Chapter 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ini, tampaknya cuaca enggan bersahabat. Langit mendung serta suhu menjadi sedikit dingin merupakan hal umum saat hujan tiba.

Sungguh, semakin dingin suhunya membuat Neko merindukan keramaian honmaru. Biasanya, Kasen akan meminta bantuannya bersama dengan Horikawa untuk membawa masuk jemuran.

Lalu, Mitsutada akan mengajaknya memasak makanan yang dapat menghangatkan badan. Selain itu, Ishikirimaru akan mengajaknya berdoa di kuil agar hujan membawa keberkahan.

Bahkan, Mikazuki pun tidak akan segan-segan untuk mengundangnya minum teh bersama dengan beberapa camilan ringan. Atau Ugusuimaru akan mengajaknya menikmati kue castella bersama dengan salah satu tantou toushiro, Hirano toushiro.

Namun, semakin Neko mengamati cuacanya, rasanya semakin aneh. Tiba-tiba saja, sebuah pedang tampak menancap sebagian pelindung dan disusul dengan pedang lainnya.

"Apa itu ...," gumam Neko.

Ichigo menemui Neko dengan seragam perangnya. "Neko, cepat berlindung," titahnya.

"Maksudmu?" tanya Neko yang masih bingung mengapa Ichigo tampak begitu khawatir.

Belum sempat Ichigo menjelaskan, pelindung honmaru retak dan membuat pedang itu masuk wilayah ini dalam sebuah wujud.

"Pasukan pengubah sejarah ...," gumam Neko.

"Neko, cepat sembunyi di kamar Aruji. Aku akan menahan mereka," ulang Ichigo.

"Tidak. Aku tidak akan sembunyi," tegas Neko.

Deru nafas para pasukan pengubah sejarah tampak lebih dekat. Dan rasanya, honmaru akan hancur detik ini juga.

"Ichigo, kita tahan di bagian kamar Saniwa. Jangan sampai mereka menyentuhnya," titah Neko.

Sebelum meninggalkan kamarnya, Neko mengambil pedang miliknya dan berlari menuju ruang Saniwa bersama satu-satunya pedang yang ada bersamanya saat ini.

*****

Zrash!

"Hah ... hah ... hah ...."

"Tch, kita kalah jumlah," ucap Yagen yang sudah tampak babak belur.

Di medan perang kali ini, mereka tampak kewalahan. Enam pedang melawan ribuan, tidak, lebih tepatnya ratusan ribu pasukan pengubah sejarah yang ingin menghancurkan tempat mereka sekarang, Kuil Honnouji.

"Hahaha, rasanya mereka tidak ingin menyerah sama sekali," ucap Mikazuki sembari menyeka keringatnya.

"Ah, rasanya semakin menarik," sahut Higekiri.

"Tapi kalau seperti ini terus-menerus, kita bisa hancur," timpal Yagen.

"Hancur disisi Aruji ya ...," gumam Higekiri.

Saat mereka masih mengobrol ringan, tiba-tiba saja para pasukan itu melancarkan serangan secara brutal.

"Inilah jalan kesatria, mati demi tuannya! Ayo, Aniki!"

Hizamaru melancarkan serangan yang diikuti oleh sang kakak, Higekiri. Mereka menciptakan kombinasi yang kuat jika mereka bersama.

"Ayo, Yagen. Kita jangan sampai kalah!" ucap Hasebe dengan penuh semangat.

"Ya, tentu saja kita tidak boleh kalah," sahut Yagen.

"Meskipun aku tidak mengerti pemikiran Aruji, aku akan bangga jika aku hancur di sisinya," ucap Kogitsunemaru.

Mikazuki tersenyum. Ia mengangkat pedangnya dengan tatapan tajam, 'Aruji, sebenarnya apa yang kau pikirkan.'

Dua jam tanpa lelah mengayunkan pedang. Lubang tempat keluarnya para pasukan pengubah sejarah tiada henti-hentinya bermunculan.

Kondisi ini membuat mereka sudah pasrah jika harus hancur ditangan pasukan pengubah sejarah demi kehidupan manusia di masa depan.

Wush!

Bunga sakura bermekaran, menarik atensi dari pasukan pengubah sejarah yang mirip dengan gerombolan semut.

"Huhuhuhu. Aku Sengo Muramasa. Ya, mereka memanggilku pedang Iblis Muramasa. Huhuhuhu," ucap pria bersurai ungu panjang dengan pakaian yang memang lebih terbuka untuk ukuran pria.

"Dia ... pedang terkutuk itu?" gumam Hasebe.

"Aku Jiroutachi. Seperti yang kau lihat, aku Ootachi. Aku didedikasikan Dewa seperti kakakku, Taroutachi, tapi tidak sepertinya, ukuranku tidak mencegah siapapun untuk menggunakanku jika dengan sedikit usaha. Meskipun, aku benar-benar cukup besar!" ucap pedang yang tidak kalah cantik dari Yamanbagiri Kunihiro.

"Bala bantuan kah?" ucap Mikazuki.

"Tentu. Aruji langsung mengirim kami sesaat setelah kami datang. Padahal, kami sangat ingin membantu honmaru," ucap Sengo.

"Honmaru? Ada apa dengan honmaru?" tanya Hasebe dengan raut khawatir.

"Hmm ... Aruji kami, Nekonyan sedang bertarung disana dengan pedang yang namanya Ichigo untuk melindungi pria tua di kamarnya," jelas Sengo yang memang terkesan tidak sopan.

Meskipun begitu, mereka melakukan tanya jawab sembari berperang. Hitung-hitung sebagai hiburan untuk saling mengenal satu sama lain.

Mendengar penjelasan itu, Mikazuki mengerti maksud Aruji mengirim banyak touken danshi kemari. Namun, ia juga ingin menyaksikan hal itu secara langsung.

"Pria tua di kamarnya? Siapa itu Nekonyan?" ucap Hasebe.

"Hm, aku tidak begitu ingat tapi Aruji kami itu seorang perempuan bersurai merah muda gelap," jawab Jiroutachi.

*****

Ting!

Ting!

Zrash!

"Neko, menunduk!"

Zrash!

"Terlalu banyak. Aku sudah tidak punya tenaga untuk memanggil touken danshi lagi," gumam Neko sembari mengatur nafasnya akibat kelelahan menahan ratusan pasukan pengubah sejarah yang tiba-tiba saja menyerang honmaru.

"Neko, sembunyilah di kamar Aruji," titah Ichigo.

Neko hanya diam. Ia sama sekali tidak ingin sembunyi dari siapapun. Ia tidak tega melihat touken danshi kelelahan, apapun yang terjadi, ia selalu ingin bersama mereka.

"Hyaa!"

Neko mengayunkan pedangnya. Ia mengerahkan semua tenaganya untuk melindungi honmaru bersama Ichigo.

"Serahkan Saniwa pada kami," titah salah satu pasukan pengubah sejarah yang tampak seperti pimpinan mereka.

"Sampai matipun tidak akan aku serahkan," tegas Neko.

"Ada kepentingan apa sampai kau mencari Saniwa?" tanya Ichigo.

"Saniwa ... dia telah menggagalkan semua rencana ku!" jawabnya. "Dan sudah aku duga jika momen ini Saniwa sangat lemah. Bahkan pelindungnya saja sudah mudah ditembus."

Neko dan Ichigo tidak mengendorkan kewaspadaannya. Meskipun mereka tidak mengerti maksudnya, mereka sudah siap melancarkan serangan kapanpun jika lawan mereka melakukan serangan dadakan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro