Chapter 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Angin menyapa bekas medan perang ini. Mikazuki memperhatikan rekan-rekannya yang bersenang-senang dengan Neko. Dari jauh, mereka tampak mengajak Neko mencoba berbagai makanan yang telah mereka buat di stand dibawah sinar rembulan.

"Hahahaha, apa yang akan kau katakan jika kau melihat ini, Aruji?" gumam Mikazuki.

Ya, Mikazuki masih ingat betul mengenai hal-hal saat Neko masih kecil. Mikazuki sangat tidak paham tentang hal-hal yang diinginkan anak kecil, tapi Neko selalu memberitahunya jika ia ingin bermain dengannya.

"Mika! Mika!" panggil Neko kecil.

"Hm? Ada apa, Neko-chan?"

"Mika, itu!" ucap Neko sembari menunjuk bunga sakura yang berada tidak jauh dari honmaru ini.

"Mika, itu!" ulangnya.

"Kau mau kesana, Neko-chan?" tanya Mikazuki.

"Itu! Itu! Itu!" Neko kecil menarik jari telunjuk Mikazuki. Dan karena terus memaksa pedang tua itu untuk ikut bersamanya, ia nyaris jatuh dari lantai.

Untung saja, Mikazuki sigap menangkap tubuh mungil itu. "Hahahaha, berjanjilah akan tidur siang setelah ini."

"Janji," jawab Neko.

Setelahnya, Mikazuki menggandeng tangan mungil Neko dan membawanya ke pohon sakura itu. Ia mengajak Neko berlarian kecil hingga membawanya dalam gendongannya.

Tawa riang pun tidak luput dari gadis kecil ini. Bahkan, ia juga sempat melakukan hal konyol yang tidak mungkin Mikazuki lakukan saat ini.

Apa itu? Tentunya Neko meminta Mikazuki untuk membawa dirinya naik ke pohon itu. Akan tetapi, Mikazuki menolak dengan alasan jika tubuhnya akan sakit.

Tetapi, Neko tidak kehabisan akal. Ia mengeluarkan wajah melasnya.

"Hahahaha, kemarilah."

Neko pun berlari dalam pelukannya. "Tutup matamu, ya," bisik Mikazuki.

Sesaat kemudian, Neko sudah bisa melihat honmaru beserta pemandangan indah dari pohon ini. Maniknya pun tampak bersinar bahkan tampak antusias.

Mikazuki pun membiarkan Neko kecil menikmati pemandangan ini sepuasnya. Hingga angin musim semi menyapa mereka. Lama-kelamaan, Neko pun tertidur dalam penjagaan Mikazuki.

Karena tidak ingin gadis kecil ini sakit ataupun kenapa-kenapa, Mikazuki membawanya kembali dalam ruangan Aruji.

"Terimakasih sudah menenangkannya, Mikazuki," ucap Aruji sembari mengelus surai Neko dengan penuh kasih sayang.

"Itu bukan masalah yang besar, Aruji," jawab Mikazuki dengan senyuman di wajahnya.

Aruji menatap Neko yang tertidur pulas. "Mikazuki, sebagai tangan kananku, aku rasa jika sudah saatnya kau mengetahui ini."

"Hal apa yang harus aku ketahui, Aruji?"

"Dalam hidup, selalu ada yang dipilih dan tidak dipilih. Mereka yang terpilih akan mengemban tugas yang berat dan mereka yang tidak terpilih akan kecewa.

Seperti ini anak ini. Ia dilahirkan saat rumahnya dibakar oleh kaum penjajah. Ayah dan ibunya sudah tiada, bahkan sebelum bayi ini lahir, keluar ayah dan ibunya tidak menerima dirinya.

Dalam sejarah dikatakan bahwa, bayi ini akan mati terbakar bersama dengan kedua orangtuanya. Namun sejarah yang sebenarnya justru tidak demikian. Gadis kecil ini telah diselamatkan oleh seorang pemuda yang seharusnya hidup di zaman itu.

Sayangnya, pemuda itu telah dibunuh terlebih dahulu oleh pasukan pengubah sejarah itu. Dan sebagai gantinya, aku melihat potensi besar dalam dirinya untuk menggantikan ku sebagai Saniwa kelak.

Itulah mengapa, Mikazuki. Aku ingin kau menjaga gadis kecil ini bukan atas perintahku, melainkan dari lubuk hatimu.

Ajari dia bagaimana menjadi Saniwa yang benar. Cepat atau lambat, ia akan memiliki pengelihatan yang bisa melihat apa yang akan terjadi di masa lampau. Dan cepat atau lambat, ia akan bisa mengirim touken danshi ke medan perang. Dan selama itu, aku ingin kau ... tidak, tapi semua touken danshi menyayanginya dari lubuk hati. Bukan karena paksaan ataupun perintah."

Mikazuki pun tersenyum mendengar alasan yang selama ini ia cari. "Aku mengerti, Aruji. Dan akan aku pastikan semuanya akan berjalan sesuai dengan apa yang Anda inginkan."

"Hahaha. Aku yakin kau pasti bisa. Selain itu, terimakasih atas kerja kerasnya selama ini, Mikazuki."

"Aruji juga, terimakasih sudah mau menerima kami kembali. Kami para pedang yang terlupakan, mungkin akan hilang bersamaan dengan bertambahnya waktu."

*****

"Mikazuki, mau sampai kapan kau disana?" tanya Kashuu yang sudah bersama Neko dan Yasusada.

Ya, selain dengan Mikazuki, dua pedang kesayangan Okita Souji ini juga sangat dekat dengan Neko.

"Hahahaha, baiklah, aku akan kesana," balas Mikazuki.

"Sangat lucu jika bulan melihat bulan," gumam Neko.

"Ah, benar juga," ucap Kashuu dan Yasusada.

"Tidak usah! Kata Neko, lucu jadinya kalau bulan melihat bulan!" ucap Kashuu.

"Kiyomitsu, ssstt!" tegur Yasusada.

"Benarkah? Apa aku nanti akan kalah saing dengan bulan di langit? Aku ini salah satu tenka goken, ...."

"Mikazuki Munechika," potong dua pedang genji secara bersamaan.

"Hahahaha, mari kita nikmati bersama, Mikazuki-dono," ucap Higekiri.

"Ah, mari-mari."

Sesuai dengan rencana, malam ini mereka lakukan dengan menikmati Tsukimi bersama. Meskipun Saniwa lama mereka sudah pergi, setidaknya mereka melakukan ini bersama dengan Saniwa baru mereka.

Sedih? Tentu. Tiap perpisahan pasti ada kesedihan. Namun, kesedihan tidak harus ditunjukkan dengan kata ataupun sikap. Kesedihan harus kita hadapi dengan hal-hal yang menyenangkan agar kita lebih siap untuk menghadapi hari esok.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro