SATYA - ONE NIGHT AT A CAFE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

January 2011...

Just around the corner there's heartaches
Down the street that losers use
If you wade in through the teardrops
You'll find me at the home of the blues
Yeah, you're gonna find me, at the home of the blues

Tepuk tangan dari beberapa pengunjung The Cowboys malam ini cukup menghiburku. Biasanya meja di The Cowboys hampir penuh, kali ini baru tujuh meja yang terisi.

Sudah hampir satu jam aku duduk di panggung kecil ini dan memetik gitar. Menyanyikan lagu-lagu country dari era Johnny Cash, Roger Miller, Hank Williams, bahkan Patsy Cline. Aku menutup sesi pertama dengan Home Of The Blues milik Johnny Cash. Tinggal satu sesi lagi dan tugasku akan berakhir.

"I'll come back in... Half an hour. Hope all of you will still be here," candaku, yang disambut oleh tawa dari pengunjung.

Begitu turun dari panggung dan menyandarkan gitar, Riri menepuk pundakku.

"Sat, ada yang nyariin tuh."

"Siapa?"

Riri mengangkat bahunya, seolah itu menjawab pertanyaanku. "Temui gih sana, mumpung lagi break. Aku belum pernah lihat dia sebelumnya. Dia baru dateng dan duduk di meja di luar."

Aku mengangguk, sekalipun Riri sudah berlalu dari hadapanku. Siapa yang mencariku?

Ketika akhirnya sampai di teras, aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mendapati Lukas duduk di sana, sedang sibuk menelusuri menu di tangannya. Yang membuatku tertegun, dia datang seorang diri.

Aku menarik napas dalam sebelum menyapa Lukas.

"Lukas?"

Lukas segera mengalihkan perhatiannya dari menu dan begitu melihatku, dia langsung memberiku senyum lebarnya.

"Satya! Sorry I'm late."

Aku hanya tersenyum sebelum duduk di hadapannya. "Masih ada satu sesi lagi kok. Kamu nggak telat. Kamu sendirian?"

"Iya, tadi habis dari Echo Beach, then I remembered that you have performance tonight. Aku tanya Rena nama kafe tempat kamu kerja. So, here I am."

Setelah memesan satu botol bir dan salad, Lukas menatapku.

"Aku nggak bisa nyanyi Forever. I only sing country here. Sorry," ucapku dengan nada meminta maaf.

"That's fine. Aku yakin akan menikmatinya. Apa kabar Satya? Sudah hampir satu bulan kita nggak ketemu."

"Satu bulan ya? Lama juga ternyata. Aku baik-baik aja. Kamu sendiri?"

"Semakin cinta sama Bali."

Kami berdua tertawa. Sejak Sabtu di Balangan itu, aku memang belum bertemu lagi dengan Lukas maupun Rena. Bukannya tidak punya waktu, hanya saja aku berusaha sedikit menjauh dari komunitas. Ada sedikit rasa jenuh. Rena dan Lukas beberapa kali mengajakku, tapi aku selalu memberi alasan kalau harus tampil di beberapa private show. I have to control my feeling for Lukas. Sebenarnya, itu alasan utamanya.

"Gimana hotel? Udah cukup adaptasinya?"

Lukas mengangguk. "Yes! It's getting easier from day to day. Semua orang bersikap sangat baik. They're so helpful!" serunya. Dia kemudian mengedarkan pandangannya sebelum kembali menatapku. "Kamu sibuk weekend minggu depan?"

"Mmmm, aku belum tahu kalau minggu depan. Ada apa weekend minggu depan?"

"Kamu nggak lupa kan kalau Sabtu minggu depan anak-anak mau ke panti asuhan?"

"Ya ampun!" seruku. "Aku benar-benar lupa. Thanks for reminding me."

"Kamu ikut kan?"

Aku mengangguk. "Pasti! Aku sama sekali lupa kalau minggu depan acaranya. I'll try to go to the gathering this week. Harus siap-siap kena marah Ida karena aku belum daftar di acara yang dia buat."

Lukas tertawa. "Kelihatannya banyak yang naik mobil. Tapi, aku nggak keberatan naik motor. That would be a different experience."

"Jalan menuju ke sana itu sedikit berbahaya untuk orang yang belum pengalaman naik motor. Tapi memang seru naik motor. Kalau aku belum sign up, ujung-ujungnya juga naik motor."

Sebenarnya, aku tidak keberatan naik motor. Pengalaman sebelumnya yang memakan waktu 4 jam untuk sampai di sana, aku ragu waktu yang harus kami tempuh berkurang.

"Well, do you think surfing is not dangerous?"

Aku mengerutkan kening, bingung dengan arah pembicaraan Lukas yang tiba-tiba beralih dari orphanage visit ke surfing.

Lukas tertawa. "I'll manage. Lagipula, aku bukan satu-satunya yang naik motor."

"Let's hope, it won't be raining."

"Memang kenapa kalau hujan?"

"Jalannya akan jadi licin, Lukas. Setelah Kintamani, kita akan ngelewatin hutan yang pasti berkabut kalau udah agak sorean. And it's cold."

"Satya, I'm from Germany. Cold is not something new for me."

Kali ini, kami berdua tersenyum.

"Kamu mau aku nyanyi apa? This is your first visit here. I need to sing a song for you."

Pesanan Lukas datang dan dia mengamati tuna salad di hadapannya. Dari ekspresinya, aku bisa melihat dia sedikit terkejut.

"Kenapa Lukas? Kamu kelihatan kaget."

"I never thought the portion will be this... much," jawab Lukas sebelum mulai menikmati saladnya. "Aku harap ini bukan karena kamu ada di sini."

"It's on me. As this is your first visit" jawabku sambil tersenyum.

"Kamu nggak perlu melakukan itu, Satya."

"I insist. Just take it before I change my mind," candaku.

Mataku tidak lepas dari Lukas yang terlihat sangat menikmati saladnya. Aku berusaha untuk menahan senyum, tetapi gagal. Sejak duduk hanya berdua bersamanya di pantai bulan lalu -di malam ketika hubunganku dengan Patrick berakhir serta obrolan kami di Balangan ketika aku menemaninya surfing bersama Rena- ada yang berubah dalam diriku setiap kali mendengar nama Lukas disebut. Bahkan ketika kami hanya bertukar pesan di Facebook dan melihat foto profilnya. Something inside me just tickle.

"This is good, Satya."

Senyumku memudar dan aku mengangguk. "Aku tahu. Salad mereka memang juara. I'm sure the chef will love your compliment."

"About the song, why don't you just pick one for me? Aku nggak begitu tahu lagu-lagu country. Kamu tahu, aku pasti suka lagu apa pun yang kamu mainkan, sekalipun aku nggak tahu lagu itu."

Aku hanya memberikan senyum tipisku.

"Thanks for coming, Lukas."

Lukas hanya mengangguk. "My pleasure, Satya. Nggak keberatan kan kalau aku sering datang ke sini tiap kali kamu tampil? Sekalian mengenal lagu-lagu country."

"I will be happy. Remind me to give you the set list."

"You have a great voice, your guitar skill is impressive. I'm a fan already."

"Ajak Rena kapan-kapan ya? Dia jarang ke sini."

"Nggak ada Rena juga nggak masalah kan?"

Kami saling bertatapan. Kali ini cukup lama, tetapi ucapan Riri yang mengingatkanku kalau waktu istirahatku sudah habis, membuyarkannya.

"Satya, second session."

Aku menghela napas sebelum mengangguk ke arah Riri. "Thanks Ri."

"Show time?"

Aku mengangguk. "Aku tinggal dulu ya? Kalau misalnya kamu mau pulang, just wave at me."

"Aku harap itu bukan cara halus kamu buat ngusir aku dari sini. I'm a customer here," balas Lukas dengan nada bercanda.

Aku tertawa. "Tentu aja nggak. Ya mungkin kamu bosen, who knows?"

"I'll stay, Satya. Now, go on and play a song for me," ucap Lukas setelah menghabiskan salad dan menyeka mulutnya dengan tisu.

Aku segera bangkit dari hadapan Lukas dan mengacungkan jempol, sebelum kembali ke panggung kecil The Cowboys. Sepertinya, meja di The Cowboys mulai penuh. Mungkin karena sesi kedua ini, aku memainkan lagu-lagu yang lebih baru. Meskipun bertema western, The Cowboys berhasil menarik minat pasar yang berusia lebih muda. Itulah alasan kenapa pihak The Cowboys memintaku membagi dua sesi.

Begitu duduk di kursi kecil dan menyandang gitar, aku menarik napas dalam. Aku melihat Lukas sudah berdiri di dekat pintu dan tersenyum, sambil mengangkat bir yang dipegangnya.

"For the starter of second session, I'd like to dedicate this song for a friend who's standing at the door," ucapku sambil menunjuk ke arah Lukas, yang tentu saja membuat beberapa orang mengarahkan pandangan mereka ke tempat Lukas berada. "This is his first visit to The Cowboys. He said, he doesn't know any country song, so as an introduction for him, I'm going to sing God Bless The Broken Road by Rascal Flatts. This is one of my favorite songs and I hope, he will love this song too. And I know, everyone here likes the song. So, it's fair for everyone."

Begitu aku menyebutkan lagu yang akan aku mainkan, beberapa orang bertepuk tangan. Aku menarik napas dalam sebelum memulai memainkan salah satu lagu country yang cukup menjadi favorit pengunjung di sini.

I set out on a narrow way many years ago
Hoping I would find true love along the broken road
But I got lost a time or two
Wiped my brow and kept pushing through
I couldn't see how every sign pointed straight to you

Pandanganku dan Lukas bertemu. Kali ini, tidak ada siapa pun yang mengenal atau memerhatikan kami berdua seperti di potluck dinner waktu itu. This time, it's just us staring at each other.

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro