31. Sorry

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah kepergian ayahnya, Titania sangat jarang tersenyum dan ia bahkan menjauh dari semua orang termasuk Alvaro dan kedua sahabatnya. Ia tidak lagi dekat dengan Gio dan Rafael, ia juga tidak pernah berinteraksi dengan Ria meskipun gadis itu masih sama.

Beberapa kali ia berjalan, beberapa ucapan terlontar dari mulut kotor mereka. Mereka menganggap dirinya adalah perusak hubungan orang, jadi Raina sudah bertindak sampai sini?

"Perusak hubungan orang emang nggak akan kapok ya."

"Kasian ya."

Titania menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan cepat. Ia segera melangkah menuju kelas dari pada harus mendengarkan celotehan panjang yang membuat kepalanya sakit.

Sekarang Titania tidak mau duduk berdampingan dengan Alvaro, ia meminta Gio untuk duduk dengan cowok itu sementara dirinya bersama Rafael. Perih? Tentu saja, setelah dilambungkan tinggi malah dijatuhkan sedemikian rupa.

Gadis itu ingin segera menyelesaikan pendidikannya dan pergi menjauh dari semua orang yang tahu permasalahannya. Ia tidak ingin bertemu dengan mereka, ia terlalu malu. Dirinya benar-benar perebut pacar orang kan?

Alvaro menghampiri Titania yang sedang duduk seorang diri di kursinya, gadis itu benar-benar mengacuhkannya. "Ta, gue mau ngomong sama lo."

"Ngomong apa lagi?"

"Urusan kita belum selesai, Ta. Please jangan begini," kata Alvaro dengan nada pasrah membuat Titania mendengus kecil.

"Gue nggak mau ada urusan sama lo, mending lo perbaiki tuh hubungan lo sama Raina. Lupain gue, anggap semua nggak pernah terjadi," kata Titania.

"Ta, gue mohon."

"Gue nggak mau," kata Titania.

"Ta, salah gue apa sih? Gue cuman mau ngelurusin ini semua, tapi lo selalu kayak gini," kata Alvaro membuat Titania mendengus.

"Lo nggak tahu apa-apa mending diam."

Alvaro mengacak rambutnya frustrasi, ia benar-benar bingung harus berbicara apa pada Titania. "Ta, gue nggak mau kayak gini. Tolong ngertiin," kata Alvaro.

Titania mengambil bukunya dan segera pergi dari kelas membuat Alvaro menghela napas panjang. Berharap dengan ini, Titania akan menenangkan diri dan mau berbicara padanya.

***

Bara yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Titania yang mematahkan daun-daun pada pohon kecil yang berbunga indah. Bara duduk di samping gadis itu membuat Titania menoleh dan melemparkan daun ke kolam ikan yang ada di hadapannya.

"Kenapa, galau?"

Titania menggeleng perlahan.

"Ini salah gue sih, biarin lo sama Alvaro. Harusnya gue nolak," kata Bara dengan nada menyesal membuat Titania menghela napas berat. "Harusnya gue hajar aja Alvaro," lanjutnya.

"Jang-"

"Gue tahu pasti lo nggak akan terima kalau gue ngelakuin itu, bagaimana pun lo sayang banget sama dia. Walaupun waktu lo sama dia nggak terlalu lama, tapi gue tahu kok."

Titania diam hanya saja tangannya masih mengutak-atik daun yang tidak jauh darinya. Bara meraih tangan gadis itu dan tersenyum ke arahnya. "Jangan rusuh sama bunga-bunga gue," kata Bara.

Titania mengangkat sebelah alisnya. "Emang ini punya lo?"

Bara mengangguk. "Lo lupa? Ini kan bunga yang kita tanam pas masih kelas sepuluh," katanya membuat Titania mengingat jika dirinya memang pernah menanam bunga itu.

"Iya gue ingat," katanya. "Berarti ini punya gue juga dong?" lanjutnya yang tentu saja membuat Bara terkekeh geli.

"Lo nggak ikut ngerawat, jadi ini punya gue."

Titania mengangguk kecil dan tatapannya beralih pada ikan yang tengah berjalan ke sana ke mari di kolam ikan. "Enak ya jadi dia, nggak mikirin hidup."

"Kata ikan 'enak ya jadi Titania, dia bisa duduk bareng cowok ganteng' gitu, Ta."

Titania menepuk lengannya dan tertawa kecil membuat Bara cukup senang, ia masih mampu menghibur gadis itu. "Di mata gue, lo bukan perebut atau sejenisnya. Lo juga korban di sini," katanya.

"Gue nggak mau bahas itu, lihat deh- ikannya gemoy," kata Titania dengan tatapan yang masih terarah pada ikan.

Bara yang mengerti pun mengangguk. "Mereka gue yang kasih makan, mau ngasih makan nggak?" katanya yang tentu saja dibalas anggukan penuh semangat dari Titania.

"Dia punya nama nggak?"

Bara yang mendengar hal itu pun menggeleng perlahan, karena ia tidak seniat itu untuk memberi nama pada ikan-ikan yang ada di kolam.  Sementara Titania yang melihat Bara menggeleng pun merengut, kenapa tidak diberi nama?

Bara mengambil pakan ikan yang terletak di wadah yang cukup tinggi di bebatuan buatan di atas sana. Cowok itu memberikan pakan ikan pada Titania. "Lo mau kasih nama dia?"

Titania tampak berpikir dan menggeleng. "Nggak mau deh, kan lo yang punya."

"Ini punya sekolahan, Ta. Siapapun boleh di sini, lagi pula gue cuma bantu jagain kok. Gabut aja gue udah nggak ada lo, ngasih makan ikan deh."

***

Jauh di ujung sana, seseorang memperhatikan interaksi Titania dengan mantan kekasihnya membuat hatinya memanas. Siapa yang tidak panas jika melihat kekasihnya berinteraksi begitu terbuka bersama mantannya?

Alvaro sedari tadi mengepalkan tangannya lantaran ia kesal melihat Titania yang berinteraksi dengan Bara, mantan kekasih gadis itu.

Ia tidak mau.

"Lihatin apa?"

Alvaro yang mendengar suara seseorang membuat cowok itu menoleh dan terkejut mendapati Audrey yang ada di belakangnya.

"Cewek lo ganjen ya, kalau gue jadi lo tinggal aja deh," katanya.

"Dia benar-benar perebut yang handal. Sampai lo aja luluh dan ninggalin cewek lo, awhh-"

Alvaro menekan tangannya di leher Audrey membuat gadis itu merasa tercekik, hanya saja Alvaro tidak peduli dengan hal itu. "Gue diam ya lo ngomong ini itu tentang cewek gue, tapi kali ini gue nggak mau tinggal diam."

Alvaro semakin menekan tangannya membuat Audrey hampir menangis karenanya. "Satu hal yang harus lo tahu! Jangan pernah sok tahu, lo nggak tahu apa-apa tentang kehidupan gue." katanya.

"Mending lo diam aja! Jangan bacot."

Audrey terbatuk-batuk di tempatnya hanya saja tidak dipedulikan Alvaro. Cowok itu lebih memilih pergi dari sana membawa perih yang disebabkan oleh dirinya sendiri, jika saja ia tidak pernah berhubungan dengan Raina. Mungkin ia tidak akan menyakiti Titania dan dirinya sendiri.

"Sorry, Ta."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro