Dua Puluh Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Conan melangkahkan kakinya lebar, sesekali kepalanya menengok kebelakang--memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Ya, saat ini dia memang sedang berjalan seorang diri ke sebuah tempat yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Dia berdalih kepada Ucup jika dirinya ada kepentingan mendadak yang harus segera di selesaikan dan tentu saja tanpa memberitahukan apa yang harus dia lakukan.

Di kejauhan Conan melihat tiga orang pria berbadan tinggi dan bertatto sedang duduk di depan sebuah warung. Tangan salah satu dari mereka melambai ke arah Conan yang di balas dengan sebuah senyuman sambil terus melangkahkan kakinya semakin lebar.

"Sorry gue telat Bro," kata Conan sambil menepuk pundak salah satu di antara tiga orang itu.

"Gak apa-apa Bro, kita juga baru sampai. Loe amankan ke sini?" tanya salah satu dari mereka.

"Aman, gak ada yang ngikutin gue kok. Tapi gue gak bisa lama-lama, takut orang-orang proyek atau kampus tau," jawab Conan yang kemudian menyeruput kopi yang telah di pesankan oleh tiga temannya, "Barangnya mana, Bro?"

Salah satu dari tiga orang itu mengeluarkan sebuah kresek berwarna hitam di mana di dalam ada bingkisan yang sudah di tata serapi mungkin sehingga tidak akan menimbulka  kecurigaan orang lain.

"Ini Bro, kalo habis kabari kita!" kata pria itu sambil memberikan kresek hitam pada Conan.

"Ok sip, paling juga ini cukup buat sebulan," kata Conan sambil melihat bingkisan yang ada di dalam kresek, "Gue cabut dulu Bro."

Conan baru saja akan beranjak dari tempat duduknya saat salah satu dari ketiga orang itu teringat akan sesuatu dan refleks menarik lengan Conan. Setelah Conan terduduk kembali dia segera membisikkan sesuatu yang baru saja di ingatnya kepada Conan.

"Loe urus saja Bro, gue malas berurusan sama cecunguk itu!" kata Conan yang kemudian benar-benar beranjak dan meninggalkan ketika temannya.

Conan terus melangkahkan kaki hingga sampai kembali di sekitaran kampus. Gerak-geriknya terlihat begitu biasa dan tanpa menunjukkan keanehan sama sekali. Dia seolah-olah  baru saja pulang bekerja dari proyek yang sedang di kerjakannya.

Tanpa di sadari oleh Conan, ada sepasang mata yang sedari tadi mengintainya dan memerhatikan setiap gerak-gerik pria itu. Mata indah yang dihiasi dengan bulu mata nan lentik itu tidak pernah membiarkan pria yang telah membuatnya penasaran hilang dari jarak pandangnya. Seberapa cepat targetnya melangkahkan kaki maka dia-pun akan melangkahka kaku semakin cepat bahkan tidak jarang sedikit berlari meski pada akhirnya dia harus tersengal dan berusaha mengisi paru-parunya dengan oksigen.

Bingkisan itu berisi apa? Dan kenapa dia bilang cukup untuk sebulan, batin orang yang memiliki mata indah itu.

Pemilik mata indah yang tidak lain adalah Chacha terus mengekor mengikuti ke mana Conan melangkah. Beruntung di sore yang cerah ini dia tidak memiliki kesibukan apapun sehingga dapat dengan mudah mebgikuti pria yang telah membuatnya penasaran.

Mungkin sedikit aneh saat Chacha mulai penasaran dengan satu sosok baru dalam kehidupannya. Namun bukan tanpa alasan dia merasa seperti itu, semua karena sikap Conan yang menurutnya cenderung misterius jika di bandingkan denga  kuli lainnya, dan dia juga adalah satu-satunya pria yang dengan terang-terangan bersikap acuh bahkan menolak permintaan terima kasihnya dengan cara mentraktir dia makan.

Pria yang aneh, batin Chacha lagi saat dia melihat pria bertubuh tinggi itu menghentikan langkahnya dab sesekali menatap ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya.

"Kak Conan," terlihat seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun berlari ke arah Conan yang tidak lama kemudian di ikuti oleh teman-teman lainnya.

Conan terlihat bercengkrama dan bersikap hangat pada anak-anak itu. Tidak ada satu-pun sikap canggung atau menghindar dari anak kecil--sesuatu yang sangat jarang di miliki oleh seorang pria. Di mana pria-pria lain seusia Conan pasti akan merasa terganggu dengan kehadiran anak kecil di sekitarnya dan akan menghindari mereka.

Tapi Conan, sangat berbeda dari yang lainnya di mana dia memilih untuk bermain dengan anak-anak yang selalu tertawa dan tersenyum ketika berada di sampingnya seolah mereka sudah terbiasa dengan kehadiran Conan sedangkan pria itu mungkin orang baru di lingkungan itu.

"Kak Conan, itu biat kita ya?" kata salah seorang anak perempuan sambil menunjuk ke arah kresek yang sedari tadi berada di tangan Conan.

Chacha terus memerhatikannya dengan seksama, menanti apa yang akan di ucapkan atau dilakukan oleh pria itu. Apakah dia akan membuka bingkisan itu dan menghilangkan rasa penasaran Chacha atas isi bingkisan itu atau sebaliknya?

"Owh ini bukan buat kalian, anak seumur kaliann belum boleh makan ini," kata Conan dengan penuh sayang sambil mengelus puncak kepala gadis cilik itu.

"Cerus buat kica apa, Kak?" kata yang lainnya.

Dari ucapan Conan, Chacha dapat menarik kesimpulan jika Conan memang dekat dengan mereka dan terbiasa membawa sesuatu untuk anak-anak itu. Terlihat wajah kecewa yang tergurat dengan jelas di wajah anak-anak kecil yang kini sedang berada di dekat Conan.

"Tapi Kak Conan punya hal lain buat kalian," kata Conan sambil tersenyum dan merogoh kantong celananya, "Taraaa."

Seketika wajah anak-anak terlihat sumringat saat pria bertubuh tinggi itu menyodorkan beberapa sachet kecil marshmallow. Setiap anak mulai mengambil jatah mereka satu persatu seolah-olah sudah paham jika mereka hanya memiliki jatah satu dan tidaj meminta lebih. Lagi, hal itu membuat Chacha terdiam tanpa kata karena bagaimana anak-anak kecil itu tidak saling berebut satu sama lainnya.

"Terima kasih Kak Conan," kata mereka sambil mengecup pipi Conan yang kemudian kembali berlarian untuk bermain, satu pemandangan yang bahkan tidak pernah Chacha lihat sebelumnya.

Puas melihat keceriaan anak-anak yang terbiasa menyambut kepulangannya, Conan kembali melangkahkan kakinya lebar. Senyum mereka memang selalu menjadi obat dan penghilang lelah bagi dirinya yang setiap harinya harus berkutat dengan pekerjaan di bawah terik mentari.

"Co...," terdengar seseorang memanggil nama Conan yang mau tidak mau membuatnya harus membalikkan badannya dan melihat ke arah si pemanggil tersebut.

Conan melihat Ucup tengah melangkahkan kakinya dengan menenteng dua buah kresek berwarna putih di tangannya. Samar Chacha melihat kresek itu yang diperkirakannya berisi makanan.

"Hai Cup... habis dari mana? tanya Conan setelah Ucup berada di sampingnya.

"Beli makan."

"Beliin buat aku juga gak?"

"Pasti, itu apaan Co?"

"Buka saja sendiri."

Ucup mengambil kresek berisi bingkisan itu dan mulai membukanya dengan sangat perlahan hingga menunjukkan isi dari bingkisan itu.

Itu... batin Chacha yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro