Naya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.

"Ratna, biasa dipanggil Nana," ucap gadis itu sambil tersenyum. "Kenalin, ini cowok aku, Lucas."

Naya hanya tersenyum sambil mengangguk. Pantas aja kalau si mbak Ratna ini lebih milih Lucas. Ganteng, tinggi, wangi, senyumnya juga manis banget.

"Aku kira adek kamu masih sekolah di Jakarta?" pertanyaan Ratna ditujukan pada Hechan.

Hechan tersenyum kecut. "Lagi main ke Jogja. Kangen sama kakaknya. Iya nggak, Neng?" tanya Hechan sambil merangkul santai bahu Naya.

Naya meringis. Apakah ia harus mengikuti skenario ini? Tidak. Ia akhirnya hanya terkekeh kecil tanpa mengeluarkan kata-kata.

Ratna tersenyum melihat kedekatan orang yang ia kira kakak-beradik itu. "Ya sudah. Aku lanjut pergi dulu ya."

"Kak," ucap Hechan memanggil Ratna. Senyum cowok itu menghilang dari wajahnya. "Selamat bersenang-senang ya. Aku ikut bahagia," ucapnya memberi salam perpisahan. Terdengar sangat menyedihkan.

Naya menoleh ke arah Hechan. Rangkulan Hechan di bahunya mengendur. Naya tahu Hechan sedang mengalami inner conflict. Cowok itu masih sakit hati tapi berusaha keras melepaskan cewek yang ia suka.

Naya tertawa canggung, berusaha memecah ketegangan yang tercipta. Cewek itu mengalungkan lengannya di leher Heachan, membuat cowok itu sedikit tercekik. Ia menggeret Hechan keluar dari area CGV terlebih dahulu.

"Duluan ya, Kak," pamit Naya pada Ratna sambil terus menarik Hechan yang meronta dalam dekapannya.

--

Hechan berubah menjadi sangat pendiam. Saat mampir ke Solaria pun, akhirnya Naya memesan dua porsi untuk mereka bawa pulang. Entah mana yang lebih baik, Hechan yang mengomel atau yang berubah jadi diam begini.

"Kak, jadi mau shopping atau gimana?" Hechan menggeleng. Cowok itu berjalan lurus dengan wajah datar di samping Naya.

"Makan nggak mau, main nggak mau, shopping juga nggak mau," ucap Naya kesal. Dia jadi ikut uring-uringan. "Yuk, aku pilihin baju deh. Kakak pasti jadi keren banget kalau pakai style yang aku pilih."

"Nggak mau," jawab Hechan singkat. Ia memutar haluan jalan. "Ke mobil aja."

Naya mengerutkan kening. Ia langsung menyusul langkah kaki Hechan yang sudah berjalan jauh terlebih dahulu.

Kini Naya dan Hechan sudah duduk di kursi mobil. Aroma kwetiau goreng yang tadi Naya beli, cukup membuat selera makan Naya naik. Namun gadis itu mengurungkan niatnya untuk makan. Hechan masih diam saja, bahkan tidak segera menyalakan mesin mobil.

"Kak," panggil Naya lirih. "Kakak nggak papa?"

Hechan menggeleng. Tiba-tiba tangisnya pecah. Ia menunduk, menyembunyikan wajahnya di setir mobil.

Naya hanya diam. Tangisan Hechan terdengar sangat menyayat hati. Sudah dapat Naya tebak, Hechan pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Naya tidak pernah menangani cowok menangis, takut salah tingkah.

"Gue udah deket sejak awal kuliah," ucap Hechan disela-sela tangisnya. Naya mendengarkan. "Waktu itu gue semester satu, dia semester lima. Gue ngejar-ngejar dia, ngelakuin apa yang dia minta, nemenin kemana pun dia mau. Bahkan waktu dia putus dari pacarnya yang lama, gue seneng banget dengernya. Gue pikir, ini saatnya gue bener-bener deketin dia sebagai seorang cowok."

Naya masih mendengarkan. Tangannya bergerak mengelus punggung Hechan yang masih bergetar hebat. Napasnya tersengal-sengal.

"Gue bilang tentang perasaan gue. Dia balas, selama ini dia cuma anggap gue sebagai adiknya. Gue kesel banget dengernya, tapi gue tetep berusaha deketin dia."

"Semalam dia bilang jujur. Dia balikan sama cowoknya, si Lucas itu. Dia nggak mau bikin gue makin sakit hati dengan menunggu ketidakpastian. Dia bilang dia nggak mungkin bisa suka sama gue. Dia minta gue berhenti berharap."

"Kak Hechan, sudah ya. Jangan nangis lagi. Jangan sakitin diri sendiri," ucap Naya menenangkan. "Kak Nana sayang sama Kak Hechan makanya nyuruh Kakak berhenti, karena semuanya nggak akan berakhir seperti yang Kakak mau."

Tangis Hechan makin keras. Naya kelimpungan. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Naya pikir, cowok bisa berpikir logis. Tapi terkhusus untuk Hechan, saat ini ia sedang sangat larut dengan perasaannya.

"Gue di kakak-adik-zone-in," rengek Hechan.

"Cup cup cup," ucap Naya menenangkan. Ia tidak berani buka suara lagi.

Hechan mengangkat kepala. Wajah gantengnya sudah tertutupi air mata. Jelek banget. Bikin Naya miris. Gadis itu bergerak mengambil tisu dan membersihkan wajah Hechan dengan perlahan.

"Sudah ya. Sedihnya jangan lama-lama," ucap Naya sambil tersenyum menenangkan.

Hechan mengangguk kecil, ia menyedot ingusnya. "Kak Hechan mau peluk."

"Eh?" pekik Naya bingung. Ia akhirnya mengangguk kecil sebagai balasan.

Hechan memeluk tubuh Naya. Tidak terlalu erat. Ia menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu. Tangisnya sudah berhenti, Hechan hanya sedang kerepotan mengatur napasnya yang masih tersengal-sengal. Naya mengelus punggung Hechan dengan hati-hati.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro