BAB 09 Ⅱ Jaka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

JAKA
Aku hanya tertawa-tawa setelah mengatakan padanya bahwa bunga yang kubawa adalah dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-72. Jelas, itu hanya alasan tidak masuk akal yang baru saja terbit di pikiranku.

So I’m sorry,” tuturku sambil kutunjukkan senyum sepolos mungkin kepada gadis yang masih bersembunyi di balik selimutnya. “Keluar, yuk,” ajakku.

Bola mata Artha berputar. Kurasa kekesalannya semakin memuncak ketika kudengar ia bersungut, “Baru bangun gini malah diajak keluar. Orang kalau mau ke sini bilang kek, biar akunya mandi gitu.” Aku hanya tertawa pelan menanggapinya, tapi gadis ini justru melemparkan bantalnya ke wajahku, kemudian beranjak dari ranjangnya. “Udah sana, aku mau mandi.”

“Kamu enggak mandi juga enggak apa-apa, Ar,” balasku seraya meninggalkan buket bunganya di atas nakas. Namun, kurasa Artha tidak mendengarnya karena ia sudah keluar dari kamar, dan masuk ke kamar mandi yang berada tepat di sebelah kamarnya.

Aku jarang main ke kamar Artha, tapi setiap kali aku masuk ke sini, satu hal yang selalu dan pasti kulihat adalah ranjang yang ada di sebelah milih Artha. Well, kamar ini didekor benar-benar untuk sepasang anak kembar. Apapun yang kulihat di sini, hampir semuanya, minimal jumlahnya ada dua. Ranjang, meja belajar, lemari, dan semuanya tidak dipindahkan, meskipun Billa sudah tidak menempati kamar yang sama dengan Artha.

Nakas di sebelah ranjang Billa tampak jauh lebih rapi. Jelas, mungkin karena tidak pernah diacak-acak posisinya. Hanya dibersihkan. Ada sebuah pigura dengan foto Artha dan Billa. Keduanya mengenakan seragam SMP yang sama.

Billa menggenggam sebuah piala serta mengenakan medali biru di lehernya. Aku ingat, itu adalah piala kemenangannya beberapa tahun lalu di kompetisi story telling bahasa Inggris. Saat aku pertama kali bertemu dengannya.

“I know you miss her, Jak,” ujar Artha. Aku tak merespons. Hanya kulihat gadis itu masuk ke dalam kamar sambil menyisir rambutnya. “Jadi mau ke mana hari ini?” tanyanya. Artha gegas mengambil tas yang biasa dibawanya ke mana-mana, lalu keluar lagi dari kamarnya setelah ia merapikan tempat tidurnya.

Sebenarnya aku tidak tahu harus pergi ke mana pagi ini. Aku datang ke rumah Artha, membawakannya bunga dan mengajaknya keluar sebenarnya hanya untuk membuatnya tidak marah kepadaku karena semalam aku bersikap menyebalkan di teleponnya.

“I just want to have a chit-chat,” kata Artha sambil merapikan laptop dan tasnya. Aku hanya diam memandanginya sibuk bolak-balik. Begitu selesai, ia memandang ke arahku. “Bean and Brew, yuk.”

Aku hanya mengangguk, kemudian membawakan tas laptop yang sudah dirapikannya. Aku langsung mengeluarkan kunci motor, pamit kepada Bunda, lalu beranjak pergi ke kafe Bean & Brew yang berada tidak jauh dari rumah Artha.

Kalau mengerjakan tugas atau sekadar mengobrol sambil ngemil, kafe tersebut adalah favorit Artha. Aku tidak tahu sejak kapan Artha suka ke sana, yang pasti, aku baru tahu baru-baru ini. Lagi pula, kami memang hampir tidak pernah mengerjakan tugas bersama kecuali tugas di OSIS. Itu pun, kami biasa mengerjakannya di ruang OSIS.

“Pegangin, Ar,” ucapku sambil memberikan ponselku ke belakang. Artha tidak bicara apapun selain menerimanya. Aku langsung mengenakan helmku, kemudian melaju cepat ke arah kafe Bean & Brew di Jalan Jambore Raya.

Kafe yang berada di dalam satu tempat bernama Teras Rimbun ini lumayan sepi tiap kali aku datang. Kata Artha, biasanya ramai jika malam Minggu, dan banyak yang bermain biliar. Well, siang ini tidak terlalu ramai meskipun hari Minggu dan orang-orang libur. Namun, dari teras lantai dua kafe ini, ada beberapa orang yang menyaksikan pertandingan futsal antar dua tim yang tidak kukenal keduanya.

Hanya itu yang membuat ramai, itu pun tidak benar-benar ramai, sebenarnya.

Artha dan aku menempati meja paling dekat dengan pintu yang mengarah ke tempat main biliar. Yah, meja dengan kain biru—aku tahu, biasanya kainnya berwarna hijau, tapi kali ini kain di atas mejanya berwarna biru—yang biasa kulihat itu kali ini masih dibalut dengan kain hitam.

Lagi pula, siapa yang mau main biliar siang-siang panas begini?

“Kamu ngerjain apa?” tanyaku begitu Artha membuka laptopnya. “Perasaan enggak ada tugas apa-apa, deh,” lanjutku.

Nothing. Emang enggak ada tugas, kok,” katanya. “Eh iya, katanya tahun ini, kompetisi bahasa Inggrisnya akhir Agustus?” tanyanya. Aku hanya mengangguk. Yang aku tahu, tahun ini ada News reading, Written test, Speech, dan Story telling khusus siswa kelas sepuluh.

“Emang kelas dua belas masih boleh?” tanyaku. Berbasa-basi.

Artha mengedikkan bahunya. “Aku belum nanya Mam Jenny, tapi kayaknya boleh. Aku mau ikut News reading, Jak,” akunya. News reading? Karena Billa, lagi? Di penghujung tahun SMP, yang kutemui saat aku mengikuti kompetisi bahasa Inggris bukanlah Billa, melainkan Artha. Dan ia kalah saat itu.

Tapi aku tidak tahu kalau Artha masih bersikeras untuk memenangkan kompetisi tersebut karena Billa.

“Aku yakin kamu inget kalau aku punya janji sama seseorang, Jak,” ujar Artha. Aku hanya tersenyum tipis menanggapinya, lalu mengangguk. “Dan Mam Jenny enggak bakal milih orang lain selain kamu, Jak.” Aku mengangguk lagi.

Aku bukannya tidak mau berpartisipasi. Bahkan sejujurnya, aku senang jika masih diminta untuk berpartisipasi dalam kompetisi bahasa Inggris. But it brings memories. Aku tidak sedang dalam masa-masa yang begitu tenang. Sejak jadian dengan Artha, Billa justru jadi lebih sering memenuhi pikiranku ketimbang Artha.

Aku jadi malas jika harus teringat Billa hanya karena mengikuti kompetisi News reading. Aku ingin kompetisi tiga tahun lalu adalah terakhir kalinya aku melihat kompetisi News Reading.
“Masih trauma sama News reading?” tanya Artha yang tahu-tahu membuyarkan lamunanku. Aku tak merespons. Aku yakin Artha sudah tahu kenapa aku diam. Seperti aku yang tahu kenapa Artha sangat memaksakan dirinya untuk menepati janjinya pada Billa.

Artha menghela napasnya, “It’s okay. Aku ngerti. Then I’m not forcing, kalau kamu emang enggak mau ikut, ya enggak apa-apa. Mungkin aku ngajak Affan nanti, atau lihat siapa yang Mam Jen pilih buat jadi partner-ku nanti.”

Aku mau menyangkalnya, tapi rasanya sulit. Hatiku tetap mendominasi, bahwa aku tidak mau mengikuti kompetisi News reading tahun ini.

+ + +

Sudah satu jam aku duduk sambil memutar-mutar kursi yang kutempati. Aku masih berdiskusi dengan Miss Jenny perihal kompetisi bahasa Inggris yang akan diadakan sekitar akhir Agustus nanti. Benar kata Artha, Miss Jenny memang tidak menunjuk orang lain selain aku dan Artha.

“Karena Story telling cuma buat kelas sepuluh, jadi kita bagi rata, Jaka. Speech yang kelas sebelas, nah kelas dua belasnya News reading. Kamu gimana? Artha udah oke, tinggal kamu. Tapi kalau kamu memang bener-bener enggak mau, tell it soon. Biar saya bilang ke Affan, atau ke siswa lainnya buat jadi partner-nya Artha,” katanya panjang lebar.

Aku mengangguk pelan, “Ya udah, saya coba deh, Mam. Ada teksnya, enggak?”

Senyum Miss Jenny mengembang lebar. Selembar teks untuk berlatih News reading diambil dari mejanya, kemudian diberikan kepadaku. “Do the best.”

Hanya senyum tipis yang kujadikan respons. Setelahnya, aku pamit kemudian keluar dari lab. bahasa Inggris, menjemput Artha yang ada di ruang OSIS. Yah, saat kutemui, gadis itu sedang membaca teks yang sama denganku.

+ + +

long author note:
ps: kansa copy paste author note ini dari author note di bab 13 cerita 89 days later.

maaf karena jarang update. satu, karena laptop kansa enggak bisa nyambung internet dari wifi maupun pakai kabel lan.

dua, karena... jujur, kansa agak malas baca ulang terlalu banyak cuma buat ganti kata yang harus di-italic  yang jumlahnya enggak begitu banyak, tapi harus baca ulang. jadi, kalau update dari hp itu emang harus dibaca ulang karena hasil copy paste-nya enggak otomatis italic. (ini khusus cerita sebelah, sih. karena cerita jakarta enggak terlalu banyak setiap bab nya)

tiga, selama ini kansa update dari pc di sekolah, jadi cuma bisa update sewaktu hari senin dan jum'at. di salah satunya kansa bakalan update, atau keduanya, itu pun kalau kansa ingat dan kansa ada senggang.

empat, selama sebulan terakhir ini kansa latihan buat tugas upacara tujuhbelasan kemarin. kansa tugasnya cuma bawa teks proklamasi, tapi mau enggak mau juga ikut pulang sore bareng semua pasukan pengibar. kansa berangkat sekolah itu sekitar jam 5.40, dan pulang dari sekolah itu sekitar 17.40. sampai rumah cuma sempat buka hp buat chit-chat sama doi, sama grup osis, buka wattpad sebentar, buka ig sebentar, lalu pamit tidur sama doi. wkwk. ini serius.

lima, tugas grafis kansa lagi banyaaaaaak. lumayan. belum lagi kansa juga lagi nyiapin karya buat tugas akhir. jadi ya kansa lebih prioritasin adobe illustrator daripada microsoft word.

enam, kansa kangen update elang maupun jaka.

tujuh, sudah ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro