lvl. 17 Raid Riders Part. 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

31 Juli 2052, Stasiun Adalicia, Kota Eberhardt, Frost Garden
___

Menjelang sore, kami turun di kota perbatasan Eberhardt yang menurut perhitungan kami, paling dekat dengan stasiun terluar Blackfalls.

Salju hitam masih turun di luar dengan intensitas yang tidak begitu padat. Meski begitu, sedikit saja kami ulurkan tubuh kami ke luar ruangan, efek area yang terjadi akibat salju hitam langsung mempengaruhi HP kami. Damage yang kami terima mungkin tidak seberapa, tapi dalam waktu lama dan dalam situasi tertentu, ini bisa menjadi bumbu pedas yang melumpuhkan kami.

Kami membagi tim ekspedisi menjadi dua party. 14 gerobak untuk masing-masing party  telah siap di luar, dengan masing-masing party terdiri dari 40 pemain. Pembagian anggota telah diatur berdasarkan cara bertarung pemain DPS, antara tim A: DPS dengan serangan tinggi kecepatan rata-rata dan tim B: DPS dengan kecepatan tinggi dan serangan rata-rata. Aku, Sengoku, Hijiribe, Shinji, dan Akane masuk ke tim A. Sedangkan, Kisaragi, Yamamoto, Daichi, Ruri-senpai, dan Ritsu sebagai support masuk ke tim B.

"Kalian yakin akan membaginya seperti ini?" tanyaku pada Yamamoto dan Kisaragi.

Kisaragi dengan zirah lengkapnya melambaikan tangan seraya tersenyum. Di balik sosoknya itu, terlihat anggota Warborne dan Gallant saling membaur selayaknya teman lama. Para pemain support yang rata-rata berasal dari Amadeus dan Tree of Life pun nampaknya tidak ada masalah berbaur dengan mereka, membuatku sadar akan apa yang telah Kisaragi bangun hingga atmosfer itu ada di antara mereka.

"Pada dasarnya, guild kami hampir sama. Tidak jarang, aku dan dia ini bertemu bersama yang lain untuk sekadar minum atau makan okonomiyaki." jelas Kisaragi seraya menepuk pundak Yamamoto.

"Seperti klub olahraga yang baru selesai latihan saja." candaku.

"Benar kan?! Ah-... Jadi ingin cepat-cepat keluar dan makan okonomiyaki lagi!" punggung Yamamoto menjadi korban tepukkan Kisaragi berulang kali, terlepas dari orangnya itu sendiri tengah sibuk dengan layar menu. "Pokoknya jangan khawatir. Kalian memang lebih senior, tapi terkadang kami yang masih baru pun tidak bisa terus meniru kalian. Highskull yang dulu pernah menaungimu itu panutanku, jujur saja. Jadi, sebagai junior, kami lebih mengharapkan do'a dari kalian." dia batuk sesaat, lalu kacamatanya bersinar. "Dan traktiran, mungkin."

Aku terkekeh dan memukul dadanya pelan. "Terserah kalian!" kemudian berbalik dan menyapa rekan-rekanku yang sudah berkumpul.

Sebisa mungkin senyum kupasang, tanpa sedikitpun membiarkan rasa canggung lepas. Tidak sempat untukku melihat raut Akane di antara yang lain. Ah... Bukan, aku sengaja untuk tidak melihat.

Perjalanan akan berlangsung 4 jam. Diperkirakan, kami akan berhenti du kota mati dan menjadikan salah satu gedung tak berpenghuni di sana sebagai markas sementara. Jika kami terus bergerak dalam fase seperti ini, paling lambat lusa kami baru akan sampai di stasiun yang kami tuju.

Tidak ada tanda-tanda salju akan terhenti. Damage yang kami terima secara konstan terus merambat. Mereka yang berada dalam gerobak mungkin akan baik-baik saja. Masalahnya, sebagian besar pemain akan berada di luar dengan kuda mereka masing-masing. Kami perlu sejumlah orang untuk menetralisir efek area ini selama perjalanan. Untungnya orang-orang dari Amadeus dan Tree of Life handal dalam hal itu. Sesuatu yang seharusnya kukuasai sebagai priest.

Aku melangkah lebih dulu, keluar dari kanopi stasiun. HP-ku berkurang konstan, tapi aku tetap tenang menatap orang-orang yang kubawa ke neraka dingin ini. "Perhatian!" seruku. Senyum berusaha kubentuk begitu perhatian mereka tertuju padaku. "Seperti yang kalian lihat, HP-ku saat ini terus berkurang setiap detiknya. Tidak banyak memang, tapi dalam 60 menit tanpa healing, sudah pasti aku akan mati. Untuk itu, aku mohon kerjasamanya untuk mengikuti protokol yang sudah disetujui. Utamanya, untuk anggota dari Amadeus, Tree of Life, dan pemain tipe support lain yang telah ditunjuk. Kami akan sangat menghargai kerja keras kalian."

Tepuk tangan pun meramaikan suasana, dengan para pemain tipe support sebagai bintang utama. Aku pun ikut serta meramaikan. Terhibur rasanya kala melihat beberapa kenalanku termasuk Ritsu dirangkul teman-teman barunya sebagai sesama tipe support.

"Kalau begitu, sebelum kita berangkat. Apa ada pertanyaan?" sambungku setelah mereka keramaian sedikit mereda.

Seorang mage lelaki mengangkat tangannya, lalu langsung menyampaikan pertanyaannya. "Anu, bagaimana jika kita tiba-tiba kita diserang, sedangkan rata-rata tipe petarung berat seperti Ketua Kisaragi berada di belakang?"

Seorang Knight laki-laki pun ikut menambahkan. "Ya. Jika rata-rata tim B seperti kami bergerak lambat, kenapa tidak sesuaikan saja dengan kecepatan kami?"

"Soal itu..." aku hendak menjawab, tapi seseorang memotong kembali.

"Anu, tuan ketua ekspedisi. Anda tidak kedinginan berada di luar sana?" dia menyinggung aku yang sedari tadi sendirian terkena efek area.

Aku terkekeh. "Aku justru merasa kepanasan, kamu tahu?"

Mereka pun tertawa seiringan.

"Tapi ya, sebelum aku benar-benar mati karena efek area ini. Biar kujelaskan lebih lanjut soal formasinya. Kalian tahu, bukan? Jika seorang pemain dengan WP (weight point) di atas 150 akan membuat kuda apapun bergerak 40% lebih lambat. Rata-rata knight memiliki WP di atas 180 dan setidaknya, hampir setengah dari anggota ekspedisi ini akan memperlambat laju ekspedisi. Belum lagi, rata-rata knight itu memiliki kontrol yang buruk untuk bertarung selagi berkuda. Berbeda dengan mage yang cukup merapalkan mantra.

Aku, Kisaragi, Yamamoto, dan Hijiribe sudah sepakat jika tim A akan berlaku sebagai umpan sekaligus tameng yang mengurangi kemungkinan tim B menjadi samsak tinju para monster. Paham?"

Daichi tiba-tiba keluar dari kerumunan untuk menghampiriku, lalu dengan entengnya menepuk pundakku seraya berkata. "Intinya dia ini ingin, agar kalian saling membantu dengan menutupi kelamahan masing-masing dalam keadaan seperti ini. Aku sekalipun akan kesulitan bertarung, jadi..." Daichi menunjuk Sengoku yang seperti biasanya, memasang raut seperti preman. "Dia yang akan menjadi MVP."

Sengoku tersenyum dengan amat sangar. "Ck-! Dasar maniak dada!"

"AKU TIDAK INGIN MENDENGAR ITU DARIMU!"

Sudah-sudah, aku tahu selera wanita kalian itu kurang lebih sama. Ruri-senpai dan Hijiribe pastinya kerepotan dikelilingi orang-orang seperti kalian berdua.

"Ya sudah, jika semuanya telah sepakat. Langsung saja kita mulai ekspedisinya!"

***

Derit roda kayu dan pacuan telapak kaki kuda yang menepuk tanah. Angin dingin menerpa. Salju hitam semakin tak jarang. Dengan formasi yang telah diatur sedemikian rupa, kami melaju di antara hamparan tundra berselimut gelap.

Masker gagakku mencegah dingin menerpa wajah dan zirah yang kukenakan cukup tebal untuk menjaga dingin agar tidak menusuk. Secara keseluruhan, aku aman dari dingin. Utamanya karena yang kutunggangi ini secara harfiah dapat dikatakan 'membakar bokongku'.

"Bokongmu tidak panas, kah?!" seru Sengoku dari dalam kereta kuda.

Aku berdecik, kesal mendengar ironi itu dari seorang seperti dia. "Night Mare itu keren! Lagi pula, bukan hanya aku yang menungganginya di sini!" seruku dalam berguncang-guncang di atas sadel kuda berapi.

Ya, Night Mare adalah kuda api yang pemain dapatkan dari event 'The Howling Flames' tahun kemarin. Semua yang ikut serta sampai misi tertentu dalam event itu, akan mendapatkan Night Mare ini sebagai hadiah. Salah satu kuda yang paling sering digunakan dalam game ini.

"Dari pada itu, musuhnya belum muncul kah?" dia sedikit mendongakkan badan dari gerobak, mencoba melihat sekitar yang masih berupa hamparan Tundra bersalju hitam.

"Harusnya sudah..." eluku datar.

Sekitar agak sunyi dari kehidupan. Dulu ketika melakukan ekspedisi, setidaknya di satu kilometer pertama kami sudah mendapati sekumpulan serigala berlari mengejar gerobak atau mereka yang berkuda. Kami setidaknya sudah berjalan sejauh tiga kilometer lebih, tapi tanda-tanda keberadaan musuh belum juga muncul.

"Mungkin kita hanya beruntung." tambahku.

"Tidak mungkin seberuntung itu." Sengoku berbalik masuk ke gerobak, mendekati Hijiribe yang sedari tadi berdiri di atas lingkaran sihir kecil dengan tangan membentuk segel. Dia menatap ketuanya dengan raut yang tidak bisa kulihat dari posisiku berkuda. Entah kenapa, itu membuat Hijiribe cemberut.

"Apa?" tanya wanita berpakaian miko yang cukup terbuka itu dengan sembilan ekor dan telinga rubah menghiasi penampilannya sebagai mage yang sangat khas dengan nuansa Jepang.

Sengoku pun hanya terkekeh dan menjawab pendek. "Tidak."

Selagi keduanya membokongiku sebagai orang ketiga, sosok baru akhirnya muncul di pojok kiri sudut pandangku. Spontan aku berteriak. "Sayap kiri! Bersiap untuk ombak pertama!"

Keduanya, Sengoku dan Hijiribe terkejut. Sedang, anggota lain yang sudah melihatnya lebih dulu denganku langsung merespon melalui panggilan grup.

"Owh!"
"Dipahami!"
"Akhirnya!"

Mereka, anggota yang rata-rata adalah mage DPS pun langsung bersiap untuk bertarung selagi berkuda. Ini mungkin agak sulit untuk mereka yang bersenjata, utamanya para knight. Itu sebabnya, saat inilah waktu untuk para mage berjaya.

Mataku dan Sengoku bertemu. Aku menarik kudaku untuk mundur sedikit dari belakang gerobak yang dinaiki Sengoku. Oath of Azazel kukeluarkan dari inventory, lalu kulempar salib itu hingga menggantung di atas gerobak. [Ignore Gravity] dan [Attribute of Sky] pun telah aktif untuk 60 detik ke depan. Tugasku sekarang, hanyalah menjaga gerobak di depanku dengan hanya senapan.

Sengoku kembali menatap Hijiribe sesaat. Hijiribe menatap wakilnya itu serius, lalu membentuk segel lain seraya berkata. "Seperti biasa."

Sengoku terkekeh. "Ah!" dia belari dan melompat keluar dari gerobak seperti orang gila. Jika di luar sana, sudah pasti dia akan jatuh dengan konyolnya dan terinjak kuda yang kutunggangi ini, tapi setidaknya dia masih melayang selama tiga detik di udara dan selagi itu juga, dia bertutur. "Shinuchi: Kagetsu no Mai."

Api membakar tubuhnya, lalu mendorong dia melesat ke udara.

___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro