lvl. 14 Wajah Lama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

31 Juli 2052, Kota Brigham - Frost Garden
________

Alarm berdering begitu subuh. Ketika orang-orang masih nyaman dengan selimut dan bantalnya, aku memasang alarm di waktu yang paling menyebalkan. Bukan tanpa alasan tentunya. Banyak persiapan yang harus kulakukan sebelum ekspedisi. Oleh karena itu, kurelakan sedikit waktu tidur hanya untuk ini.

Daichi di lain pihak, juga memintaku untuk membangunkannya subuh ini. Percuma, dia bilang jika dia memasang alarm. Antara dia tetap tidur atau dia matikan dan kembali tidur. Ketika kubangunkan pun sulitnya bukan main. Perlu beberapa kali diteriaki dan satu tendangan agar dia benar-benar bangun. Senpai-ku yang satu ini benar-benar seperti namanya ketika tidur. (Daichi/大地 = Bumi)

Ruri-senpai pun katanya akan membantu persiapan di perbatasan menuju peta terdekat. Peta dengan zona aman terluas di selatan Frost Garden, yang namanya sulit kuingat, Llewellyn. Di sana, sebagian anggota Amadeus, Tree of Life, dan Queens and Joker akan melakukan ekspedisi.

Perbatasan selatan yang lokasinya paling jauh dari Kota Brigham ini akan ditangani guild-guild yang kemarin ditemui Daichi di Ransford. Wilayah yang terpisah lautan di tenggara Frost Garden, gurun dan oasis, Akbar.

Terakhir, peta dengan area terluas yang konon memberi damage penalty setiap detiknya pemain berada di luar zona aman, Black Falls. Semua guild akan mengirimkan perwakilannya untuk ekspedisi yang satu ini, kecuali Kin Ginko. Damage penalty itu agaknya menaruh perhatian kami lebih, sehingga mengirimkan lebih banyak pemain dengan varietas yang berbeda pula. Kin Ginko di lain pihak, bukannya tidak ikut atas permintaan mereka sendiri. Kami sepakat, jika perlu ada satu guild yang turun ke kalangan para pemain awam. Dari sana; pembagian item gratis, pembuatan guild kecil, hingga regulasi untuk pemain di bawah 18 tahun agar tidak ikut serta bertarung, kami terapkan melalui Kin Ginko.

Aku dalam perjalananku menuju toko senjata yang kumiliki sejak tiga tahun lalu. Ingin apa aku ke sana? Haha... Satu hal yang membuat orang rakus sepertiku akan menyesal seumur hidup. Pedang, zirah, perisai, dan semua yang kutempa di sana, akan kuberikan pada Aoyama dari Kin Ginko dan Yamamoto dari Warborne.

Sepasang kacamata pun berkilau. "Terlambat!"

Dengan entengnya, aku berjalan mendekati mereka yang datang bersama beberapa kereta kuda. "Baik baik... Nona besar. Sabar bisa, tidak? Ah-... Yamamoto, lama tidak bicara denganmu."

Ia sedikit merunduk seraya mengusap belakang kepala. "Ah, iya. Sejak event terakhir itu, bukan?"

"Kurasa." pintu toko pun terbuka dengan menggunakan pin yang kubiarkan mereka lihat. "Rencananya akan kalian bagikan kemana? Ini."

Kami bertiga pun masuk.

"Untuk sementara di sekitar kota Brigham." balas Aoyama.

"Caranya?" kutanya kembali.

"Karena sulit mendata semua pemain, pertama-tama kami mencarikan guild-guild kecil terlebih dulu, yang saat ini sedang menetap di Brigham. Dari sana, kami meminta agar pemain yang tidak ikut guild dapat didata sebagai anggota sementara." jawab Yamamoto.

Di balik meja kasir, sebuah tombol kutekan. Dalam sekejap itu pula, semua senjata dan zirah yang ada di toko masuk ke dalam inventory-ku. Membuatku kelebihan muatan dan sulit berjalan. "Bantu aku. Akan kubagi beberapa untuk ditaruh di gerobak kalian."

"Dipahami." ucap Aoyama seraya menekan kacamatanya. Dua kali tepuk tangan ia berikan, lalu sejumlah orang pun masuk dan berbaris di hadapanku. "Ambil masing-masing 10 item dari @.crowsmarket dan masukkan ke dalam gerobak secara bergantian."

""YES!!! MY MADAME!!!" mereka dengan entengnya memberi hormat.

Apa-apaan itu.

"Jinnai, tidak ingin menjual toko ini?" Yamamoto mendekat dan bertanya padaku yang sibuk memberikan 10-10 item satu persatu ke bawahan si madame.

"Toko ini sudah seperti rumah. Rasanya sayang-sayang kalau kujual begitu saja." sedikit kekehan lepas dari sana.

Toko ini berada satu stasiun dari Brigham, kota perdagangan, Port Harley. Tidak begitu jauh dan nuansanya pun tidak banyak berbeda. Seperti selalu ramai, kota ini adalah festival di setiap malam yang mereka lalui.

"Ada sentimen juga rupanya di sini, ya?" tuturnya dengan kesan bercanda.

Aku mengikuti atmosfernya dengan senyum tipis. "Ya."

Meski mungkin, setelah ini aku akan semakin sibuk dan lupa, jika aku memiliki tempat untuk pulang seorang diri.

***

Begitu kembali ke Brigham, kota itu sudah nampak ramai dengan mentari yang tidak lagi malu menampakkan diri. Stasiun utama penuh dengan pemain level atas dengan bendera Hinomaru beserta sejumlah bendera guild lainnya.

Aku yang kembali menggunakan kereta pun tentunya terkejut. Dan tidak butuh waktu lama untuk seseorang memberiku sapaan.

"Jinnai~" itu dia...

"H-Hijiribe..."

Si rubah betina yang paling tidak suka kalah. Dengan rambut hitam memanjang hingga pinggul, diikat kuncir kuda, dan dua telinga rubah, dirinya dengan elok datang menghadapku seraya menutup senyumnya di balik kipas.

Suara hak tinggi pun terdengar begitu ia menghentikan langkahnya. "Bagaimana dengan yang di sana?"

"Jika Aoyama-san yang kamu bicarakan, maka dia tengah bersama Yamamoto."

"Oh... Si siscon itu, ya?"

Tolong jangan buat kasih sayangnya sebagai kakak terdengar seperti sesuatu yang biadab. "A-ah..."

Kipasnya ditutup, lalu ia sandarkan ujung kipas itu agak dekat dengan bibirnya. "Laki-laki seperti itu mengkhawatirkan, ya? Walaupun sepertinya akan menyenangkan jika aku jadi adiknya. Fufufu~"

"Kupikir dia contoh kakak yang baik." kenapa bicaraku jadi kaku begini? Seseorang, tolong! Siapapun, bantu aku keluar dari jeratan rubah ekor sembilan ini!

"Oh..." beberapa kali ia ketuk kipasnya di bawah bibir. Senyum itu nampak banyak memberi makna yang membuatku khawatir. "Hei, Jinnai. Boleh aku bertanya sesuatu yang sedikit... lebih privat?"

Mulailah dia... Aku dan Hijiribe bisa saling kenal bukan dengan cara paling baik. Ketika aku masih menjadi bagian dari Highskull, kami berdua adalah dua pemain kunci dalam masing-masing guild. Bukan sebagai ketua atau apapun, melainkan posisi kami sebagai pemain support. Dia pun adalah salah satu dari sedikit pemain yang berhasil mengoptimalkan playstyle-nya sebagai support yang kuat. Jika diibaratkan pertandingan bola, maka kami adalah pelatih yang terus berteriak di bangku cadangan.

"Kupikir kita sudah usai dengan ini." ujarku singkat.

Dia mulai mengikis jarak secara tidak menyenangkan. "Fufufu~ Aku tidak ingat soal itu. Pokoknya... Setiap kekalahan yang kami dapat darimu, tiap-tiapnya akan aku ukir di tiap inchi tubuhmu itu~"

"Iiii-!!!" Aku merinding dan mengambil langkah jauh. Bahaya, sungguh bahaya. Cukuplah dengan yang kemarin, jangan tambah-tambah hubungan dengan sesuatu yang lebih rumit.

Hijiribe membuka kipasnya kembali dan menutup raut tertawanya tanpa memalingkan mata dariku. "Seperti biasa, sangat menyenangkan menggoda laki-laki sepertimu."

"Oho-!!! Itu dia itu dia!" tiba-tiba seruan yang tidak asing terdengar.

Suara berat bak truk yang berjalan di atas bebatuan. Lantang dan kasar di saat yang bersamaan, membuatku teringat akan orang itu dalam sekilas. "Dia... Kah?"

Seorang mage laki-laki yang tidak memakai apapun di bagian atas tubuhnya selain kalung dan gelang tangan. Tato tribal hitam pun menghiasi punggung, dada, pundak hingga lengannya, berpadu dengan paras beringas selayaknya preman.

"Kami mencari-cari dirimu, tahu? Ketua." Beralaskaki perban, dengan Hakama hitam melingkari pinggul hingga mata kaki. Alis mata yang seperti selalu melotot itu menghadap tidak lain dan tidak bukan kepada Hijiribe.

"Ck-! Kenapa memangnya?" Hijiribe nampak tidak senang.

"Bukan apa-apa, hanya saja..." wakil ketua dari guild Hazakura, salah satu pemain yang dikenal akan arogansi, kebrutalan, dan gaya bertarungnya yang absurd. "...rasanya di sini agak panas."

DPS mage, level 90, spesialis sihir api tangan kosong, @. Hellmaru, Sengoku.

Aku pun memutuskan untuk kembali mendekat. "Yo."

Begitu mendapatiku di wilayah pandangnya, dapat jelas terlihat, bagaimana kerut di keningnya terbentuk bersama senyumnya. "Keparat... Jinnai sialan. Kamu di sini rupanya."

"Sehat kah? Sena bagaimana?"

"Sehat, dan aku di sini." @ .sendnothing satu lagi pemain-pemain dari masa lampau bermunculan. Adik perempuan dari Sengoku yang juga memilih kelas mage, namun lebih fokus ke support seperti Hijiribe. Dengan pakaian miko yang lebih tertutup, ketimbang Hijiribe, dirinya muncul dari kerumunan. "Lama tidak bertemu, kak Jinnai."

Kalau dipikir-pikir, banyak juga kakak-adik yang keduanya kukenal di game ini. Astaga. "Ah, lama tidak bertemu, Sena. Ingin menjemput ketua kalian?" tanyaku balik.

"Tidak perlu. Aku ketua, jadi anak-anak ini tidak perlu mengurusiku seperti bayi." Hijiribe terkesan enggan.

"Ck-! Jangan banyak alasan dan cepat bantu aku kembali di Hazakura. Keparat-keparat itu tidak akan mendengar jika aku yang suruh." dengan entengnya Sengoku menarik pundak kiri Hijiribe yang terekspos itu. Dia itu preman yang benar-benar jantan.

"Tunggu... Jangan sentuh-sentuh!" jarang-jarang aku melihat Hijiribe geram.

"A-anu... Ketua. Kakak hanya khawatir kalau anggota guild akan menganggap enteng tugas mereka kalau kakak yang bilang. Makanya, dia nekat ke sini saat tahu ketua di sini." untung Sena itu anak yang tenang, tidak seperti kakak premannya.

Hijiribe dan Sengoku saling tatap untuk beberapa saat. Kalau itu aku, Hijiribe pasti sudah mempermainkan suasana seperti sebelumnya. Tapi, di hadapan Sengoku, itu sama sekali tidak berguna. Seakan-akan Sengoku lebih dominan ketimbang seorang seperti Hijiribe yang cenderung manipulatif.

"Ya sudah." Tangannya pun menepis genggaman Sengoku dan berbalik dariku. "Jinnai, sampaikan salamku untuk Daichi dan Ruri. Kita bertemu lagi nanti di perbatasan."

"Ah." balasku singkat.

Sengoku pun menghampiriku, menepak tangan, beradu tinju, dan memberi peace sign bersamaku sebelum akhirnya ikut melangkah bersama ketua dan adiknya. "Salam untuk si keparat Daichi!"

"Ya!" seruku singkat.

Terakhir, Sena membungkukkan badan sedikit tanpa banyak mengubah jalannya, melambai, dan tersenyum tanpa mengucap apa-apa.

Ketiga anggota Hazakura itu pun pergi, berbaur dengan kerumunan stasiun sebelum akhirnya menghilang dari pandangan.

Waktu menunjukan pergantian pagi dan siang telah dekat. Tinggal menghitung menit sebelum kami semua berangkat menggunakan kereta uap menuju stasiun pertama, lalu lanjut hingga stasiun kedua, dan berjalan kaki menuju stasiun di Black Falls. Di sanalah, kemungkinan raid kedua kami akan dimulai. Raid pembukaan stasiun, sekaligus peluasan wilayah peta. Itulah tujuan kami.

___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro