마지막

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Soo-yeon a, sebuah surat datang dari rumah sakit!" teriak sang manajer yang baru memasuki ruangan itu dengan nafas terengah-engah.

"Mungkin preskripsi obat?" gumam Soo-yeon sambil beranjak dari kursinya untuk mengambil surat itu. Tangannya gemetaran serta matanya yang mulai berkaca-kaca setelah membaca surat itu. Dengan tangisan besar ia jatuh berlutut di ruangan itu.

"Ini. . ."

Tanpa berbicara lebih lanjut ia langsung berlari keluar ruangan itu sambil menahan tangisannya.

"Hyung, apa isi surat itu?" tanya Tae-hyung yang langsung beranjak dari kursinya untuk mengejar Soo-yeon.

"Aku juga tidak tahu—" ujar sang manajer yang memang tidak tahu apa-apa, ia hanya diperintahkan oleh sekretaris di meja depan untuk menyerahkan surat itu pada Soo-yeon.

Tae-hyung tanpa berpikir panjang memutuskan untuk mengikuti Soo-yeon dari belakang. Setelah setengah jam mencari kesana kemari, rasa lelah dan penasarannya bisa membunuhnya. Soo-yeon telah hilang begitu saja. Dengan hati yang berat, Tae-hyung terpaksa berjalan kembali ke arah gedung rekaman, disitulah tatapannya terlintas ke arah seorang gadis yang terduduk diam merenung sesuatu di seberangnya.

"Soo-yeon a, apakah kau baik-baik saja?"

Namun siapa sangka bahwa Soo-yeon tetap membisu meskipun ditanya oleh Tae-hyung.

"Soo-yeon a!"

Soo-yeon yang bersikeras untuk menjauh dari semua orang di sekitarnya memutuskan untuk melarikan diri sejauh mungkin dari para member Bangtan. Barang-barangnya yang berada di hotel segera ia ambil sebelum ia kabur entah kemana. Selama seminggu terakhir, bukannya mengurus track comeback, Bangtan malah sibuk mencari Soo-yeon kesana sini.

"Hyung, apakah kau menemukannya?" tanya Tae-hyung kepada RapMon yang sedang ia hubungi melalui ponselnya.

"Belum, tunggu sebentar, Tae-hyung ah, menurut catatan rumah sakit ini, Soo-yeon baru saja dipindahkan ke rumah sakit lain."

"Rumah sakit apa?" tanya Tae-hyung panik setelah mendengar tuturan RapMon yang kurang jelas.

"Mereka masih mencari tahu, tetapi seharusnya tidak jauh dari sini. Coba kau check Rumah Sakit HaeSung!" ujar RapMon sebelum mengakhiri panggilan yang putus akibat signal buruk.

Dengan lesu Tae-hyung memasuki Rumah Sakit HaeSung tanpa berharap sedikit pun. Sudah seminggu sejak Soo-yeon hilang, bahkan mereka sampai sudah menghubungi polisi untuk mencari Soo-yeon. Namun hasilnya nihil. Entah kemana perginya Soo-yeon, tapi Tae-hyung tahu pastinya bahwa Soo-yeon tidak mungkin melarikan diri tanpa alasan yang jelas. Jung-kook yang jelas-jelas tahu kondisi Soo-yeon tetap memutuskan untuk diam agar Soo-jung tidak kecewa, ucapan Soo-jung memang benar untuk membiarkan Soo-yeon menyendiri terlebih dahulu, tetapi disisi lain, Jung-kook tidak ingin Tae-hyung terluka jika menyadari bahwa ia mengetahui semua dari awal.

Harapan terakhir Tae-hyung bergantung pada kamar terakhir di lantai teratas Rumah Sakit HaeSung. Dengan jantung yang berdetak kencang, ia memasuki ruangan tersebut, dan ternyata di dalamnya hanya terdapat seorang anak kecil yang kepalanya dibalut perban, menandakan ia seorang penderita kanker. Di sebelahnya terdapat sebuah kasur kosong, sepertinya pemiliknya sedang pergi.

Setelah lama mencari kesana kemari, Tae-hyung akhirnya menyerah. Ia menelusupkan tangannya ke dalam tas Gucci bermotif ularnya untuk mengambil ponselnya. Tiba-tiba, salah seorang pasien menabraknya hingga ponselnya jatuh. Ketika Tae-hyung berusaha mengambilnya, ia mencoba menoleh keatas untuk melihat sang pasien yang menabraknya. Alih-alih meminta maaf, sang pasien malah langsung melarikan diri. Namun ia tidak sengaja menjatuhkan ponselnya sendiri. Dengan kesal, Tae-hyung langsung meraih ponsel lain yang terjatuh di lantai. Ia menyalakan lockscreennya dan membelalakan matanya setelah melihat foto sang pemiliknya.

"Soo-yeon ie?" gumamnya sambil mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih jelas lagi.

Wanita yang melarikan itu langsung bersembunyi di belakang tembok sambil berumpat-umpat ke dirinya sendiri. Mengapa ia bodoh sekali sampai menjatuhkan ponselnya, di depan Kim Tae-hyung lebih tepatnya.

Namun ketika ia menoleh ke kanan, ia langsung terjatuh mundur dengan shock. Di saat itu juga Tae-hyung langsung menggapai tangan Soo-yeon dan memeluknya sebelum ia jatuh.

"Soo-yeon a, apa lagi masalahnya kali ini? Mengapa kau melarikan diri?" ujar Tae-hyung yang langsung memeluk Soo-yeon erat-erat agar Soo-yeon tidak bisa lepas. Namun, alih-alih menurut, Soo-yeon malah berusaha melepaskan dirinya dari Tae-hyung dan langsung berlari kabur ke arah kantin.

Meskipun kondisi badannya bisa dibilang cukup lemah, kemampuan lari Soo-yeon tidak bisa diremehkan begitu saja. Dengan kecepatan tinggi, ia menyusuri keramain para pasien lain di kantin. Setelah ia merasa aman, ia mulai pelan-pelan berjalan dengan kepalanya yang menoleh kearah belakang.

Namun, di depannya juga berdirilah seorang laki-laki dengan nafas terengah-engah yang langsung menarik tubuh Soo-yeon kearahnya.

"Soo-yeon ie?" tanya Jung-kook yang dalam posisi memeluknya untuk menghindarinya dari pasien lain yang sedang mengangkat sup panas.

Dengan sekuat tenaga, Soo-yeon sekali lagi melepaskan dirinya dari pelukan Jung-kook dan berusaha lari kabur. Lama kelamaan kepalanya mulai terasa berat dan pandangannya juga mulai kabur. Tubuhnya perlahan-lahan jatuh kearah lantai dingin. Dengan darah yang mengucur dari kepalanya, Soo-yeon hanya bisa membeku diam sambil menatapi Tae-hyung dan Jung-kook yang berteriak-teriak meminta bantuan. Lagi-lagi usahanya gagal begitu saja—mengapa semuanya selalu gagal sesuai harapannya ketika ia berada di depan sosok Kim Tae-hyung?

🍀🍀🍀

"Baiklah, pertama-tama jelaskan kepada kami mengapa kau melarikan diri dari Osaka?" tanya Jung-kook dan Tae-hyung dengan tangan mereka yang disilangkan. Tatapan mereka tajam kearah Soo-yeon yang berpura-pura menghindari tatapan mereka.

"Jung-kook a, kau ada schedule setelah ini. Ayo cepat berangkat!" teriak sang manajer Bangtan dari ujung pintu.

"Tapi Hyung—"

"Biarkan aku yang mengurusnya, terima kasih telah memberitahuku semuanya, tetapi satu hal, aku akan menghabisimu karena baru memberitahuku semua sekarang!" bisik Tae-hyung sambil mendorong Jung-kook ke arah pintu.

"Baiklah!" jawab Jung-kook yang tanpa menoleh kembali langsung berlari keluar dengan manajernya. Setelah memastikan kepergian Jung-kook, Tae-hyung berjalan kembali ke arah Soo-yeon—dengan tangannya yang duduk di sakunya.

Soo-yeon yang perlahan-lahan mencoba untuk duduk dengan gugup di kasurnya tiba-tiba mulai batuk. Dengan tangannya yang menutupi mulutnya, tatapan matanya tetap ke arah Tae-hyung. Namun, alangkah terkejutnya Tae-hyung ketika menoleh kembali ke arah tangan Soo-yeon yang berdarah-darah.

"Soo-yeon a, tanganmu. . . Aku akan memanggil perawat," ujar Tae-hyung yang langsung berdiri dengan panik. Namun, ia merasakan tangannya ditarik oleh seseorang di belakangnya.

"Tidak usah, ini sudah sering terjadi." gumam Soo-yeon sambik meluruskan tenggorokannya.

"I was diagnosed with LAM disease. Aku hanya mempunyai satu minggu untuk hidup. I was planning to disappear before you even know it, but here you are." ucap Soo-yeon dengan mata berkaca-kaca.

"Kau hanya mempunyai satu minggu untuk hidup dan kau malah menjauhiku?" tanya Tae-hyung dengan nada seolah-olah ia tidak bisa memercayai Soo-yeon.

Anehnya, Soo-yeon malah diam membeku tanpa mengatakan apa-apa. Tanpa berpikir dua kali, Tae-hyung langsung menariknya keluar dari ruangan itu.

"Mau kemana kita?" tanya Soo-yeon dengan bingung sambil mengikuti Tae-hyung.

"Aku sudah menyiapkan bajumu, lebih tepatnya yang kubeli untuk adikku—yang seharusnya kuberikan padamu, kita akan pergi dari tempat ini." ujar Tae-hyung yang langsung mendorong Soo-yeon masuk ke mobil pribadinya tanpa berbicara panjang lebar. Perjalanan mereka yang sunyi disebabkan oleh kedua belah pihak yang memilih untuk diam. Ketika Tae-hyung memarkir mobilnya di parkiran Incheon Airport, Soo-yeon akhirnya membukan mulutnya untuk berbicara.

"Where are we going?"

"Paris, aku dengar dari Soo-jung bahwa sejak kecil kau sudah bermimpi untuk pergi ke Paris." ujar Tae-hyung yang langsung menarik Soo-yeon masuk ke dalam bandara.

"Thank you, tetapi aku tidak bisa—"

"Kalau kau tidak ingin scandal merusak hidupmu lagi besok, aku sarankan kau mengikutiku tanpa banyak bicara." ujar Tae-hyung yang memegang tangan Soo-yeon erat sambil memasuki ruangan check-in. Nada Tae-hyung yang seolah-olah menyindirnya membuat Soo-yeon lanjut mengikutinya tanpa berbicara banyak.

🍀🍀🍀

"Wow, hotelnya indah—" ucap Soo-yeon yang tiba-tiba tersendat karena batuk. Tae-hyung yang lama kelamaan mulai khawatir langsung menyalakan penghangat ruangan itu untuk menjaga kehangatan bagi Soo-yeon.

"Musim dingin memang indah dimanapun, but it can be such a pain in the ass at times when you're sick." lanjut Soo-yeon sambil tersenyum lebar. Tidak lama kemudian ia mulai mondar-mandir memerhatikan setiap sudut ruangan itu.

"Untuk malam ini, karena saljunya tebal diluar dan anginnya terlalu kencang sebaiknya kita beristirahat di hotel dulu." ucap Tae-hyung sambil melepaskan jaketnya dan memasangnya pada bahu Soo-yeon yang kedinginan.

"Thanks." jawab Soo-yeon kikuk dengan pipinya yang memerah.

Tidak sampai setengah jam, Tae-hyung langsung jatuh tertidur pulas di kasur besar hotel tersebut. Yang membuat Soo-yeon lebih penasaran lagi adalah fakta bahwa hanya ada satu kasur king size di dalam kamar tersebut. Perlahan-lahan sambil menahan batuknya, Soo-yeon mulai berjalan mendekati Tae-hyung dan merapikan blanket untuknya. Melihat Tae-hyung yang tertidur pulas, Soo-yeon langsung memutuskan untuk berjalan menjauh sebelum Tae-hyung bangun karenanya.

Perlahan-lahan Soo-yeon mulai melepaskan batuknya dan membersihkan mulutnya menggunakan tissue di depannya. Rasa terkejutnya tetap terpadam ketika melihat warna tissue-nya berubah merah, dengan wajah sedih ia menoleh kembali kearah Tae-hyung. Disatu sisi ia ingin sekali meninggalkannya agar Tae-hyung bisa dengan mudah melupakannya, namun disisi lain ia ingin sekali berada di samping Tae-hyung. Hatinya yang berdetak kencang ketika berada di dekat Tae-hyung merupakan sensansi yang hanya bisa dirasakan ketika bersama Tae-hyung. Dengan mata yang sayu perlahan-lahan Soo-yeon mulai jatuh tertidur pulas di sofa kamar hotelnya. Untuk pertama kalinya sejak minggu lalu, ia akhirnya bisa tertidur dengan tenang.

🍀🍀🍀

Sinar matahari yang menyilaukan membangunkan Soo-yeon dari tidurnya yang cukup lama. Sambil merenggangkan tangan dan kakinya, Soo-yeon menguap dengan lebar tanpa menyadari Tae-hyung sedari tadi sudah bangun dan lebih tepatnya lagi menatapinya dari belakang.

"Kau sudah bangun?" suara Tae-hyung dengan nada seolah ia berpura-pura tidak tahu menusuk telinga Soo-yeon. Dengan wajah yang memerah malu, Soo-yeon pun menoleh ke belakang sofa untuk menyapa Tae-hyung.

"Kau mau kemana hari ini?" tanya Tae-hyung yang langsung beranjak dari kasurnya dan berjalan kearah sofa yang di duduki Soo-yeon.

"Berjalan-jalan di sekitar Montmartre dan mengunjungi gedung Montparnasse? I've always wanted to see paintings in the Montmartre area." jawab Soo-yeon dengan matanya yang tidak bisa meninggalkan Tae-hyung.

"Baiklah, mandilah dan ayo berangkat!"

"Ya! Byuntae [Pervert], jangan coba-coba membuka pintu kamar mandi!" gerutu Soo-yeon sambil berjalan ke arah kamar mandi dengan wajahnya yang terus memerhatikan gerak-gerik Tae-hyung.

"Aku tidak semesum itu!" jawab Tae-hyung kembali dengan wajah yang merah.

🍀🍀🍀

"Pouvez-vous nous prendre une photo? [Bisakah anda membantu memotret kami?]" tanya Soo-yeon kepada salah seorang gadis lokal di sana.

"Bien sûr [Tentu saja]" jawab sang gadis mungil sambil mengarahkan kamera yang diserahkan Soo-yeon. Setelah mengambil foto Soo-yeon dan Tae-hyung, sang gadis tiba-tiba diam membeku.

"Vous vous ressemblez [Kau mirip dengan orang itu]" ucap sang gadis dengan tangannya yang menunjuk kearah spanduk Bangtan di belakang mereka.

"Bagaimana cara mengatakan bahwa aku lebih tampan dari orang di foto itu?" tanya Tae-hyung kepada Soo-yeon yang berada di sebelahnya. Sambil tertawa terbahak-bahak Soo-yeon mulai menerjemahkan perkataan Tae-hyung satu per satu kepada sang gadis kecil. Setelah berbincang panjang lebar kepada gadis cilik tadi, Tae-hyung mulai merasakan perutnya yang berbunyi. Ia menoleh ke arah Soo-yeon di sampingnya yang masih asyik berbincang dengan gadis tadi.

"Soo-yeon a, sasil eun. . . nan jom— [Sebenarnya aku sedikit—]" bisik Tae-hyung perlahan-lahan sambil meletakkan tangannya di perutnya.

"Baegopa? Gaja, mwol meokgo sipeo? [Lapar? Ayo kalau begitu, mau makan apa?]" tanya Soo-yeon yang langsung beranjak berdiri dari tempat duduknya. Tak lama kemudian, mereka berdua langsung berpamitan pada gadis cilik tadi dan berjalan-jalan mencari restaurant.

Di tengah jalan, Tae-hyung terus menerus mengusap perutnya yang lapar dengan kepalanya yang menoleh sana sini untuk mencari papan restaurant. Melihat tingkah Tae-hyung yang lucu, Soo-yeon langsung meraih sebuah biskuit yang sedari tadi ia bawa hanya untuk berjaga-jaga.

"Aku tahu kau sangat lapar, makan ini saja dulu." tutur Soo-yeon sambil menyerahkan sebuah biskuit kecil kepada Tae-hyung. Namun, alih-alih menerima biskuitnya Tae-hyung malah menarik Soo-yeon ke dekatnya dengan cepat selang sebuah mobil melewati Soo-yeon tepat di belakangnya.

"Hati-hati!" teriak Tae-hyung yang langsung menarik Soo-yeon untuk bertukar tempat dengannya. Tanpa disadari, mereka pun jatuh bertindihan, lebih tepatnya Tae-hyung bertahan dalam posisinya dengan tangannya yang lurus mengangkatnya.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Tae-hyung kepada Soo-yeon yang wajahnya memerah malu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Soo-yeon hanya bisa mengangguk-angguk. Perlahan-lahan, Tae-hyung mulai berdiri dan menjulurkan tangannya untuk menarik Soo-yeon. Setelah Soo-yeon berdiri, ia langsung memegang erat tangannya dan memeluknya di tempat.

"Soo-yeon a, jangan tinggalkan aku. Jung-kook telah memberitahuku sebenarnya mengenai penyakitmu, tetapi aku tidak bisa menerimanya begitu saja. . ." bisiknya dengan air mata yang perlahan-lahan menetes dari wajahnya. Soo-yeon yang tercengang mendengar tuturan Tae-hyung hanya bisa diam membeku, dengan gugup tangannya mulai terangkat untuk membalas kembali pelukan Tae-hyung.

—End of Chapter 22 : 마지막—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro