4 | Double Trouble

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bilangnya sih Romedy, tapi kalau unsur comedy-nya garing, mohon maaf lahir batin ya.
Happy reading!
.
.
.

Part 4 Double Trouble
.
.

Saat cowok tahu kalau ada yang suka dia
Dia akan jadi besar kepala
Kemudian pura-pura nggak tahu apa-apa

"Kenapa gue harus ikut ke sini?" tanya Alyssa sewot karena ID Card yang ditahan Andini membuat Alyssa tidak bisa berkeliaran di sekitar kampus. Tanpa ID Card, Alyssa tidak bisa masuk ke gedung mana pun, termasuk gedung fakultas kami sendiri.

"Santai aja, hari ini anak TI libur, jadi nggak bakal ketemu Gio," jawab Andini sambil tersenyum jahil.

"Berarti lo nggak ketemu Demas dong. Dia anak TI juga, kan?" sahutku, baru ingat kalau kemungkinan Gio dan Demas berteman sangat besar. Mereka berada di fakultas dan jurusan yang sama.

Bibir Andini mengerucut. "Iya, tapi malah bagus. Gue jadi fokus ban−" Mata Andini langsung terpaku pada satu titik tanpa berkedip. Aku dan Alyssa yang penasaran pun mengikuti arah pandang Andini, dia memerhatikan jalan yang menjadi penghubung gedung fakultas Teknik dengan gedung kemahasiswaan dan perpustakaan yang berada di depannya. Juga minimarket kampus dan gedung olahraga, jalan ini biasanya menjadi jalan pintas mahasiswa yang tidak bawa kendaraan kalau mau pulang lewat gerbang utara.

"Oh My God! Terkutuk lo Andini!" Setelah membisikkan sumpah serapahnya itu. Alyssa langsung berlari tunggang langgang ke arah Taman Selatan, salah satu dari dua area yang bisa dimasuki mahasiswa tanpa identitas. Taman Utara juga bisa dimasuki, tapi posisinya yang terlampau jauh membuat Alyssa hanya bisa bersembunyi di sana. Posisi gedung Fakultas Teknik dan Taman Selatan memang bersebelahan.

Untung saja kami langsung menyadari bahwa yang sedang menjadi fokus pandangan Andini adalah Demas yang eng-ing-eng... keluar dari gedung kemahasiswaan bersama dengan GIO. Mantan pacar Alyssa ketika dia masih khilaf.

"Whoaaah, lo sengaja, ya?" tukasku yang takjub atas keajaiban ini, pada Andini yang akal sehatnya sudah kembali.

"Apa?" tanyanya bingung.

"Lo udah tahu kalau Demas dan Gio hari ini masuk?"

Andini memamerkan jari telunjuk dan tengah tangan kanannya membentuk huruf V. "Suer, gue nggak tahu, Fy!"

Mataku menyipit, menyelidiki apakah sasaeng fansnya Demas ini bisa dipercaya atau tidak. Sampai suara yang familier itu menyapa kami dengan...

"Hai, Din, Fy. Ngapain di sini?" Aku menolehkan kepala dengan enggan ketika Gio menyapa. Itu basa-basi terbasi abad ini, karena aku tahu apa akhir dari sapaannya... "Cuma berdua aja nih? Alyssa mana?" TUH KAN! Basi banget!

"Mancing," sahutku ketus, "di empang."

Andini menyikut pinggang kiriku ketika mendapati ekspresi Demas yang tenang berubah. Seolah sangat syok ketika mendapati ada wanita yang seharusnya anggun justru bermulut tak berpendidikan di hadapannya.

Gio kelihatan berdeham salah tingkah ketika mendapatiku yang tidak berniat untuk ramah tamah dengannya sama sekali. Saat Alyssa mengatakan bahwa dia khilaf berpacaran dengan Gio, pasti ada satu dua tingkah menyebalkan pria ini yang membuat teman ter-rajin-ku itu merasa pacaran dengannya merupakan sebuah dosa besar. Dan membuat Alyssa lebih memilih dapat tugas segunung dari organisasi daripada bertemu mantan pacarnya.

"Ehm, hai Kak Gio, Kak Demas..."

Aku setengah mati menahan tawa ketika menyadari perubahan intonasi Andini saat menyebutkan nama Gio dan Demas. Tingkahnya itu membuat Demas terlihat tolol apabila dia tidak sadar, bahwa temanku kesemsem berat sama dia.

"Jadi gini..." Andini melirikku sekilas. "Kalian, kenal sama semua anak Teknik nggak?"

Permulaan yang bagus, dari tadi Andini tidak memaksaku untuk kembali buka suara, itu semua pasti karena dia ingin memonopoli perbincangan ini, agar probabilitasnya mengobrol dengan Demas secara langsung semakin besar. Nice try, girl!

"Nggak semua, tapi kalau mahasiswa yang daftar HMJ sih kenal. Kenapa, Din?"

Andini langsung melongo seperti patung pancoran ketika Demas bertanya, dengan diakhiri menyebut nama panggilannya. Tuhan, sebegitu besarkah efek cinta pada temanku ini?!

"Kak Demas kenal Andini?" tanyaku geli, penasaran juga. Setahuku selama ini Andini hanya hobi stalking Demas diam-diam. Tapi, Demas ini kok malah sudah tahu nama Andini duluan? Persis seperti pria bertangan lembut itu, siapa namanya? .... Ah, iya! Maheswara apa gitu, lupa.

"Ah, itu..." Demas kelihatan panik sesaat sebelum dia menatap Gio penuh arti.

"Gu-gue yang kasih tahu, kalian kan sohibnya cewek− eh, mantan gue. Jadi, gue kasih tahu ke Demas," jawab Gio, membuat mataku menyipit ke arahnya. Aku mengendus aroma kebohongan di sini.

"Oohhhh, gitu..." sahut Andini yang sepertinya masih linglung karena ke-GR-an.

"Yang daftar HMJ, ada yang namanya Maheswara?" tanyaku lagi, baru sadar kalau tidak mengatakan kak sebagai bentuk kesopanan. Kelamaan menunggu Andini tersadar dari ketersimaannya akan pesona Demas, membuatku gemas sendiri. Padahal pesona Demas masih kalah lho menurutku ketimbang pesona Maheswara. Yah, masalah selera sih, ya. Mau gimana lagi.

Alis Demas menyatu. Sepertinya Demas kenal dengan Maheswara yang kucari, yah... setidaknya usahaku ke sini dan menyabar-nyabarkan hati tidak sia-sia.

"Maksudmu, dia?" tanya Demas membuatku melongo.

Hah? Tadi Demas bilang apa? Dia? Dia siapa?

"Rame banget. Ada apa nih?"

Kok suaranya seperti tidak asing, ya?

Andini menyikut pinggang sebelah kiriku lagi, membuatku menoleh ke arah jam sembilan dan... subhanallah, keajaiban macam apa ini?! Kuharus lari apa nyemplung ke kolam di Taman Selatan bareng Alyssa?

"Ini Ario, ada yang nyariin lo. Namanya Alifya," jawab Gio membuatku merasa nyemplung ke kolam lebih baik daripada sekedar lari ke gedung fakultas sendiri. Tidak usah sejelas itu kenapa sih punya mulut!

"Ya ampun! Jadi dia orangnya, Fy!" Dan rasa-rasanya akan lebih baik kalau aku membekap mulut Andini sebelum kami kemari tadi. "Lo bertapa di mana coba sampe dia aja nggak kenal?" tanya Andini berapi-api, sepertinya dia lupa kalau di depannya masih ada sosok pujaan hati: Demas.

"Angkatan kedokteran kan diwakilin dia, Fy. Sementara angkatan kita diwakilin Alyssa. Masa lo lupa?"

Andini benar-benar... akan kucincang dia setelah urusan di sini selesai!

Seakan apa yang terjadi sekarang tidak cukup memalukan. Maheswara yang rupanya bernama depan Ario itu justru terus tersenyum ke arahku. Meskipun aku pura-pura tidak lihat, Gio dengan lambe turahnya terus menggodaku yang ketangkap basah sedang mencari tahu identitas Rio. Andini dengan sikut kanannya yang terus menyikut pinggangku, dan Demas yang baru kutahu kalau senyumnya itu ternyata punya bakat untuk membully seseorang.

Merasa hal bodoh ini tidak akan berhenti dalam waktu singkat, aku memilih untuk meninggalkan mereka lebih dulu dan berjalan kembali ke gedung fakultasku.

***

"Lambe turah banget sih mantan lo itu!" omelku pada Alyssa yang memberikan sebotol air mineral dingin padaku. Andini entah hilang kemana setelah kejadian tadi, mungkin ketarik magnet pesonanya Demas.

Alyssa mengangkat bahunya tak acuh. "Itulah kenapa gue sebut yang kemarin itu khilaf."

"Andini juga, nggak ada setia kawannya sama sekali kalau otak dia udah dalam radius satu meter sama Demas. Rusak temen lo gara-gara jatuh cinta, tahu nggak!"

Alyssa manggut-manggut, kemudian menyodorkan sebotol air mineral dinginnya untuk tos dengan botolku. "Itulah kenapa kita harus jadi wanita cerdas, karir cemerlang, rekening berkembang. Biar nggak jadi bego gara-gara yang namanya cinta."

Aku bersungut-sungut. Harga diriku hari ini resmi hancur karena kepikunan Andini. Kalau benar Ario Maheswara adalah perwakilan angkatan kedokteran saat OSPEK, kenapa Andini tidak mengingatkanku coba? Sialnya, aku juga lupa siapa Ario Maheswara itu, karena ingatanku hanya bisa melekat pada hal-hal penting. Dan mengingat nama seorang pria itu tidak masuk ke dalam daftar yang penting.

Di tengah lamunan kekecewaanku pada Andini dan diri sendiri. Gabriel datang dari arah lift menuju tempatku dan Alyssa duduk sekarang, dengan wajah yang ditekuk. O, ow... ada dua kemungkinan dari ekspresi jelek Gabriel saat ini. Pertama, ada masalah dengan rapatnya dan pelatih perihal dirinya yang menjadi kandidat ketua baru. Kedua, dia tahu soal... aku yang... mencari tahu tentang Ario Maheswara.

"Fy, lo ketemu Rio tadi?" tanya Gabriel langsung tanpa basa-basi dulu ketika sudah berdiri di depanku.

Alyssa menoleh kikuk ke arahku, tidak berniat buka suara sedikit pun mengingat aura Gabriel sedang tidak bersahabat sama sekali.

"Iya. Kenapa?" tanyaku, berpura-pura tidak takut meskipun masih teringat jelas di ingatan, peringatan Gabriel untuk tidak dekat dengan Ario.

Gabriel menghela napasnya kasar. "Gue mau ingetin lo satu hal. Saat cowok tahu kalau ada yang suka dia. Dia akan jadi besar kepala. Kemudian pura-pura nggak tahu apa-apa."

Aku mendelik. "Tunggu," selaku langsung sambil membiarkan tangan kananku mengambang di udara, depan Gabriel. "Pertama, gue nggak suka sama Rio. Kedua... gue nggak tahu kenapa lo semarah ini. Lo... kayak... orang cemburu," lanjutku masih dengan memberanikan diri mode on.

Gabriel tertawa sekilas, sayangnya tawa itu terlihat mengerikan. Jauh dari Gabriel yang kukenal sejak masih jadi bocah ingusan.

"Waktu SMA. Lo inget gue pernah jauhin lo selama seminggu?" tanya Gabriel memulai reuni masa sekolah kami, yang tidak diketahui Alyssa sama sekali.

"Hm." Aku bergumam. Tidak berniat menginterupsi lebih lanjut karena masih merasa heran, bercampur kesal..?

"Dia inti masalahnya, Fy. Ario Maheswara yang buat gue jauhin lo selama seminggu, asal lo tahu aja," sahut Gabriel yang kelihatannya menahan kesal. Tangannya membulat sempurna, seolah jika ada kecoak terbang bisa langsung ditinjunya.

Aku berusaha keras mengingatnya, tapi yang kuingat hanya Gabriel pernah bermain basket gila-gilaan dengan seorang anak IPA yang... namanya siapa, ya? Tuhan, ingatanku tentang nama orang di sekitarku rasanya parah sekali.

"Gue kalah taruhan sama dia waktu itu. Asal lo tahu aja, Rio udah naksir sama lo dari zaman SMA. Tapi cara dia buat ngedeketin lo, bener-bener nggak gentle. Dan sebagai sahabat, gue nggak setuju lo ada hati buat cowok kayak dia."

Tu-tunggu. Taruhan? Naksir? Dari SMA?

Ini telingaku yang salah dengar? Atau otakku yang salah cerna informasi?

Aku menoleh, mencari pembenaran dari wajah Alyssa. Dan saat kumelihat ekspresi syok Alyssa. Aku baru yakin, bahwa apa yang baru kudengar dari Gabriel tadi merupakan sebuah kenyataan.

.
.
To be Continue

Udah berasa kan bedanya Twenty Couple yang dulu dan sekarang? Ada konflik antara Rio dan Gabriel yang tidak diceritakan di TC versi unpublish.

☆ヘ(^_^ヘ) Jangan lupa klik tanda bintangnya ya.

See you next part!

081017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro