1 : Pertemuan Dan Perkenalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang gadis berdiri di balkon kamar, silir angin membuat helaian rambutnya bergerak tak karuan. Ia menatap jalanan di bawah sana. Menunggu kedatangan seseorang.

Gadis itu mengeluarkan ponsel pintarnya, tapi tidak ada notifikasi apa pun. Sepertinya, orang yang ditunggunya sudah dekat. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk pagar balkon, tak sabar menunggu.

Selang beberapa menit, sebuah taksi memasuki jalanan pekarangan rumahnya. Gadis itu bersorak dan langsung keluar dari kamar dengan riang.

“Nadhira! Sepupumu sudah datang!” seru ibunya.

“Iya, Ma! Aku sudah tahu," jawab gadis itu yang kini telah berlari ke depan pintu rumah.

Pintu mobil taksi terbuka, lalu seorang laki-laki tinggi dengan rambut hitam dan wajah khas orang Eropa keluar. Dia tersenyum menatap gadis yang telah menunggunya di depan pintu.

“Zayn!” Dira mendekat ke arahnya.

“Dira!” Laki-laki yang dipanggil Zayn tadi memeluknya sekilas.

Long trip?” tanya Dira. Zayn mengangguk.

You’re a little bit taller now.” Zayn terkekeh, sedangkan Dira tersenyum bangga.

Zayn Malik, sepupu dua kali Dira, sosok berkebangsaan Inggris dengan sentuhan darah Pakistan. Ia memiliki iris mata cokelat terang dengan rahang yang tegas. Ayahnya adalah sepupu dari ibu Dira.

Seorang laki-laki seumuran Zayn pun keluar dari taksi. Dira menatap sosok itu heran, merasa tak mengenalnya. Laki-laki itu memiliki tinggi hampir sama dengan Zayn, ber-iris cokelat dengan rambut hitam.

He is my bestfriend,” ucap Zayn memberi tahu.

Dira mendelik menatap Zayn. “Kamu bawa temen?”

“Iya.”

Sahabatnya Zayn itu tersenyum ke arah Dira. “Liam Payne,” ucapnya memperkenalkan diri.

“Nadhira Natasya, panggil aja Dira,” balas gadis itu. Sedetik kemudian, ia baru sadar kalau orang di hadapannya adalah bule.

“Eh ... dia bisa bahasa Indo?” tanya Dira pada Zayn.

“Sedikit,” jawabnya sambil terkekeh.

Don’t worry, aku mengerti.” Liam tersenyum ramah. Dira mengacungkan jempolnya dan ikut tersenyum.

“Ayo, masuk," ajak Dira, lalu beranjak memimpin di depan. Ia membuka pintu rumah dan mempersilakan tamunya untuk masuk.

“Assalamualaikum," ujar Dira dan Zayn.

“Waalaikumsalam,” jawab ibu Dira, Disha. Wanita berumur empat pulun tahun itu seorang blasteran, tetapi Dira hanya mendapatkan sedikit dari keblasteran ibunya, hanya rambutnya yang sedikit cokelat dan matanya yang cokelat terang seperti Zayn.

“Zayn! Bagaimana kabar?” tanya Disha. Zayn tersenyum dan salim dengan Disha. Kedatangannya ke Indonesia yang ketiga kali, membuat laki-laki itu cukup mengerti tradisi yang biasa dilakukan orang sini, dan ia ringan hati mengikutinya.

“Baik, Aunt Disha.” Zayn menjawab ramah.

“Temenmu, nih?” tanya Disha, beralih menatap Liam.

“Iya, namanya Liam.” Zayn memperkenalkan.

Liam tersenyum dan menjabat tangan Disha. “Nice to meet you, Ma’am.”

Nice to meet you too, just call me Disha.” Disha memperkenalkan diri.

“Silahkan ke kamar, kalau mau makan minum ke bawah aja ya.” Disha tersenyum ramah.

“Oke, Aunty." Zayn merespons, kemudian mengajak Liam naik ke atas.

Dira sudah berdiri di depan kamar Zayn–kamar tamu. Kamar itu berada di seberang kamar Dira.

“Aku, loh, yang beresin.” Dira berujar pamer, menunjukkan deretan giginya yang rapi.

“Nggak nanya.” Zayn menjulurkan lidah. Dira mendengkus kesal.

“Dah ... aku istirahat ya.” Zayn menutup pintu kamarnya.

Zayn memang sudah bisa bercanda ala orang Indonesia. Tahun lalu, dia juga ke Indonesia, dengan adiknya dan ayahnya, tetapi adiknya sekarang sedang sakit, sehingga tidak bisa ikut. Ayahnya juga tidak ikut, sehingga Zayn datang dengan sahabatnya.

Dira masuk ke dalam kamar, memberi kabar pada sahabatnya bahwa sepupunya yang dari Inggris telah datang.

“Ra, Zayn sudah datang loh," ucap Dira pada sahabatnya yang berada di seberang telepon, Adara Naisha Ananta.

“Serius?? Aku pengen ketemu dong.”

Dira terkekeh. "Tenang aja, kalau kita jalan-jalan, kamu kuajak, kok.”

“Yes!” Dara bersorak di seberang sana.

Dira dan Dara, dari namanya mereka bagaikan kembaran. Tidak disengaja memang, mereka memiliki nama panggilan yang mirip dan bersahabat. Hanya saja, penampilan mereka berbeda. Dara blasteran, tinggi, berkulit putih, dan lebih modis dibanding Dira.

“Tapi, dia bareng sama sahabatnya juga.” Dira melanjutkan obrolan.

“Ganteng juga?”

“Lumayanlah.”

“Gantengan mana sama Zayn?”

“Gantengan Tom Holland.” Dira terkekeh.

“Haha ... gantengan Zayn,” ketus Dara tidak terima.

Dira melengos. Dara memang bisa dibilang nge-fans dengan Zayn. Bahkan dari pertama kali mereka bertemu, Dara sudah kagum dan menyukai sosok laki-laki Eropa itu.

“Ya, terserahmu aja.” Dira mengejek. “Dah, ah, aku mau makan, bye mie burung Dara!”

Segera saja Dira menutup panggilan, lalu beranjak menuju dapur di lantai bawah. Ah, memangnya Zayn sudah punya rencana jalan-jalan, ya?

---------

Hola Zayn and Liam!

Yaudah segini aja dulu untuk first chapter.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro