13 : Mencari Alat Medis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senter handphone Liam menyorot ke arah benda-benda di sekitar. Membuat debu tampak semakin jelas. Bahkan, beberapa benda sudah menjadi daerah kekuasaan laba-laba.

Entah sudah berapa lama rumah itu ditinggalkan, tapi yang jelas ... rumah itu menyeramkan.

Dira dan Dara mengekori Liam, berjalan perlahan-lahan sembari menoleh kanan kiri. Dara bahkan menyembunyikan diri di belakang Liam. Mereka beranjak dari ruang keluarga menuju lorong kamar.

Dira menoleh ke arah dapur di sebelah kiri. Ada kompor usang yang dipenuhi sarang laba-laba. Terlihat beberapa perabotan dapur yang berserakan. Dira kembali menatap depan, ke arah lorong. Liam sudah berhenti di depan pintu sebuah ruangan. Pintu itu berwarna putih.

Dara makin mengkerut di belakang Liam, sementara Dira berancang-ancang ingin menutup wajah dengan telapak tangan apabila ada jumpscare. Efek main game horror ya begini.

Liam menelan ludah, tangannya bergerak meraih gagang pintu yang terasa berdebu. Jantungnya memompa lebih cepat seiring tangannya memutar gagang pintu itu.

Ceklek..

Liam tanpa sadar menahan napas ketika ia mendorong pintu itu agar terbuka lebar.

Dara memegang ujung kaos Liam, dan Dira mengintip dari belakang Dara. Ruangan tersebut gelap.

Hening.

Namun tiba-tiba terdengar suara dari dalam, kemudian terlihat sebuah bayangan yang bergerak cepat ke arah mereka.

“AAAAA!” Dara berteriak.

Liam ikut berseru sembari lompat menghindar. Dira jadi ikutan panik, melompat ke belakang menarik baju Dara.

Seekor tikus cukup besar lewat di bawah mereka, bergerak lincah menuju ruang tengah.

SHIT, YOU SCARE ME RAT!” Suara teriakan Louis terdengar.

Dira, Dara, dan Liam berusaha menetralkan detak jantung yang tiba-tiba berdetak lebih cepat.

“Ew, geli banget!” Dara bergidik mengingat bentukan tikus itu. Untung saja, tikus itu tidak mencoba menerjang kakinya.

“Kaget, aku kirain apaan.” Ujar Dira.

“Ih, tiba-tiba gerak ke kaki kita gitu gimana nggak kaget coba.” Dara berujar sebal. Tikus baginya adalah makhluk menjijikkan.

Okay, stop it you guys. Hopefully, there are no more rat in here.” Ujar Liam, sudah mulai masuk ke dalam kamar dengan penerangan dari senter Hp.

Dira dan Dara bertatap-tatapan, kemudian ikut masuk ke dalam.

“Apa Zayn masih kuat nahan sakitnya?” Dara berujar, entah bertanya entah bermonolog.

“Semoga aja. Kelihatannya Louis bisa menanganinya sementara.” Jawab Dira berusaha optimis.

Dira memerhatikan sekitar, melalui sinar Hp Liam, dia bisa menyimpulkan ruangan ini adalah kamar tidur. Ada ranjang namun tidak ada kasur, ada lemari, juga kursi, dan meja kayu. Banyak kardus berserakan, beberapa ada isinya.

Dira sedikit ngeri dengan keadaan ruangan ini.

Let’s find some medical kit.” Liam berujar, bergerak mendekati salah satu kardus yang menumpahkan isinya.

Dira mendekat ke sisi kanan Liam, berlutut, ikut memperhatikan isi kardus. Begitu pun dengan Dara, ia berlutut di sisi kiri Liam.

“Hei, can you two search in another box?” Liam bertanya, menatap Dira dan Dara bergantian.

There is just one lighting, and it’s from your phone. I don’t wanna search without a light, gimana kalau ternyata ada hewan lagi di dalam kardus itu?” Dira berucap, Dara mengangguk menyetujui.

Liam memutar bola mata. “We have to be fast, girls. Remember, Zayn needs us. Here, just use it.” Liam menyerahkan Hp miliknya ke arah Dira.

Dira menatap sejenak Hp itu, kemudian memutuskan mengambilnya. Bersama Dara, ia mencari di sudut ruangan yang lain.

3 menit berlalu, mereka tidak menemukan satu pun benda yang sekiranya dapat membantu penangan luka Zayn.

“Cari di ruangan lain, ayo, waktu kita nggak banyak, darah Zayn bisa habis!” Dira segera menarik Dara. Diikuti Liam di belakang.

Mereka keluar dari ruangan itu, berjalan kembali di lorong, menuju ruangan yang menjadi ujung lorong.

Dira mengepalkan tangan yang berkeringat dingin. Melawan rasa takut, ia segera membuka pintu itu.

Pintu terbuka, menampakkan barang di sana sini, hampir sudah usang semua. Ruangan ini terlihat seperti ruang kerja atau ruang baca. Terdapat rak-rak tinggi dengan banyak buku berdebu di dalamnya. Ada pula meja dan kursi serta perabotan tambahan lainnya seperti lemari, globe, guci, dan lain-lain.

Dara menarik napas dan menghembuskannya perlahan. “Ini terlihat lebih sulit.”

“Terpaksa. Berpencar.”

Dira bergerak ke arah meja kerja, Dara mengecek di lemari, sedangkan Liam mencari di rak-rak buku.

Dira menarik laci, mencari dengan cepat. Tidak ada. Dira menutup kembali laci itu, kemudian melihat Dara berjalan menghampirinya.

“Aku hanya dapat benang dan gunting, apakah cukup?” Tanyanya.

Dira beralih menatap Liam yang masih sibuk mencari. “Hey, Liam! What do we need?”

Something like tweezers, antibiotic, bandage.” Liam menjawab tanpa menoleh.

Dira kembali menatap Dara, terlihat perempuan itu mendesah kecewa, tatapannya sendu. Dira sama sedihnya, berdoa agar Zayn masih sadar, dan akan selamat.

BRAK..

Mereka bertiga tersentak kaget mendengar suara barang jatuh. Dara merapat ke arah Dira yang memegang pencahayaan. Liam juga ikut merapat ke arah mereka berdua.

Dira meneguk ludah, menyorotkan cahaya ke segala sisi ruangan. Tidak ada siapa-siapa.

Tapi.. Dira bisa mendengar samar-samar sebuah suara.

Tangan Dara menggenggam erat tangan Dira. Liam merebut Hp dari tangan Dira, kemudian memberi kode agar mereka mengikutinya.

Liam berjalan mengendap-ngendap, diikuti Dira dan Dara di belakangnya.

Dira dapat merasakan bulu kuduknya berdiri.

Mereka berjalan menuju pintu masuk, merapat pada dinding di sebelahnya. Walau keadaan gelap, mereka bertiga dapat mengetahui ada sesuatu di luar pintu. Liam menarik napas, kemudian melongokkan kepala dengan cahaya senter yang menyorot ke luar pintu.

Wajah seseorang langsung terpampang di hadapannya.

“AAAHHH.”

“AAAHHH.”

Dira dan Dara yang berada di belakang Liam ikut berteriak, gelagapan bersembunyi di belakang tubuh Liam.

Tapi tunggu.. kenapa suara teriakan yang membalas teriakan Liam terdengar gagah?

Who the hell are you guys? You scared me to death.” Liam bersuara.

Dira dan Dara saling bertatap-tatapan, kemudian melongokkan kepala ke luar. Terlihat dua sosok manusia yang tersorot cahaya.

Dira menghela napas lega, ia kira apa tadi. Ternyata laki-laki ganteng.

Keadaan rumah yang gelap memang membuat wajah kedua laki-laki ini tadi terlihat tidak jelas. Hanya terlihat ada sosok saja.

“Umm.. our car was broken, and we saw a light from here, so.. we decided to see what's in here.”

Pantes ganteng, bule ternyata. Dara membatin.

Glad you’re not a ghost.” Liam berujar. “By the way, where do you guys come in from?”

From the back door.” Jawab yang bermata biru.

Dira mengangguk-ngangguk. “Pantes, pasti Lou nggak tau.”

May I know why are you guys here?” Tanya yang jangkung berambut hitam. “’cause it seems impossible if you guys live in this house.”

Mereka bertiga segera tersadar. Berubah panik mengingat belum menemukan pertolongan untuk Zayn.

Sorry, but first, may we ask for some help?” Ujar Liam.

Kedua bule itu mengerutkan kening, kemudian mengangguk ragu.

Do you guys have first aid kit, or some medical kit?”

Kedua bule itu kini saling bertatapan.

My cousin’s leg got shot, he needs help, please?” Dira memohon.

We have it, but it’s in our car.” Ujar si rambut hitam. “Just wait here, we’re gonna take it.”

Mereka bertiga menghela napas lega, Dira mengucap syukur dalam hati. Kedua bule itu segera berlari kecil keluar dari rumah itu.

Dira, Dara, dan Liam segera menghampiri Louis dan Zayn. Dira melebarkan mata begitu melihat keadaan Zayn. Ia tidak sadarkan diri. Kakinya sudah terbalut kain dari kemeja Louis, Louis hanya memakai kaos oblong putih.

I heard some noise, apa yang terjadi?” Tanya Louis, ia mendongak menatap Dira, Dara, dan Liam. Dia terlihat santai, tapi Dira tau.. dia sangat cemas.

We get some help.”

“Hah? Gimana?”

The noise, penyebabnya adalah dua orang bule, yang entah siapa namanya. Mereka mempunyai alat medis.” Dara menjelaskan, ia bergerak mendekat ke arah Zayn yang terpejam.

Dara menatap wajah Pakistan-Inggris itu, kemudian menggigit bibir, mendesah gelisah. Dira mendekat ke samping Dara, menggenggam tangan sepupunya itu. “Aku tau, kamu kuat Zayn. Tolong, bertahan sebentar lagi.”

Kain yang diikat melingkari betis Zayn terlihat penuh darah. Dia bisa saja kehabisan darah.

Hey, here what you’re looking for.”

Kedua bule itu telah tiba. Yang bermata biru menyerahkan sekotak P3K yang lengkap, beserta hand sanitizer dan air. Liam segera menerimanya, mengucapkan terimakasih. Begitu pula dengan Dira dan Dara, tak henti-hentinya mereka mengucapkan terimakasih.

It’s not a big deal. He needs it.”

Liam segera menyiapkan segala peralatan yang dibutuhkan, kemudian cuci tangan. Louis memposisikan diri Zayn lebih baik. Dira memegang Hp Liam, memberi pencahayaan. Jonah ikut membantu mengeluarkan senter dari HPnya.

Ini menegangkan.

What’s his name?”

“Zayn.” Jawab Dara. Ia kemudian menoleh menatap bule bermata biru itu. “What’s yours?”

Daniel Seavey.” Dia kemudian menunjuk temannya. “And he is Jonah Marais.”

Operasi jadi-jadian dimulai.

---------------
Hai, maaf baru update :'

Setelah UAS masih ada beberapa urusan, dah gitu laptop agak error, jadi deh baru sempet sekarang.

But, anyway, thank u buat yang mau nunggu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro