1 | Breakfast

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

TWENTY COUPLE Part 1 "BREAKFAST"

Hola! Lama tidak berjumpa. Saat kalian membaca ini, tolong hapus segala watak, sifat, sikap dari Ify Axelle ya, karena di sini yang main adalah Alifya Ardhani. Si gadis tukang "pukul", yang mulutnya cablak, ngomong nggak diayak, dan masa bodo dengan penampilan.

Jadi, selamat menikmati! Ditunggu tanda bintang alias vote dari teman-teman semua karena itu menjadi doronganku untuk terus menulis (^_^)
.
.
.

IP nggak menjamin apa-apa kok.
Toh, perempuan nanti kerjanya tiga ur. Sumur, dapur, kasur.

Aku sadar ini mimpi, karena kemungkinan untuk aku bisa bertemu salju saat usiaku masih dua puluh tahun dan berstatus mahasiswa hampir menyentuh kemustahilan. Meski keluargaku sanggup untuk mensponsori liburanku ke negara empat musim, dengan IPK-ku sekarang? Rasanya tidak mungkin!

"Alifya Ardhani!"

Sayup-sayup aku bisa mendengar suara itu. Ah, si pengganggu yang sayangnya berparas tampan. Eh, apa ini? Kok mukaku berasa dingin-dingin, seger, basah gitu, ya?

"Astaghfirullah, ni perempuan satu tidur udah kayak kebo, bangun, Fy!!"

Byur! Tiba-tiba aku merasa kena banjir bandang.

"YA AMPUN KAK IAN!!!"

***

Aku menggigit roti selai sarikaya sambil memerhatikan Kakakku yang ganteng tapi sinting, dia bersusah payah membawa turun kasurku dari lantai dua ke halaman belakang untuk dijemur. Rasakan itu! Siapa suruh membangunkan adik cantiknya yang tengah tertidur pulas dengan segayung air dingin?!

"Fy, bantuin kenapa sih!" gerutunya sambil melirikku yang bertolak pinggang.

"Ini lagi dibantu, emang nggak berasa apa? Ify kirim Yasin daritadi," sahutku membuat Ayah yang memperhatikan di balik punggungku terkikik. "Makanya, kalau mau usil dipikir dulu, ganteng-ganteng, kelakuan minus!"

Aku memutuskan untuk menyudahi acara menonton dan mengajak Ayah untuk ke ruang makan. Nasi gorengnya pasti sudah siap. Benar sekali, ketika sampai ke meja makan yang tidak jauh dengan dapur. Ibu telah menyiapkan sewadah besar nasi goreng, beserta timun dan tomatnya. Hm... yummy!

"Makanya, Fy. Kamu tuh jadi perawan bangun pagi dong!" seru Ibuku dari dapur sambil membuka kulkas untuk mengembalikan wadah cabai.

Aku berpura-pura tidak dengar dan mengambil kursi di dekat tempat Ayah, yang sebagai kepala keluarga duduk di bagian ujung meja. Aku membuka piring Ayah yang tertelungkup dan mengambilkan nasi goreng untuknya. Yah, hitung-hitung jalan pintas agar Ayah membelaku dari celotehan pagi Ibu yang tiada habisnya.

"Kalau nggak dibiasakan dari sekarang, pas berumah tangga bakal habis kamu dimarahin mertua." Ibu masih meneruskan kultumnya meski sudah mulai menuangkan nasi goreng ke piringnya sendiri.

Aku menelan kunyahanku dengan susah payah, siapa sih orang di bumi ini yang senang diceramahi saat sarapan?!

"Bu, pertama, Ify nggak berniat menikah dini seperti Ibu dan Ayah, karena Ify masih mau S2. Kedua, kalau pun Ify nikah, Ify nggak akan tinggal sama mertua."

"Calon perawan tua kamu, Fy!" celetuk Kakakku ketika memasuki ruang makan. Ayah langsung senewen mendengarnya.

"Ya habis, mau nikah aja ribet. Siapa juga yang mau, Yah?" sahut Kakakku menggebu, sepertinya dia dendam nih karena niatnya mengerjaiku malah menyusahkannya.

"Jodoh nggak akan kemana, Fy, tenang, Ayah bantu carikan nanti kalau Ify susah ketemunya," kata Ayah yang setelah kupikir-pikir lagi kok mengarah ke bully, ya?

Aku mendesis. "Nggak berasa seret apa? Pagi-pagi udah ngomongin jodoh. Ify kan masih kecil!"

"Dua puluh tahun kamu bilang kecil, Fy?" Ibuku mulai sensi. "Kamu tuh−"

"Bu, makan itu nggak boleh sambil ngomong, lho. Apalagi marah-marah. Biaya berobat sekarang mahal meski pun pakai BPJS," sahutku kurang ajar, tapi cukup mempan untuk membungkam mulut Ibuku.

"Kuliah lancar, Fy?" Ayahku memulai topik baru ketika piringnya terlihat kosong.

"Lancar," sahutku malas, prediksiku sebentar lagi akan ada pertanyaan super menyebalkan yang keluar dari salah satu makhluk di ruangan ini.

"IPK aman, Fy?"

Nahkan! Memang mulut Alvian Ardhani ini perlu dikuliahin lagi kayaknya. Mentang-mentang lulus dengan IP nyaris sempurna, paling bahagia dia kalau mengolokku karena tidak sejenius dirinya!

"Aman kok, masih nembus tiga semester kemarin."

"Tiga koma nol sembilan, ya?" ejeknya tiada berkesudahan. Oh Tuhan! Izinkan aku mencincang mulut saudaraku yang laknat ini!

"IP nggak menjamin apa-apa kok."

Lho? Tumben Ibu membelaku? Ada angin apa ini?

"Toh, perempuan nanti kerjanya tiga ur. Sumur, dapur, kasur."

Ehalah! Memang seharusnya aku tidak berharap banyak dengan mulut Ibu dan Kakakku.

"Fy, kamu nggak ada rencana menikah muda, seperti Ayah dan Ibu?" Kenapa juga Ayah harus ikut-ikutan bahas ini sih?

Aku menggeleng ngeri. "Nggak, Yah. Saaaaama sekali nggak," sahutku tegas.

"Lho? Kenapa? Kamu maunya pacaran?" Ayah menegakkan tubuhnya yang tadi bersandar pada punggung kursi.

Aku tersenyum kecut. "Yah, Ify udah menggila dengan seabrek tugas kuliah dan latihan Taekwondo. Jadi, nggak usah khawatir. Waktu luang selalu Ify pakai untuk menemani saudara Ify yang jomlo akut ini," kataku dengan mengarahkan kedua tangan pada seonggok daging bernapas di sebelah kiri, yang sedang menambah nasi goreng untuk ketiga kalinya.

"Hoy, hak shofan kamo, yo!" sahutnya dengan mulut penuh. Ugh, heran aku, makannya udah setara sama sapi potong, tapi dagingnya tetep segitu-segitu aja, tidak berkembang!

Ayah terlihat mengangguk-angguk dan Ibu tersenyum puas. Aku dan Kak Ian dibebaskan untuk menjadi apa pun, mengikuti impian kami. Tapi, untuk memiliki hubungan dengan lawan jenis di luar pernikahan. Orang tuaku menegaskan dengan berkata tidak, sambil membawa senjatanya masing-masing. Ayah mengancam akan memberhentikan bantuan keuangan dalam segala aspek kehidupan, sementara Ibu berjanji akan menjalankan program wajib militer penuh penyiksaan.

Serem, ya? Menurutku sih tidak. Justru aku senang, dengan dilarangnya kami berdua untuk berpacaran seperti remaja kebanyakan. Aku dan Kak Ian jadi fokus dalam pendidikan dan kehidupan kami dalam bergaul ke arah yang baik. Kak Ian terbukti selalu sekolah di instansi negeri favorit, begitu juga aku. Meskipun Kak Ian seolah bisa memperoleh nilai cemerlang walaupun belajarnya terkesan main-main, sayangnya aku tidak begitu.

Di bangku kuliah, otakku seperti mulai berdampak dengan tumpukan jajanan bermicin saat aku masih SMA. Aku jadi mudah linglung dan sulit memahami mata kuliah yang ada unsur hitungannya. Menyedihkan.

Syukurnya, aku masih bisa menembus IPK tiga, meski tidak pernah sampai tiga koma lima. Tak apalah, IPK kan hanya formalitas, bukan begitu? Tolong jangan berpendapat bahwa yang kukatakan ini hanya sebuah pembelaan diri, meski sebenarnya, iya sih. Pembelaan diri, ehehehe.

"Ayah akan langsung merestui kalian, kalau kalian mau menikah muda."

Foila! Kak Ian sukses terbatuk-batuk dan mulutku terbuka lebar tanpa bisa berkomentar. Kak Ian yang memasuki usia dua puluh lima saja tidak pernah terlihat membawa sesosok bidadari ke rumah ini, apalagi aku yang baru dua puluh! Bidadara mana yang sudi mempersunting perempuan macam aku!

Cantik banget? Tidak, standarlah. Wajahku putih sih, bebas jerawat sih, cuma kelewat polos karena bebas dari make up and friends.

Pintar banget? Haha, kamu kalau bohong kira-kira dong! Hatiku terasa perih nih, walau tidak berdarah.

Terkenal? Iya memang, tapi yang kenal aku cuma seantero UKM Taekwondo doang!

Terus apa yang mau dibanggakan oleh suamiku kalau sampai ada pria sinting yang melamar dalam waktu dekat? Oh Tuhan.... Tuntunlah orang itu ke jalan yang lebih benar.

Tidak ada yang berniat menyahut karena aku dan Kak Ian tahu, semakin dibalas, orang tua akan semakin mencecar.

To be continue.

Yak, ini dia! Meski dijanjikan akan publish saat MMYID atau TP tamat. Tapi, gatel aja, pengen tahu respon pembaca semua dengan RIFY di sini. Part kali ini belum ada scene RIFY ya. Mohon bersabar, semua butuh proses dan perencanaan matang ^_^ Kalian butuh kenal dulu dengan keluarga Ardhani sebelum Rio datang.

Terimakasih buat yang udah berkenan baca, vote, bahkan komentar.

Sampai jumpa di part selanjutnya!

250917

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro