Arc 0-3: WUE + BONUS!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rumus Water Use Efficiency (WUE)= biomassa tanaman/jumlah air yang dibutuhkan

Kedua mataku sontak terbeliak. "A-apa ... ini...?"

Napasku terengah-engah, badanku gemetar, dadaku kembang kempis, pundakku naik turun. Sepasang netra beriris hitam ini tidak bisa mengalihkan perhatian dari hologram jam tangan. Hologram yang menampilkan daftar nama, gambar, dan keterangan tak masuk akal. Hologram itu menghipnotisku agar terus menatapnya.

Ampun! Apa-apaan ini! "Cris, apa maksudnya ini?" pekikku.

Cris menjawab dengan mantap, "Ini adalah kenyataan. Dan, kau harus menerimanya. Semua rekan kita telah mati."

Apa? Kenyataan-semuanya ... mati?

Aku menoleh, menatap Cris. "Semua...?" Terbesit gambaran tentang semua teman-teman Geng Alpha Besar yang berada di ruang tempat kumpul.

Cris mengangguk.

"Ketua juga?" Terbesit gambaran Ketua yang tersenyum dengan pakaian norak nang dikenakannya.

Cris mengangguk lagi.

Pemandangan dinding gua nan gelap dengan penerangan minim bagai berputar-putar di kepalaku. Mata ini menjadi tidak bisa memfokuskan pandangan untuk memikirkan, apakah aku akan, harus, tetap menatap Cris, menanyakan kepada Cris, atau menunggu jawaban dari Cris? Atau ketiganya saja? Menatap Cris, kemudian bertanya ke Cris, kemudian menanti jawaban Cris? Entah mengapa, pikiran-pikiran aneh ini bak menjelma menjadi entitas-entitas yang terus-terusan berputar mengelilingi kepalaku, yang semakin lama semakin membuat keningku bertambah sakit. Aku pun meringis, tangan kanan ini telah bergerak hendak meremas kepala. Namun, tiba-tiba...?

Tunggu!-Aku terkesiap. Badanku bergidik, tatkala benakku telah menyadari sesuatu. Setelah menunduk, menatap tanah beberapa detik seperti patung, aku berkata, "Cris...." Aku memantapkan diri, mendongak dan menatap pria itu dengan lekat. "Siapa yang mengirim ini?"

"Siapa itu ... Pemerintah dari Pusat, bukan?" jawab Cristopher.

"Benar? Kau bisa cari tahu siapa yang mengirim lewat jam tanganku? Eh, sebentar, biar aku saja. Aku bisa."

Begitulah kemudian aku mengotak-atik jam tangan dengan mengeklik tombol sana-sini, tentu berpola tertentu, dan akhirnya muncul tampilan lain pada hologram. Tulisan itu amat jelas, terpantulkan oleh manik mataku. Sebaris kalimat yang jelas. Satu kata yang jelas, yaitu:

Pusat

"Pusat? Pusat...," aku termenung, "Pusat, Cris!" seruku, menatap wajah Cris.

Pusat? Berarti, resmi? Ini ... asli? Mereka semua ... mati, eh?

Eh?

"Cris, mereka semua mati...." Kalimat yang menggantung di akhir membuat lawan bicaraku ayal. Antara aku menyatakan pertanyaan atau pernyataan, baik aku maupun Cris tidak tahu.

"Mereka mati," ucap Cris, menegaskan, sekaligus memberi kepastian. Ia balas menatapku dengan wajah dinginnya, mengejam sejenak, lalu balik menatapku lagi. "Iya, mereka mati," ucapnya kembali.

"Cris.... Tidak...! Tidak...! Tidak mungkin...! Tidak mau...! Bohong!" Mataku mendelik, pupil menyempit. Kutatap intens Cris dengan raut muka ngeri.

"Terima saja kenyataannya. Mereka semua mati!"

"Kau bohong! Itu tidak mungkin! Geng Alpha Besar adalah party terbaik yang pernah ada! Anggotanya berkemampuan tinggi! Dan mereka selalu menyelesaikan misi tanpa kegagalan! Berita soal mereka mati itu sudah pasti bohong!"

Lemah lututku, aku beralih ke posisi bertimpuh. Kedua tangan yang bersarung, tegak menumpu pada tanah, menahan tubuh yang menerus gemetar. Kemudian, sepasang telapak itu ganti melekat pada pelipis. Napasku nan tak beraturan mengembus uap ke udara. Sebandung pupil terkonstriksi, mataku bergetar. Mulut nang kesulitan pun berbicara, "Bohong! Bohong! Bohong! Ini tidak mungkin!"

Pada pahatan batu di sebelah tempat duduk, Cris melungguh dengan tenang. Kedua telapak kaki berbalut bot menginjak lantai gua. Antarlututnya terbuka hingga membentuk sudut yang cukup lebar, tetapi tidak mengangkang. Sepasang tangan bersarung menempel di atas paha. "Mereka semua mati," kata Cris, menatapku dingin.

Aku memasang senyuman, entah hendak tertawa karena terpikirkan hal tak mesti. Kudongakkan kepala untuk menatap lawan bicara-Cris-seraya berucap dengan senang, "Benar juga, Cris! Ini pasti sebuah kesalahan. Pusat pasti salah mengidentifikasi korban-korban itu. Itu pasti bukan Geng Alpha Besar! Ayo, kita buktikan dengan mata kepala kita sendiri! Kau pasti tahu di mana mereka 'kan, Cris? Dan, walau badai seperti ini, kau pasti bisa melaluinya dengan mudah! Ayo, kita pergi sekarang, Cris!"

Kini Cris menumpuk kaki kirinya yang tertekuk di atas paha kanan, dan kedua tangannya diletakkan pada paha. "Itu tidak bisa. Tidak pernah bisa. Karena, mereka semua mati."

"Tidak mungkin...! Oh, iya! Kata Ketua dan Sister Mint, Geng menunjukkan kehebatan! Kau tahu, Cris? Bila kita menunjukkan kehebatan di depan musuh, katanya musuh akan ketakutan! Kita bisa mengalahkan mereka dengan mudah! Makanya, Cris, teman-teman kita tidak akan pernah kalah apalagi mati di saat menjalankan misi melawan musuh!"

Posisi duduk Cris berubah lagi menjadi kaki kanan yang diluruskan dan ditumpang di atas kaki kiri. "Mereka semua mati."

"Selain itu, Alpha menunjukkan kekuasaan yang berarti semua orang takluk di hadapan kita. Semua lawan akan berganti menjadi kawan saat melawan kita! Kekuasaan tertinggi ada di tangan kita!"

Kedua kaki Cris kembali seperti semula yaitu menapak lantai gua dengan posisi duduk biasa. Tangan kirinya bertopang dagu. Badan pria itu agak membungkuk. "Mereka semua mati," jawabnya, bermuka jemu.

"Juga, Besar berarti semua orang terlihat kecil bila dibandingkan dengan keagungan kita! Mereka tidak akan berani melakukan hal sewenang-wenang di hadapan kita!"

Cristopher menambah topangan dagunya dengan menempelkan tangan kanan pada pipi kanan. Kini kedua tangan Cris seolah menumpu kepala pria itu. "Mereka semua mati," ujarnya lagi-lagi.

"Cris, party ini adalah party paling sempurna yang pernah ada. Orang-orangnya baik hati, anggotanya berkeahlian tinggi, dan mereka disegani semua orang! Ada jaminan bahwa aku akan selalu diterima di situ. Selain itu, gajinya juga besar, hehe!"

Cris menutup muka dengan kedua telapak tangan. "Mereka semua mati."

"Lagi pula, Ketua juga mengatakan bahwa Ketua sangaaat betah berada di Geng Alpha Besar! Ketua ingin selama-selamanya berada di situ bahkan sampai tua-eh, tetapi katanya Ketua tidak mau selamanya jadi ketua! Kau tahu, Cris? Ketua mengurus kita dengan baik."

Kedua mata Cris mengintip di sela jemarinya. "Mereka semua mati."

"Sister Mint juga! Dia menyayangi kita semua layaknya keluarga sendiri! Ya, meskipun Sister agak pendiam dan suka main rahasia."

Cris duduk dengan posisi semula; kaki menempel, tangan di atas paha, badan tegak. "Cih. Sudah kukatakan padamu, mereka semua mati."

"Kau sendiri pun, Cris! Kau pernah bilang bahwa kau ingin momen kebersamaan bersama Geng Alpha Besar seperti itu terus berlanjut seterusnya, bahkan kau tidak akan meninggalkan party ini apa pun yang bakal terjadi!"

Cris tahu-tahu berdiri, menyibak mantel panjangnya nan gelap. Perlahan kaki pria tersebut menapak bergantian menghasilkan suara yang menggema ke seisi gua. Sepatu menggema, terus menggema. Tuk, tuk, tuk, pelan-pelan. Sekarang ia sudah berada di depanku, berdiri tegap memandang ke bawah; tatapan yang merendahkan itu. "Mereka semua mati."

"Iya! Iya, seperti itu kau! Tapi, akankah kau meninggalkan mereka walaupun kita belum tahu pasti mereka mati atau bukan?"

"Mereka semua mati. Mayatnya sudah kulihat."

"Aku ingin menikmati lagi masa-masa bersama Geng Alpha Besar, Cris! Maka dari itu, ayo kita cari dan temui mereka di luar sana!"

Pandangan Cris beralih. Matanya meneduh dan sikap berdiri pria itu berbeda dari sebelumnya yang terlalu kaku. "Mereka semua mati." Kedua tangan Cristopher terentang ke samping; lurus dan tidak tegang. Kain lengan jubahnya tertarik ke bawah akibat gaya gravitasi bumi.

"Apa-apaan ini? Memangnya jika bukan Geng Alpha Besar, kau bisa mencari party lain yang lebih baik? Cris, Geng Alpha Besar adalah prioritas nomor satumu, benar begitu, bukan!"

Mengambil langkah pertama, Cristopher mengitarkan kakinya dari satu suku ke suku lain secara bergantian. Pria itu berjalan memutar, merotasi terhadap tubuhnya sekaligus mengelilingi diriku. Cris berputar; terus memutar. Seraya berputar, dirinya berjalan mendekat-menjauh dariku laksana penari pro yang menyukseskan pentas dramanya di atas panggung. Ia memutar tubuhnya; terus berputar. Selagi memutar, Cris berkeliling dengan menggunakan diriku sebagai pusatnya.

"Memang benar begitu, tapi mereka semua mati."

Cris berputar, tubuhnya terus memutar. Bahwa memutari tubuhku yang terduduk di tengah, ia tanpa henti berputar. Mantel gelap pria itu yang ternaungi di dalam gua ikut memutar, berkibar-kibar mengikuti badan pemiliknya.

Cris duduk di pahatan batu. Dalam sekejap, ia tahu-tahu berada di sana, menautkan jari-jemari dan bertopang dagu sembari berkata, "Mereka semua mati."

Mataku melirik benda-benda yang berserakan di tanah dekat tempatku bersimpuh. "Jangan.... Kita harus mengamankan jam tangan mereka supaya tidak kotor saat kita kembalikan...." Aku mengais-ngais tanah berupaya mengumpulkan jam tangan milik teman-teman. Aku bahkan sampai menganjurkan badan untuk meraih jam terjauh, tak memedulikan baju yang kotor terkena debu dan pasir.

Cristopher melompat dari tempat duduk. Lonjakannya begitu bertenaga sehingga ia meloncat tinggi. Secara sigap, pria itu bersalto, membentuk lintasan parabola hingga sepasang sepatu botnya tepat mengenai punggungku. Cris menginjak kuat-kuat yang menyebabkan aku tengkurap sampai mengantuk tanah dan mengaduh kesakitan. "Argh!"

Cris menatapku yang di bawah dengan ekspresi supresif. "Mereka semua mati."

Aku mengejam mata, menggertak gigi dan mengaduh. Saat kubuka netra seraya mendongakkan kepala, memandang tempat pahatan batu, Cris duduk di sana. Ia terdiam menatapku dengan wajah dingin lagi kelamnya. Pria itu diliputi oleh aura mencekam.

"Ayo kita merasakan saat-saat bersama lagi! Saat bercanda dengan Ketua, bersenda gurau, latihan rutin, membagi tugas berbelanja, memasak bersama! Ayo sekali lagi rasakan, Cris!"

Cris terdiam.

"Ruang tempat berkumpul menanti kita semua, Cris! Meja yang kadang dicoret-coret, atau kursi yang selalu berpindah dan membuat orang yang bertugas membersihkan jadi marah, atau jendela yang sudah rusak, tapi masih saja belum diganti. Benar, kan, Cris? Kau pasti rindu pula tempat itu?"

Cris tak merespons.

"Mari bersama-sama ... menyelesaikan misi ini ... dan pulang kembali ke sana, Cris!"

Pada posisi tengkurap, lengan tegak menahan tanah, aku mendongak. Kulihat Cris yang masih duduk di pahatan batu, menyilangkan tangan di depan dada. Ia menatapku dengan ekspresi dinginnya, lagi-lagi.

"Apa kau sudah puas? Sedari tadi kau mengigau tak jelas dan diam di sana tanpa bergerak sedikit pun."

Aku bangkit, berjalan mendekat. Saat sudah sampai di depan pria itu, kuremas pundak Cris, kuguncang berulang kali sambil berteriak, "Cris! Kita ... harus ... menyelamatkan ... teman-teman ... kita!"

Cris menarik kerahku. Wajahnya menjadi bercampur aduk antara sedu dan geram. Blam! Pipiku ia pukul dengan kekuatan sedang. "Sadarlah! Buka matamu! Rekan-rekan kita telah tiada! Rekan-rekan kita ... Geng Alpha Besar ... telah meninggalkan kita! Kenapa kau tidak bisa menerimanya! Terimalah! Terima!"

Aku tercengang, mundur perlahan-lahan, sampai beberapa langkah, hingga sepatuku menginjak sesuatu. Kulirik ke bawah. Tubuh menunduk, sementara Cris menatap dengan heran, aku mengambil jam milik teman-teman satu per satu.

"Oi-" Cris berdiri seraya meneriakiku, mengulur lengan hendak menghentikan aksi memungut jam. "Oi!" teriaknya lagi. Namun, ia duduk kembali, kemudian menyilangkan tangan.

Ketika hampir semua jam telah dalam dekapan, tiba-tiba terdengar langkah kaki dari belakangku-tepatnya dari mulut gua. Aku segera bangkit lalu berbalik dan menoleh ke arah sana. Ekspresi muramku mendadak berubah seratus delapan puluh derajat menjadi semringah, berseri-seri tak percaya atas apa yang kulihat.

Aku berputar balik, mengatup kelopak, berujar dengan nada gembira kepada Cris, "Lihat! Mereka semua telah kembali!"

Dari luar, gerombolan orang berpenampilan khas anggota party dengan ciri khusus nan berbeda, melangkah masuk bersama-sama. Sejumlah dari mereka bercanda ria, lainnya hanya menonton atau mengamati sekitar. Di depan ada Ketua, diikuti Sister Mint, kemudian sisanya ada tiga belas orang dengan Zosro yang paling mencolok karena badannya tinggi besar macam raksasa.

Masih mengejam netra, aku merentangkan tangan ke samping, seolah berkata kepada Cristopher bahwa aku menang dan aku benar; semua anggota party ada di belakangku. Cris tak berkedip menatap dengan mata dinginnya. Ia justru melayangkan tatapan lain, alis mengerut dan bertaut, kelopak agak menyipit. Pria itu berpikir berat sambil menyilangkan tangan.

Dari tempat Cris duduk, beralih ke jarak di antara kami berdua, lalu lanjut ke diriku sendiri, tatapan akhirnya berpusat padaku. Di pantulan mata Cris, hanya ada satu bayangan: aku seorang. Tidak ada siapa-siapa selain aku; bahkan di belakangku pun. Cris melihat aku belaka yang tersenyum hampa dan merentangkan tangan lemas; tiada lainnya selain itu.

###

[BAGIAN BONUS]

a) Bonus curhatan gak jelas

❝Aku, lo, masih inget omonganmu pas wawancara dulu, Dek, 'Aku tuh gak bisa jadi deadliners, Mbak!'❞-Mbak Mam

❝Ya aku gak bisa sampai deadline gitu, lo. Jadinya malah death line, pakai 'th'.❞-Kart

"Ya maaf, Mbak Mam, 'aku gak bisa jadi deadliners' itu maksudnya selalu ngelewatin deadline dan akhirnya jadi death line seperti kata Kart." :')

b) Bonus gambar gak jelas

Cris dan Marjan pas gak tau lagi ngapa (intinya jelek)

c) Bonus pojokan gak jelas :"v

1. Marjan: (mengambil salah satu jam tangan, melirik punya Cris) Cris, kau itu ketinggalan zaman, ya? Jam tangan model sekarang itu seperti ini, bukan putih polos seperti punyamu!
Cris: Terserah. (tidak peduli)

2. Marjan: (bercermin) Cris, kayaknya ekspresiku tadi kurang, ya? Apa harus kuulangi lagi di sini?
Cris: Tidak perlu. (memasang wajah kesal) Lagi pula, ini salah author-nya yang pendek, jelek, malas, no life, gak bisa nulis cerita yang bener, karakternya gak jelas, alurnya amburadul, dll., dll..
Marjan: Kau benar juga. (lanjut bercermin)

3. Cris: Sadarlah! Buka matamu! Rekan-rekan kita telah tiada! Rekan-rekan kita ... Geng Alpha Besar ... telah meninggalkan kita! Kenapa kau tidak bisa menerimanya! Terimalah! Terima!
Marjan: Oke, aku akan sadar setelah author-nya menyeriusi nasib cerita kita. (ekspresi kalem)

Sleman, 31 Juli 2019

±2090 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro