2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

selamat membaca!

love,

sirhayani

2

Keempatnya keluar dari gudang. Meski dirangkul dengan akrab oleh Sheila, Kenanga tertekan. Cewek itu menunduk sambil memainkan jemarinya. Sementara Sheila menyapa dengan akrab orang-orang yang mereka lewati.

Sheila melepaskan rangkulannya di bahu Kenanga sambil berbisik pada Kenanga."Pergi sana."

Kenanga memelankan langkah. Sheila, Ria, dan Safira berlari menghampiri siswi dari kelas lain. Mereka terlihat bercakap dengan asyik. Kenanga menunduk dan melangkah ke koridor lain. Setidaknya, dia bisa terhindar dari ketiga siswi mengerikan itu.

Kenanga mendongak, mencoba untuk melihat dunia lebih jelas. Seorang cowok dengan seragam SMA yang rapi terlihat di depan mading sekolah. Kenanga berhenti sesaat. Ada keraguan di hatinya untuk mendekati Keenan.

Dia belum meminta tolong pada Keenan meski seringkali terbersit di pikirannya untuk meminta tolong pada cowok itu.

Sekarang, Kenanga pasrah dengan semua yang terjadi. Mungkin, Keenan bisa membantunya untuk mengatasi hal buruk yang Kenanga alami.

Meski mereka jarang mengobrol karena keadaan, tetapi Kenanga tahu Keenan selalu diam-diam peduli padanya meski tak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Kenanga karena Sheila dan yang lain terlalu pandai memakai topeng.

Apa yang Keenan tahu hanyalah yang terlihat dari luar. Bahwa Kenanga berteman baik dan akrab dengan Sheila, Ria, dan Safira.

Kenanga baru melangkah satu kali dan baru akan berteriak memanggil nama cowok itu, tetapi tiba-tiba saja Sheila datang mendorong Kenanga yang membuat Kenanga hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

Alhasil, Kenanga hanya bisa diam di tempat sambil memandangi Sheila yang sedang memeluk lengan Keenan dengan begitu akrab.

"Keenan! Lo lihat apaan?"

Kenanga memainkan jemarinya. Keenan bahkan tak pernah dia sentuh seperti itu, tetapi cewek sejahat Sheila bisa melakukannya?

Keenan yang awalnya terlihat bingung karena kemunculan Sheila yang tiba-tiba, dibuat terkejut oleh kehadiran Kenanga yang berdiri tak jauh darinya. "Kenanga...?"

Sheila tersenyum masam dan memaksa cowok itu untuk bergerak semakin menjauh dari posisi Kenanga. "Lo bisa bantuin gue sesuatu?"

"Bantuin apaan?" Keenan berusaha melepaskan pelukan erat Sheila di lengannya sambil menoleh pada Kenanga. "Lepasin. Ck."

Kenanga menggigit bibir saat dilihatnya Sheila menoleh padanya sembari tersenyum miring. Seolah-olah Sheila menunjukkan kepada Kenanga bahwa Keenan ada di sisi Sheila, bukan Kenanga.

Kenanga berbalik, lalu berlari sekencang mungkin. Dia tak bisa menahan tangisnya melihat kedekatan mereka berdua. Boleh saja Keenan disentuh cewek, asal cewek itu bukan Sheila atau Ria atau bahkan Safira.

Asal jangan mereka....

Kenanga merasa dikhianati.

Dia tiba di rooftop sekolah yang kosong dan kotor. Sepi. Kenanga mendongak pada langit yang mendung. Suasana di atas sini jauh lebih menenangkan, tetapi Sheila dan lain pasti akan mencarinya, datang dan menyiksanya lag. Mereka tak akan membuatnya bisa tenang.

Tiba-tiba terlintas di benak Kenanga.... Mungkinkah, Sheila dan Keenan berpacaran?

"Hiks...." Kenanga menangis terisak. Jika benar begitu, maka siapa lagi yang Kenanga harapkan untuk berada di sisinya?

Keenan saja tak pernah terang-terangan berada di sisinya dan melindunginya.

Atau ... Keenan memang tak pernah punya niat untuk melindunginya?

Kenanga tertawa kecil. Mungkin, benar bahwa Keenan tak pernah punya niat untuk melindunginya.

Mungkin... Keenan membencinya.

Kalau begini, itu artinya Kenanga tak punya tujuan untuk hidup lagi, kan?

Hidupnya hanya akan terus-terusan menderita. Tak ada rumah untuknya menenangkan diri. Rumah adalah neraka yang dingin sampai hatinya sakit. Sekolah adalah neraka yang panas dan membuatnya hatinya seperti dibakar seperti menjadi debu.

Ternyata benar-bnar tak ada tempat untuk pulang, ya?

Dia tak sadar terus melangkah hingga ke ujung rooftop. Dinaikkannya satu kakinya ke atas pembatas, lalu kaki sebelahnya lagi. Angin menerbangkan pelan rok dan rambutnya yang panjang.

Entah kenapa terasa menenangkan.

"Ayo lompat, Kenanga. Ayo lompat. Ayo lompat!"

Seolah ada yang membisikkan kata-kata itu berulang kali ketika matanya tertuju pada pemandangan siswa-siswi yang lalu lalang. Tak ada yang berjalan sendirian. Bahkan guru punya teman bercerita.

Kenanga sudah ingin melakukan ini dari dulu. Dia rentangkan kedua tangannya sambil memejamkan mata, lalu dia menjatuhkan diri, membuatnya tergeletak di atas paving block dengan darah yang mengalir deras keluar dari kepalanya.

Teriakan histeris para siswi menjadi apa yang terakhir kali didengar Kenanga sebelum kesadarannya menghilang.

***



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro