27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


info:☝️ (berlaku selama keterangan ini masih ada)

Cerita Perjalanan Waktu yang dibukukan hanyalah Can I Meet You Again? yang bisa kalian dapatkan hanya di toko shopee: rxdflowerbooks (sekarang diskon 30%, jangan lupa pakai voucher gratis ongkir apalagi untuk yang daerahnya jauhh, ada di atas tulisan checkout)

selamat membaca <3

__⏳__

___

Alasan kenapa Kak Sarkara tiba-tiba menjauhiku? Hubunganku dengan Kaisar? Kenapa dia tahu tentang Kaisar? Apa dari Dena?

Segala pertanyaan muncul di benakku, membuatku tiba-tiba pening. Aku penasaran, tapi juga tidak mau tahu. Segera kubalas pesan dari Kak Sarkara dengan perasaan berkecamuk.

Kak Sarkara

lewat chat aja kak

apa lo gak ada waktu ketemu?

harus ketemu banget?

iya..

soalnya biar leluasa aja. di waktu luang lo aja

hari ini gue bisa sih

pulang sekolah?

gue jemput lo gimana?

bentar

"Pak, pulang sekolah nanti nggak usah jemput, ya? Soalnya saya mau ketemu temen," kataku pada Pak Azis yang fokus menyetir.

"Waduh..., gimana, ya, Non? Pak Rian ngasih amanah ke saya buat anterin Non ke mana-mana. Termasuk ketemu temen Non. Masa hari pertama udah nggak bisa jaga amanah...."

Inilah kenapa dari dulu aku tidak mau punya sopir pribadi dari Papa. Aku tidak bebas ke mana-mana. "Ya udah, Pak. Nggak apa-apa."

Segera kubalas pesan Kak Sarkara untuk menentukan lokasi pertemuan kami sepulang sekolah nanti.

***

Aku tak pernah berpapasan dengan Kaisar selama di sekolah. Dena juga menghilang saat istirahat berlangsung sehingga aku dan Ivy ke kantin tanpa Dena. Kami sudah menebak bahwa dia pergi ke kantin lain untuk menghampiri Kaisar. Ketika aku dan Ivy kembali ke kelas, Dena tak menceritakan apa pun mengenai ke mana saja dia saat istirahat padahal biasanya dia akan heboh menceritakan apa saja yang terjadi selama dia pergi.

Mobil ini berhenti di sebuah kafe yang sudah ditentukan oleh Kak Sarkara. Aku segera turun dan Pak Azis akan menungguku di tempat lain. Kak Sarkara melambaikan tangannya. Dia tidak banyak berubah sejak beberapa bulan lalu. Tak terasa waktu berjalan secepat ini. Rasanya baru kemarin kami bertemu.

"Halo."

"Hai."

Kak Sarkara dan aku menyapa bersamaan. Dia kemudian tertawa kecil, membuatku sedikit salah tingkah. Apa karena sudah lama kami tak bertemu makanya aku merasa agak asing dan canggung? Aku merasa aneh karena tak biasanya aku canggung begini pada seseorang.

Atau ... karena aku terlalu sering bergaul dengan Kaisar selama ini makanya aku merasa sulit berbincang pada orang baru?

"Jadi, lo langsung ke sini habis pulang sekolah?" tanya Kak Sarkara saat meuntunku menuju sebuah meja kosong.

Aku mengangguk. Kulihat seragam SMA Kak Sarkara dengan emblem sekolah lain di bagian lengannya. "Kak Sarkara juga, kan?"

"Iya, tapi sepertinya sekolah lo lebih lambat pulangnya."

"Bukan karena sekolah Kakak yang lebih dekat dari sini?"

"Nggak juga, sih," balas Kak Sarkara. "Lo mau pesen apa biar gue yang pesenin."

"Samain aja, deh, Kak," kataku, malas berpikir. "Gue suka apa aja."

Kak Sarkara lalu pergi setelah mengangguk. Tak lama kemudian dia datang dan duduk di kursi kosong yang berhadapan denganku. Dia menatapku tanpa mengatakan apa pun untuk beberapa saat. Sementara aku juga hanya diam membisu. Kira-kira apa yang dia pikirkan sampai dia merasa bersalah begitu? Dia lalu menghela napas dan bertopang dagu.

"Jadi, lo kakaknya Kaisar?" Akhirnya, dia membuka topik utama di pertemuan ini.

Aku mengangguk. "Kak Sarkara tahu dari mana soal Kaisar?"

"Dena." Seperti tebakanku. "Dia bilang ternyata lo saudari kembarnya cowok yang waktu itu datengin gue."

Terlalu panjang jika aku membahas seluk beluk keluarga kami dan kebenaran bahwa aku bukan saudari kembari Kaisar. Aku lebih fokus pada perkataan terakhirnya. "Cowok yang waktu itu datengin lo? Kaisar? Maksudnya, kalian sempat ketemu? Di mana?" tanyaku beruntun.

"Iya, kami sempat ketemu. Persis di sini."

"Apa...?" Aku mengernyit. "Kapan?"

"Udah lama. Sebelum gue menghindar dari lo."

Aku menekan pelipisku. Itu kan beberapa bulan yang lalu! Apa maksudnya itu? Semua terlalu tak masuk akal. Bahkan saat itu belum ada rumor apa pun mengenai aku dan Kaisar di sekolah.

"Kok kalian bisa kenal? Aneh!"

"Aneh...?" Kak Sarkara menaikkan alis. "Entahlah. Gue juga nggak tahu tiba-tiba dia hubungin gue dan bilang kalau ada hal penting yang pengin dia omongin terkait lo."

Aku tidak mengerti. Darimana Kaisar bisa tahu nomor Kak Sarkara? Oke, tentang itu mungkin saja secara kebetulan Kaisar punya kenalan yang tahu tentang Kak Sarkara. Akan tetapi, untuk apa Kaisar ingin membahas hal "penting" terkait aku pada Kak Sarkara? Saat itu aku dan Kaisar bahkan masih belum dekat sama sekali.

"Pantesan Dena bilang, ada rumor di sekolah lo kalau Kaisar itu saudara yang over protective."

"Apa maksud Kakak ngomong gitu? Ada hubungannya dengan apa yang Kaisar omongin?"

Kak Sarkara mengangguk dan tersenyum kecil. Mungkin baginya apa yang dia alami itu adalah momen lucu karena saudara dari cewek yang baru dekat dengannya mendatanginya tiba-tiba. "Iya, bahkan Kaisar ngaku kalau lo itu pacarnya. Makanya gue nggak mau ada drama dan langsung putusin kontak dari lo."

"Kaisar ngaku pacar?" tanyaku, nyaris teriak. Aku menekan kedua pelipisku dan semakin tidak bisa mengerti jalan pikiran Kaisar.

"Iya, dia terang-terangan nyuruh gue jauhin lo. Walaupun kami nggak banyak ngobrol waktu itu, tapi gue langsung berspekulasi sendiri dan nggak mau ada masalah tanpa cari tahu kebenaran kalau Kaisar itu saudara lo," kata Kak Sarkara panjang lebar. "Dan gue juga tahunya dari Dena kalau sempat ada kabar di antara lo dan Kaisar yang pacaran, tapi akhirnya terungkap kebenaran kalau kalian saudara, kan?"

Kepalaku rasanya makin pusing. Kaisar! Apa yang dia pikirkan saat itu, sih? Dia sampai-sampai mencari Kak Sarkara yang berbeda sekolah denganku hanya untuk mengatakan itu?

Apa selama ini ... penyebab semua cowok menjauh dariku juga adalah karena Kaisar?

***

Aku tidak tenang selama Kak Sarkara mengajakku bicara dan memutuskan untuk pulang setelah satu jam berada di kafe itu. Kubuka pintu rumah yang tidak terkunci, lalu berlari dengan buru-buru untuk menemui Kaisar.

Rumah terasa kosong. Semoga Semoga Mama dan Papa tak ada di rumah sehingga aku bisa dengan bebas bicara dengan Kaisar. Kuketuk pintu kamar Kaisar dan Kaisar langsung membukanya. Aku mendorong Kaisar dengan keras, tetapi dia tak bergerak sama sekali dan semakin membuatku kesal. Seolah-olah aku sedang mendorong batu.

"Lo dari mana aja pulang jam segini?"

Dia malah menanyakan hal tak penting.

"Apa maksud lo ngajak Kak Sarkara ketemu waktu itu dan ngaku-ngaku kalau lo pacar gue?" Setelah aku bertanya, Kaisar terkejut dan mengernyit. Dia menarik tanganku agar memasuki kamarnya. Meski aku menahan diri, tetapi aku kalah dari Kaisar dan akhirnya kami bertengkar di dalam sana.

"Dari mana lo tahu?"

"Ya dari Kak Sarkara, lah!"

"Lo habis ketemu dia?" tanyanya lagi dengan suara yang lebih tinggi.

Aku memegang keningku. Kenapa, sih, dia ini? "Gue nih nanya! Lo bahkan belum jawab pertanyaan gue dan malah nanyain hal yang udah jelas jawabannya apa."

Kaisar terdiam. Ekspresi marah terlihat jelas di wajahnya kali ini. Untuk apa dia marah? Bukankah harusnya aku yang marah padanya?

"Jelasin apa maksud lo nyuruh Kak Sarkara buat jauhin gue waktu itu?" tanyaku dengan suara yang lebih tenang. Aku akhirnya bisa mengendalikan diri. "Apa lo juga penyebab kenapa semua cowok yang deket sama gue jadi jauh?"

Dia hanya terdiam, lalu berpaling saat aku menatap wajahnya lekat-lekat.

"Jawab, Kaisar!" seruku, kesal, sembari memukul lengannya dengan pelan. Aku tak tahu mengapa aku suka sekali memukul cowok ini jika sedang marah. "Apa sebenci itu lo dulu sama gue sampai ngejauhin gue dari semua cowok yang deket sama gue? Gue beneran nggak ngerti apa maksud lo ngelakuin itu semua. Kurang kerjaan banget, tahu nggak?"

"Iya," jawabnya, lalu terdiam lagi.

Aku menghentakkan kakiku di lantai.

"Iya apa?!" teriakku. "Kalau ngomong tuh yang jelas."

"Iya, gue yang buat lo jauh sama cowok-cowok itu."

Kali ini, aku yang terdiam.

"Gue yang nyamperin mereka dan ngasih peringatan buat nggak deket-deket sama lo."

"Kenapa...?"

Kaisar terdiam menatapku, lalu memalingkan wajah tanpa mau melihatku saat meneruskan kata-katanya. "Karena dulu gue benci lo, tapi itu kan dulu. Setelahnya enggak, kan?"

Aku jadi membisu. Kaisar terlalu membenciku sampai mengusik kehidupanku. Saking bencinya padaku, dia sampai meluangkan waktunya untuk mencari tahu semua cowok yang dekat denganku dan memberi mereka peringatan untuk menjauhiku. Dia melakukan berbagai cara bahkan sampai mengaku-ngaku sebagai pacarku di depan Kak Sarkara agar Kak Sarkara menjauhiku.

Itu masuk akal. Mengingat bagaimana pandangan Kaisar dulu padaku. Ah, tidak. Aku masih sedikit tidak menyangka. Aku pikir, setelah mendengar pernyataan Kaisar saat membuat kue bersama Mama, Kaisar tidak sebenci itu padaku atau mungkin tak membenciku sama sekali. Namun, nyatanya dia benar-benar pernah membenciku sampai meluangkan waktunya untuk hal yang tidak penting di hidupnya.

"Oh, gitu." Suaraku pelan saat aku merespons jawaban Kaisar. Aku berbalik ingin pergi. "Ya udah. Yang penting gue udah tahu jawaban lo. Itu dulu saat lo masih benci gue, kan."

"Gue masih pengin ngomong sesuatu," kata Kaisar saat meraih jari manisku.

"Apa?" Kutolehkan wajah untuk melihatnya. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa meski bibirnya sudah terbuka untuk mengatakan sesuatu. Dia akhirnya kembali mengatupkan bibir. "Nggak ada? Gue sibuk, nih."

Kaisar memegang erat jemariku. "Sibuk? Mau ngapain?"

"Kepo," balasku tanpa mau melihatnya. "Udah, ah. Gue sibuk mau nenangin diri."

Segera kutarik paksa jariku dari genggamannya. Dia akhirnya melepaskanku dan aku berhasil keluar dari kamar Kaisar.

Aku langsung menutup pintu saat tiba di kamarku dan berbaring di atas tempat tidur dengan seragam yang masih lengkap juga sepatu yang masih membungkus kakiku. Suasana hatiku terasa buruk. Aku malas melakukan apa-apa dan hanya merenung. Aku masih tidak mengerti jalan pikiran Kaisar.

Apa dia memang sependendam itu sampai meluangkan waktunya untuk hal yang tidak penting dalam hidupnya?

Dia benar-benar gila, tetapi entah kenapa aku tidak bisa membencinya walau aku marah.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro