2. Miniatur Tong

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ini, aku mendapat undangan menarik yang cukup eksklusif. Namun sebelum aku memberitahumu tentang apakah aku akan menerima undangan ini atau tidak, biarkan aku bercerita sedikit tentang apa yang sudah kulalui hari ini dengan mencatatnya di buku jurnalku.

Sesuai informasi yang kudapat dari Regan, hari ini memang ada jadwal pertandingan di Arena Tarung Del Brufe.

Aku memilih duduk di area depan yang berhadapan langsung dengan lapangan luas setengah lingkaran di sana. Tempatnya yang luas karena berbentuk lapangan ini memang cocok dijadikan sebagai area adu kekuatan. Belum lagi Arena Tarung Del Brufe ini sudah diresmikan pemerintah dan seringkali diadakan pertandingan resmi yang berhadiah uang ataupun makanan, sehingga banyak menarik minat penduduk Kota Rhea bahkan pelancong yang singgah ke dermaga untuk menyaksikan.

Tempat itu ramai oleh orang yang beragam. Kebanyakan dari mereka adalah pria dewasa yang ingin menyaksikan pertarungan, tetapi tidak sedikit pula para pelaut yang sedang mencari potensi orang-orang kuat untuk direkrut menjadi anggota baru saat berlayar nanti. Bahkan, kurasa aku melihat orang-orang berpakaian bajak laut yang cukup menyeramkan. Mereka tampak sangar, tetapi ada pula sebagian yang terlihat santai.

Terkadang, aku sempat berpikir bagaimana ya rasanya berpetualang mengarungi lautan dengan bebas seperti mereka? Tapi aku tahu itu hanya angan belaka saja melihat kondisiku saat ini yang tidak memungkinkan untuk pergi ke laut.

Pertama, aku tidak punya kapal dan tidak sanggup untuk membeli kapal.

Kedua, aku bukan orang kekar yang mampu beradu kekuatan selayaknya para peserta di Arena Tarung Del Brufe sehingga tidak bisa menarik perhatian para pelaut yang membutuhkan anggota.

Ketiga, aku tidak pernah diajari caranya berlayar selayaknya kebanyakan penduduk Kota Rhea yang memiliki orang tua nelayan.

Ayahku keburu menghilang di laut. Dia tidak pernah kembali sampai saat ini, dan sebelum kepergiannya yang menghilang tidak jelas, dia belum sempat mengajariku caranya mengarungi lautan. Belum lagi kakakku tidak memiliki minat pada profesi nelayan, jadi dia juga sama sekali tidak mengerti navigasi atau caranya memegang kemudi kapal.

Pamanku? Aku jelas membencinya dan tidak akan pernah mau menjalin hubungan akrab apa pun dengannya. Apalagi memohon untuk mengajari cara berlayar. Lagipula, aku meragukan pamanku bisa melaut seperti kebanyakan nelayan di kota kami.

Kembali pada pertaruangan di Arena Del Brufe, aku belum melihat keberadaan Regan dari tadi. Kemana pemuda itu pergi? Jangan-jangan dia berbohong kalau ternyata kelompok bela diri yang dia ikuti–yang juga mulai kuikuti–ternyata tidak ikut bertanding? Kalaupun dia berbohong, aku memang tidak merasa rugi, toh aku masih bisa menyaksikan pertandingan yang sedang berlangsung dan mempelajari cara mereka bertarung.

Keinginanku menjadi kuat sebenarnya sudah ada sejak lama. Aku seorang perempuan dan perempuan biasanya tidak terlalu memedulikan kekuatan. Hal itu pula yang kupikirkan dulu sebelum kejadian kurang ajar yang kualami dari paman. Lelaki itu benar-benar bajingan. Aku tidak pernah menyangka jika satu-satunya kerabatku yang ada berani berbuat hal-hal buruk dan membuatku terus terbayang-bayang dalam ketakutan.

Perlakuan paman yang sadis sekaligus menjijikkan itu seakan mengaktifkan sistem pertahanan diri yang tertidur dalam tubuhku. Setitik rasa balas dendam sempat bersemayang untuk kulakukan. Aku ingin menghajarnya dengan kekuatanku secara langsung. Aku tidak ingin menjadi perempuan tidak berdaya yang bisa dikontrol dan diperlakukan seenaknya. Aku ingin membuktikan bahwa seorang Tarsa Liborio tidak layak diperlakukan seperti itu.

Akan tetapi aku belum bisa mewujudkan itu. Jangankan melawan untuk membalasnya, yang bisa kulakukan selama ini hanya berlari dan menghindar. Untuk itu aku selalu membawa semprotan merica dalam rompi yang kukenakan. Juga sebotol garam yang selalu mengingatkanku pada lautan tempat ayah pergi.

Aduh, sepertinya aku kelamaan melantur ke sana ke mari.

Seseorang yang duduk di sampingku berkata bahwa salah seorang petarung di depan sana terus memerhatikanku. Begitu kulihat siapa orangnya, aku tidak pernah menyangka jika paman adalah salah seroang petarung itu! Tubuhku mendadak tegang, seperti ada sensor bahaya yang menyuruhku untuk menghindar.

Paman tersenyum padaku, dan hal itu membuatku merinding.

Matanya seolah-olah mengatakan: jadilah gadis yang penurut, jangan mencoba-coba pergi atau rasakan akibatnya.

Aku lekas berdiri dan pergi dari Arena Tarung Del Brufe. Hanya menghindar yang bisa kulakukan. Ya, selalu seperti itu. Aku tidak peduli lagi pada pertarungan itu. Yang jelas, aku ingin pergi sejauh mungkin dari lelaki bajingan itu.

Aku berjalan terburu-buru untuk menjauh dari Arena Tarung Del Brufe. Meski padat oleh banyak orang, tapi aku bisa menyelinap dengan gesit untuk berusaha keluar dari kerumunan. Regan bahkan pernah berkata bahwa aku sebetulnya bisa menjadi rekan yang berguna dalam aksi pencuriannya, sebab kelincahanku untuk menyelinap membuktikan kelayakan itu, belum lagi katanya aku bisa berdebat untuk mempertahankan sesuatu dan hal itu bisa menguntungkan.

Namun, sangat jelas aku tidak mau melakukan itu. Meski hidup miskin, aku tidak mau melakukan hal-hal yang dapat menyengsarakan orang lain seperti mencuri atau sejenisnya. Konyolnya, aku malah berteman dengan Regan yang senang mencuri. Akan kuceritakan lain kali tentang bagaimana akhirnya aku dan Regan bisa berteman.

Tempat yang kupilih untuk menghindar kali ini adalah sebuah tempat mewah eksklusif yang biasanya hanya didatangi orang-orang kaya. Namanya Hotelet e Henes. Lokasinya berada di dataran tinggi dan bangunannya sungguh megah karena terdiri dari tujuh lantai dengan penuh gemerlap cahaya emas. Kalau kamu pikir aku punya uang untuk menginap di sini, tentu salah besar. Aku hanya ingin bertemu dengan salah satu kenalanku yang seroang pelayan hotel. Selain itu, kurasa paman tidak akan mengira jika aku akan berlari ke tempat mewah seperti ini hingga kecil kemungkinannya aku bisa ditemukan.

Tepat di depan pintu masuk, kulihat ada seorang pria jangkung yang duduk memerhatikanku. Tatapannya tajam dan tegas, seakan menusuk ke dalam kepalaku hingga membuatku terpana. Rambutnya hitam panjang dan ada helaian yang berwarna coral melambai mengikuti gerakan tubuhnya yang terbalut blouse longgar dengan bagian dada sedikit terbuka dan celana hitam panjang yang ketat.

Ketika pria itu berdiri dan berjalan ke arahku, terpancara aura wibawa dan kharismatik yang begitu mengagumkan. Pria itu memperkenalkan diri sebagai Sebastian Quest, tetapi aku boleh memanggilnya Kapten Quest. Katanya, dia sudah melihatku sejak di Arena Tarung Del Brufe.

Aku sungguh terheran-heran. Bagaimana bisa seseorang ternyata memerhatikanku dan bahkan menungguku di sini seolah tahu lokasi mana yang akan aku tuju. Aneh, tapi memang begitu kenyataannya.

Dia kemudian bertanya mengenai diriku secara singkat, seakan memastikan bahwa aku adalah orang yang dia tuju. Kemudian dia bercerita bahwa dia ingin mengundangku untuk pergi berlayar ke suatu tempat misterius demi mencari jimat suci bersama The Holy Serpent.

Aku tidak langsung bisa memercayai perkataannya. Tapi, entah mengapa instingku seakan memberitahu untuk tidak menolaknya.

Sebuah miniatur tong yang biasanya berisi minuman beralkohol, dia berikan padaku. Saat itu aku baru sadar bahwa salah satu lengan Kapten Quest ternyata bukan lengan sungguhan. Melainkan lengan prostetik yang mengagumkan. Aku sempat berpikir apa ya yang dirasakan pengguna lengan prostetik seperti itu? Apa terasa hangat seperti lengan sungguhan yang terbuat dari daging, tulang, dan aliran darah?

Kapten Quest berkata bahwa miniatur tong itu adalah bentuk undangannya dan aku bisa membaca informasi lain di dalam sana. Setelah itu, aku tidak banyak berinteraksi lagi dengan Kapten Quest karena dia segera pergi usai memberi undangan tersebut.

Aku yang masih agak kebingungan segera menyembunyikan miniatur tong sebesar genggaman tangan itu ke balik rompiku dan lekas pergi menuju tempat sunyi yang cocok untuk membuka rahasia di dalamnya.

Bukan, kali ini aku tidak akan pergi ke Rhea City Cemetary. Sebab rasanya pemakaman itu terlalu terbuka untuk menjadi tempat rahasia yang mengungkap informasi perjalanan misterius. Maka kuputuskan untuk pergi ke Rhea Library. Sebuah perpustakaan kota yang dikelola oleh pustawakan bernama Wilona. Aku cukup akrab dengan Wilona, hanya saja terkadang terasa melelahkan untuk berbicara dengan seseorang yang menggilai buku, sebab aku bukan orang yang terlalu suka membaca kecuali jika memang membutuhkan infromasi penting. Namun, aku senang mendengarkan orang lain bercerita dan membuat mereka mau bercerita.

Aku duduk di sudut paling terdalam Rhea Library. Di sana adalah area yang paling sepi, tidak dekat dengan jendela. Di sudut meja panjang untuk membaca, tidak kulihat ada seorang pun di sana. Aku lekas mengeluarkan benda yang diberi Kapten Quest dan membukanya untuk mengetahui isi di dalam tong itu.

Hanya secarik kertas berwarna cokelat.

Ternyata tidak banyak informasi yang dimuat di sana. Hanya tertulis bahwa undangan eksklusif untuk berkelana ke Mysterious WGALand demi mendapat jimat suci bersama The Holy Serpent. Terakhir kalimat undangan ditutup oleh jadwal keberangkatan pengelanaan yang akan dilakukan lusa!

Tidak ada informasi pasti tentang mengapa jimat suci itu terasa istimewa dan harus dicari. Aku mulai bertanya-tanya apakah pencarian ini akan menguntungkan diriku? Tapi, aku selalu suka tantangan dan kuputuskan untuk menerima undangan tersebut.

Meski aku belum mengenal begitu banyak tentang Kapten Quest apalagi kru kapalnya, tapi kurasa aku bisa menyesuaikan diri demu mendapatkan jimat itu.

Selintas aku mungkin berharap jika jimat suci itu bisa kudapatkan, barangkali aku bisa menjadi lebih kaya dan menemui hidup yang layak dijalani. Atau kalaupun tidak, mungkin masih ada sisi positif dan peluang lain yang bisa kudapatkan. Siapa tahu dengan pengelanaan ini aku bisa menemukan ayahku? Atau barangkali kakakku?

Meski kemungkinannya nyaris nihil, tapi suatu keajaiban dan keberuntungan bisa saja terjadi. Bukankah sebelumnya aku sempat berpikir untuk mengarungi lautan dan menyebut hal itu tidak mungkin kulakukan? Ternyata Kapten Quest mematahkan rasa pesimisku. Buktinya, aku yang tidak memiliki kapal, tidak bisa mengemudikan kapal, juga tidak sekuat orang-orang di Arema Del Brufe tetap dapat berlayar menuju laut lepas.

Jadi, kurasa meski dunia ini penuh dengan hal-hal pasti, tetapi keajaiban selalu bisa saja terjadi.[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro