Arc 1-10: Pemasaran Hasil Pertanian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 13: Pemasaran Hasil Pertanian

Pertarungan manusia vs iblis masih berlanjut. Akankah manusia yang memenangkannya?

###

Tempat aku berada terasa berefek sepia, segalanya berwarna cokelat tua. Aku berdiri di pinggir jalan raya yang lengang, sementara di seberang sana ada Cris yang tersenyum ke arahku.

Pria berpakaian ala kesatria itu menusukkan pisau ke tubuh seorang pemuda laki-laki yang tergeletak di pinggir jalan. Berulang kali Cris melakukannya, tusuk, tancap, tikam, cocok, tebas, bacok, ke setiap tubuh pemuda yang tak berdaya.

Tak jauh dari tempat tersebut, ada satu iblis berwujud humanoid*. Dia ketakutan melihat penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Cris. Dia juga berteriak serta meminta pertolongan kepada orang sekitar, tetapi yang namanya iblis, manusia hanya mengabaikannya walaupun tahu dia ada di sana.

(*humanoid= android= mirip dengan manusia)

Merasa tuntas dengan si pemuda yang bersimbah darah cokelat tua juga berhias luka tusuk, Cris membuang pisau. Setelah itu, ia berjalan ke arahku sembari mengernyih. Wajahnya diliputi cairan cokelat tua. Sembari melangkah, Cris menyodorkan lengan, seolah menyuruhku untuk mengambil sesuatu yang ada di atas telapak tangannya. Di tengah jalan, pria tersebut ditabrak oleh kendaraan pihak keamanan-mungkin kereta kuda atau semacam itu.

***

Menguarlah asap bagai uap air yang mendidih dari balik tubuh Cris. Kulit pria itu agak memerah, matanya yang tajam makin menajam, cengkeraman senjata makin erat. Seketika keluar semacam pusaran angin yang menyelubungi tubuhnya. Jubah gelap serta rambut hitam pria itu pun berkibar-kibar.

"Kau akan membayar ini, Iblis!" Amarah Cristopher tidak dapat terbendung lagi. Ia meluapkan seluruh emosinya kepada musuh di depan. Kuda-kuda sempurna telah ia pasang.

"Hahahahaha! Malang sekali rekanmu itu! Sekarang rasakanlah kekuatan Iblis yang mengamuk!"

Tak mau kalah, lawan Cris pun menciptakan badai debu dan kristal dari semacam payung yang berotasi cepat. Jeruji-jeruji berselaput menonjol dari lehernya bagai baling-baling tajam yang berputar laju seperti kipas angin besar. Tak ayal monster ular itu lebih pantas disebut kadal payung raksasa-tanpa kaki.

"Menyerahlah, Manusia! Sebelum merasakan kekuatanku yang mematikan!"

Butiran-butiran debu serta kristal memadat dan membesar menjadi semacam pecahan beling yang beterbangan, berputar-putar di dalam hujan badai. Hujan beling tersebut meluas, menyelimuti Cris dan tubuh monster raksasa itu sendiri. Pecahan beling yang berhamburan ke segala arah membuat kulit Cris terluka kecil, mengeluarkan darah, juga baju Cris sobek-sobek. Namun, pria itu tak gentar. Ia siap dengan pedangnya, menatap tajam dinding kulit tinggi di hadapan.

"Hahahaha! Hei, Manusia! Bagaimana kalau tawaran ini kuberikan padamu saja? Bunuh rekanmu, maka kau akan kubiarkan pergi, haha!"

"Aku tidak akan termakan oleh perkataan menjijikkanmu itu!"

Hujan pecahan beling kian menjadi, terus meluas hingga melingkupi tempat aku berada, yang cukup jauh dari Cris. Namun, butiran beling yang beterbangan hanya terpusat pada Cris. Di sekitar pria itu, pecahan beling sangat banyak sehingga aku tak dapat melihat apa pun.

Aku, yang telah dikalahkan, duduk berselonjor dengan batu sebagai sandaran. Aku tetap berusaha mempertahankan kesadaran dengan membuka sedikit kelopak netra. Tubuhku bersimbah darah, luka bekas tusukan yang parah kututup dengan tangan. Dari sini, sayup-sayup aku dapat melihat Cris yang siap siaga dengan senjatanya.

"Cris ..., berjuanglah...." Aku meringis, menahan nyeri di bagian badanku yang terluka.

Di dalam lebatnya hujan badai, Cris melesat, seketika menebas pinggir dinding dari ujung ke ujung. Goresan panjang tercipta pada sisi kiri tembok itu, meluruhkan sisik-sisik yang menempel. Menggenapkan gerakan, Cris melakukan serangan lagi secara memutar. Seusainya, pria itu fokus melihat dampak serangannya. Dalam kejapan mata, goresan melingkar yang tak rata tercetak pada tubuh si monster ular.

Tak cukup di situ, Cris memusatkan kekuatan pada pedangnya, kemudian ia menciptakan jurus angin tajam yang tertiup cepat menerjang dinding di hadapan. Tercetak goresan lagi yang jauh lebih besar. Cris melakukan jurus itu lagi dan lagi, menciptakan angin tajam lagi dan lagi, membuat kerusakan besar terhadap dinding kulit yang kini telah rusak sebagian, sisik-sisik telah luruh dari kulit itu. Cris tak memedulikan pecahan beling yang beterbangan melukai dirinya.

Menerima serangan tersebut, monster ular menggeliat kuat. Dia berteriak kesakitan, lalu menggeliat lagi, sampai-sampai seolah terlihat garis gelang-gelang pada lehernya. Monster itu meraung marah, butiran-butiran kasar semakin banyak keluar dari mulutnya. Payung di leher memutar semakin cepat, menghasilkan lebih lebat hujan debu. Iris netra kuningnya berikut cairan bola mata berubah menjadi merah, memendarkan cahaya. Garis-garis tak beraturan seperti tato seketika terlukis pada sekujur tubuhnya, kemudian berpendar merah pula.

"Kurang ajar kau, Manusia! Berani-beraninya melawan kekuatan Iblis yang Agung!"

Cris tak gentar. Ia menyiapkan pedang di cengkeraman. Pria berjubah itu mengentak tanah kuat, melesat cepat ke atas laksana peluru yang diluncurkan. Angin berputar-putar menyelubungi tubuh Cris yang terus melesat, mengenyahkan segala pecahan beling. Dalam hitungan detik, pria tersebut telah sampai pada mercu kepala monster ular yang mengamuk. Payung yang berotasi hebat dapat dihindarinya.

Cris langsung menuju bagian tepi agak depan. Ia menusukkan pedang kuat-kuat, menikam kelopak mata yang berpendar merah. Monster ular menggeliat, tetapi Cris tidak gentar. Ia menarik senjata yang bersimbahkan cairan putih pekat nan lengket, kemudian ia berlari ke tepi lain pada pucak kepala monster. Dengan segera, pria itu menikamkan senjatanya ke kelopak mata si monster ular, walhasil cairan putih membasahi pedangnya. Monster ular kembali melaung, menggeliat tak keruan. Cris hampir oleng, sebelum ia menancapkan pedang ke kulit si monster ular.

"Aaargh! Apa yang kaulakukan!"

Kedua kelopak mata si Monster Iblis tertutup, mengalirkan cairan pekat. Pendar cahaya telah raib. Payung raksasa yang berputar kuat tiba-tiba terhenti, meskipun badai beling masih berlangsung hebat. Tubuh panjang ular itu bergerak ke posisi yang aneh, menggelepar-gelepar laksana cacing kepanasan. Bak tertusuk rasa sakit yang teramat sakit, monster ular meronta serta menjerit. Seketika, kulit ular tersebut hilang pendar kemerahannya, menjadi putih pucat, garis-garis tato pun berubah putih.

"Aku adalah Iblis yang Agung! Iblis yang Kuasa! Seharusnya tidak ada yang bisa mengalahkanku! Manusia sialan! Manusia sialan! Sialan! Aku akan menantimu nanti ketika bertemu di alam sana!"

Mendadak, tubuh raksasa bagai bukit batu itu bergeser secara paksa ke depan, menghasilkan jejak panjang beberapa meter di belakangnya seperti habis dieret. Namun, tiba-tiba Monster Iblis bergeming. Seluruh tubuhnya memutih, pucat lesi. Dia ganal-ganal berubah menjadi patung, lebih tepatnya bukit batu kapur nan putih.

Cris sedikit goyah, berjongkok untuk menyeimbangkan badan. Pria itu kemudian mencabut pedangnya, lalu meloncat turun, jatuh bebas. Ia berpijak mulus, seolah tak terkena efek percepatan gravitasi. Cris mendongak ke atas. Tahu-tahu angin badai telah lenyap begitu saja. Butiran debu, pasir, kristal, juga beling yang beterbangan, seketika terjatuh perlahan ditarik oleh gaya gravitasi. Seolah-olah terjadi hujan salju di daerah Cris berada.

Dengan sorot mata dinginnya, Cris memandang dinding putih tinggi di depan yang sudah tampak rapuh. Dinding laksana bukit itu telah tak bergerak lagi, tak mengeluarkan badai lagi, tak menghasutnya dengan kata-kata lagi. Monster Iblis telah dikalahkan. Monster itu sudah berubah wujud menjadi bukit kapur yang berbentuk ular raksasa.

Pandangan sendu Cris lalu beralih ke tempatku berada. Aku tahu-tahu telah berdiri, bersandar pada batu. Aku memperhatikan Cris, semuanya, dari awal. Tentang bagaimana ia berjuang, bagaimana ia bertahan, bagaimana ia mengalahkan Iblis nan jahat. Aku menyunggingkan senyum kepadanya. Pria itu berjalan ke arahku. Sembari melangkah, Cris menyodorkan lengan, seolah menyuruhku untuk mengambil sesuatu yang ada di atas telapak tangannya.

Ternyata Cris berniat membantuku berjalan. Aku mengambil senjata, sebelum pria itu menghampiri, merangkul pundakku, kemudian menuntun aku yang melangkah tertarih-tatih. Cristopher mengajakku ke tempat awal Monster Iblis berada, yang sekarang telah berjarak jauh beberapa meter dari tubuh si Monster yang berubah menjadi bukit.

"Ternyata Monster yang dikira bukit batu memanglah bukit batu bentuk sejatinya," ucap Cris sembari menuntunku berjalan, "Lihatlah bagaimana Monster itu berubah menjadi bukit. Suasana ribut badai tiba-tiba tergantikan oleh heningnya hujan kristal yang turun seperti salju, mengiringi perubahan tubuh Monster menjadi bukit batu. Terasa begitu memukau sekaligus meneror."

Aku terdiam, tak mampu mencerna kata-katanya yang memang saat ini tak dapat kupahami seluruhnya. Telah sampai, Cris berhenti sejenak di depan bekas tempat Iblis itu, yang rupanya cukup luas dan kini tampak semacam kawah. Kami lanjut melangkah, hingga sampai tepat di tengah kawah tersebut. Cris melepas rangkulannya pada pundakku.

Cris berjongkok. Aku terkesiap. Di tengah kawah itu ada lubang. Di dalam lubang itu ada ... bayi-bayi ular, yang hanya berupa kepala dan leher. Ukurannya mungkin sama seperti buah pisang. Terdapat banyak sekali bayi ular itu, mungkin jumlahnya sekitar puluhan. Terdengar suara tangisan dari bayi-bayi ular dan gesekan lendir basah menjijikkan yang menyelimuti mereka.

"Iblis itu menggandakan diri!" kataku, tercengang.

"Bukan," tepis Cris.

"Eh?"

"Alasan kenapa aku bisa menang melawan Iblis ini adalah, karena dia merupakan induk. Dia sedang mengandung. Di tengah pertarungan, Iblis ini melahirkan anak-anaknya," Cris mengepal tangan kanan, memandangnya seperti beriba-iba, "Karena itulah kekuatannya melemah, dan aku bisa mengalahkannya."

Mataku terbelalak. "Tidak mungkin...!"

"Ular-ular kecil ini adalah bayi dari induk Monster Ular itu. Mereka akan tumbuh besar dan menjadi penerus Monster Ular, yang membawa kemalangan pada dunia dan membunuh lebih banyak manusia."

Setelah hening beberapa jenak, Cris mengambil senjatanya.

"Cris, apa yang ingin kaulakukan?" tanyaku lemah, dengan kuasa yang tersisa.

"Ini lebih baik daripada harus kehilangan banyak nyawa manusia."

Cris menusukkan pedangnya ke dalam lubang. Berulang kali. Lebih tepatnya, mengais lubang dengan pedang. Mata pedang itu mengoyak tubuh bayi-bayi ular secara brutal. Tanpa belas kasih. Dengan dingin, bahkan mungkin bengis, Cris membuat bayi-bayi ular itu hancur lebur bagai bubur. Ia tak menyisakan satu pun hidup. Ia memastikan semuanya telah meregang nyawa. Merasa selesai, Cris menaikkan senjatanya, menatap beku kolam cairan pekat lagi lengket yang tercipta di lubang. Aku hanya bisa memandang dengan ngeri, tak berkutik.

"Dengan ini, Iblis Eksekutif telah dimusnahkan." Cris mengakhiri kalimatnya dengan menyibak pedang untuk melucuti cairan dan daging yang menodai senjata.

###

Human WIN!

Kudus, 14 Januari 2020

±1580 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro