|6|

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sanzu tertawa ketika ia mengingat semua memorinya bersama Rindou. Itu terasa seperti kemarin, tetapi saat ini sudah satu tahun telah berlalu ia hidup bersama Rindou. Bahkan esok harinya, itu adalah tanggal dimana mereka pertama kali bertemu.

Sanzu selalu mencatatnya di dalam hatinya, pertemuan pertama mereka bahkan bertepatan dengan hari Tsukimi. Sanzu mengingat dengan jelas, Rin bahkan melemparkan dango ke mulutnya pada waktu itu agar dia tak memperhatikan obat-obatan terlarangnya. Kalau diingat-ingat, itu bakal mengundang tawa Sanzu, bahkan ia geli dengan tingkah mereka dulu. Itu benar-benar terasa seperti kemarin baru saja terjadi.

Pagi ini, ia merengek kepada Rindou untuk keluar bersama besok. Rindou juga mengingat tanggal pertemuan pertama mereka, namun dia masih khawatir trauma Sanzu akan muncul ketika mereka keluar. Sanzu harus meyakinkannya selama seharian, dan ketika malam dimana mereka saling berpelukan, Rindou baru menyetujuinya dengan pasrah.

Jadilah malam ini mereka merayakan Tsukimi dengan keluar menuju tempat mereka pertama kali bertemu, berjalan semambil menikmati pemandangan bulan dan melahap dango yang baru saja dibeli di kedai dekat rumah. Keduanya berjalan-jalan menyusuri jalanan yang sepi, dan tak ada penduduk, hanya ada angin dan bulan yang memancar cerah. Mereka berhenti ketika melihat gang sempit—rumah lama Sanzu, dan melanjutkan memandang bulan dan melahap dango sampai habis.

Sanzu merasa nyaman dengan suasana yang senyap dan sepi ini. Malam itu angin berhembus, tetapi anehnya Sanzu merasakan kehangatan yang berlimpah. Kalau diingat, kedinginan itu sudah lama lenyap, ketika ia bersama dengan Rin, dia hanya merasakan kehangatan.

Sanzu tiba-tiba ingin tertawa, dan akhirnya tak dapat menahan godaaan itu dan tertawa terbahak-bahak. Ia dapat merasakan tatapan heran Rindou, dan ia berusaha meredakan tawanya.

"Chiyo?"

"Ah, maaf." Sanzu mengulum bibirnya. Ia menatap Rindou dengan kilat-kilat geli. "Aku tiba-tiba ingin tertawa. Sampai sekarang aku masih tak percaya aku akan ditemukan olehmu, Rin."

Rindou juga tertawa. Ia mengelus-ngelus kepalanya, dan Sanzu menempel lebih dekat, menikmati elusan yang diberikan Rindou kepadanya. Ia selalu sangat menyukainya.

"Aku juga tak akan pernah menyangka, suatu hari aku akan membawa orang lain pulang ke rumah. Bahkan Ran bertanya-tanya melihat kelakuanku," sahut Rindou tenang. Ia dengan lembut melempar senyum, membuat jantung Sanzu kembali berulah.

Ya, keduanya tak akan pernah menyangka mereka akan dipertemukan seperti itu oleh semesta.

Sanzu hidup bertahun-tahun di sini, tak ada seorangpun yang lewat membuat keuntungan tersendiri terhadapnya. Ia hidup dengan mencuri obat-obatan terlarang dari kakek Beta di jalan seberang, ia hidup di sini dengan mengais sampah untuk mencari makanan. Ia bahkan berpikir bahwa sampai mampus ia akan tetap di gang sempit ini, membusuk di sini tanpa ada orang yang tahu, sebab itulah hukuman untuk dosa-dosanya.

Namun Rindou datang kepadanya, ia seperti malaikat yang diusir Tuhan dan tersesat mencari sesuatu yang hilang. Kemudian ia bertemu dengan Sanzu—iblis yang tengah disiksa dan dikurung semesta. Saat itulah Rindou menemukan apa yang telah hilang, sisa kehidupan dan kebahagiaannya. Keduanya berkumpul bersama, menentang semesta yang main-main dengan mereka. Sanzu merasa lengkap hanya dengan Rindou, begitu juga dengan sebaliknya.

Sanzu dibawa oleh Rindou, dipoles, diberi makanan dan pakaian yang layak, diberi kehangatan dan kenyamanan rumah yang telah lama hilang, dan kemudian diizinkan kembali ke rumah lamanya. Malam ini Sanzu berdiri di sini dengan Rin-nya, ia terlihat lebih segar dan lebih hidup dengan surai pinknya, bahkan berani menunjukkan luka pada sudut bibirnya. Itu bukanlah Sanzu yang dulu, yang selalu menutupi wajahnya dengan masker, ini ia yang sekarang. Sanzu yang telah menemukan Rindou dan mencintainya.

Sanzu merasakan kehangatan di hatinya. Jika ia tak bertemu Rindou, jika Rindou tak mengulurkan tangan ke dunianya yang penuh kegelapan, Sanzu pasti sudah mampus sejak lama.

Sanzu menatap surai ungu Rindou yang selalu memikatnya. Itu sangat lucu, seperti ubur-ubur. Sangat menggemaskan. Sangat cocok untuk Rin-nya.

"Rin." Ketika Rindou berbalik untuk melihatnya, degup jantung Sanzu semakin meningkat. Ia menatap Rindou lekat-lekat, binar-binar di sepasang matanya memercik, namun ada beberapa ketakutan yang juga melahap hatinya. Sanzu gugup sepenuhnya.

"Iya, Chiyo?"

"Aku harus bagaimana." Sanzu menghembuskan napas. Jantungnya hampir meledak di tempatnya, ia akhirnya mencoba menarik sudut mulutnya dan menatap lekat-lekat Rindou. "Aku sangat mencintaimu, Rin. "

Itu pengakuan.

Sanzu menelan salivanya. Gugup. Bahkan dapat merasakan tangannya yang kebas.

Ia tak menunjukkan ucapan terang-terangan kepada Rindou selama ini, sebab ia sangat takut dengan reaksi pihak lain dan menjauhinya. Ada hubungan ambigu yang selama ini terhubung di antara keduanya. Dan malam ini, Sanzu sudah tak dapat menahan lagi, karena ia merasakan perasaannya yang setiap hari semakin menguat dan ingin Rindou menjadi miliknya.

Sanzu melihat sepasang mata Rindou yang melebar, namun itu hanya sedetik, sebelum kembali seperti semula. Tatapan Sanzu tertuju pada lidah Rindou yang menjilat bibir bagian atasnya. Sanzu ingin mengucapkan sesuatu,  tenggorokannya terlalu sempit, dan tiba-tiba ia melihat Rindou membuang wajahnya.

Namun Sanzu telah menangkap telinga Rindou yang memerah dan senyum tipis yang tadi melintas. Degup jantung Sanzu benar-benar telah berontak. Sanzu dibuat terperangah dan linglung untuk sesaat.

"Chiyo."

Suara lembut itu menarik kesadarannya. Sanzu mengerjap, menemukan Rindou yang telah berbalik kembali menghadapnya. Sanzu menatap Rin-nya yang merentangkan tangan dengan sepasang mata yang berkeliaran, menolak untuk menatapnya. Degup jantung Sanzu benar-benar liar, dan ia merasakan tubuhnya memanas.

Beberapa sekon terbuang, Rindou akhirnya memutuskan untuk berani menatap langsung padanya. Sanzu melihat warna merah padam yang menyelimuti wajah gemasnya. Kemudian ia berbisik pelan dan lembut, "cari tahu sendiri?"

Dan Sanzu menerjangnya. Ia melompat, memeluk Rindou dengan erat, mengubur orang menggemaskan ini di pelukannya. Hidungnya mengendus, menghirup aroma bulan yang membuatnya candu. Sanzu meletakkan dagunya pada kepala Rindou, memeluk pinggangnya dengan erat. Sanzu dapat merasakan kedua tangan Rindou yang balas memeluknya di punggung, sentuhan itu panas dan lembut, memberi kenyamanan yang berlebihan.

Sanzu telah kembali ke rumahnya.

Rindou adalah rumahnya. Rumah paling ternyaman yang pertama kali Sanzu rasakan.

Di tengah pelukan erat mereka, Sanzu mendekatkan mulutnya ke telinga merah Rindou. Napasnya menyapu telinga menggemaskan itu, dan ia tersenyum geli ketika melihat telinga merah yang berkedut. Ia kemudian berbisik rendah, pelan dan hangat. "Bolehkah aku menjadi milikmu?"

Dan ia merasakan anggukan di bahunya. Sanzu juga merasakan napas hangat yang mendarat di telinganya, itu membuatnya menahan napas untuk sesaat. Tak lama ia mendengar bisikan rendah. "Aku milikmu, dan kau milikku."

Wajah Sanzu menghangat kembali, sudut bibirnya tertarik lebar hingga ia dapat merasakan pipinya sakit karena terlalu banyak tersenyum. Ah, ia akhirnya mendapatkannya. Ia mendapatkan Rin-nya. Sanzu ingin memamerkan ini ke hadapan semesta, agar mereka tahu bahwa ia tak lagi sendiri menjelajah di dunia ini.

Keduanya berpelukan untuk waktu yang cukup lama, tak memperdulikan angin yang berhembus, ataupun suhu dingin di malam hari. Hanya ada mereka berdua, tak ada yang lain. Bulan di atas yang telah menjadi saksi pertemuan mereka selama ini, tersenyum melempar cahaya cerah, dan merekam seluruh kehidupan mereka dalam diam.

- Fin

Saya benar-benar menulisnya secara terburu-buru, mohon maaf! Semoga kalian masih dapat menikmatinya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro