lvl. 4 Lunatic the First (part 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

___
[Skill: Bound till Death] adalah skill yang kudapat dari turnamen sebagai support skill yang dapat dikatakan terlalu curang untuk digunakan. Efeknya hanya berlaku untuk satu orang, membuat skill ini dikhususkan untuk satu pemain dengan DPS (damage per-second) tertinggi di dalam party.

Buff yang diberikan adalah sebagai berikut; 100% Attack Up (physical/magical), 100% Critical Damage Up, -50% magic consumption, 50% Indirect Damage Up, Reverse Taunt.

Akane sebagai knight pastinya banyak mendapat untung dari naiknya serangan biasa dan serangan kritkal. Untuk pengurangan konsumsi mana ketika menggunakan sihir pun sepertinya percuma, karena ia menggunakan pedang dua tangan. Dan aku tidak tahu apakah dia memiliki serangan tidak langsung seperti poison, burn, atau bleeding status. Apapun itu, selama dirinya bisa memberikan damage yang cukup pada boss pertama ini, aku sebagai support cukup mengulur alur raid agar tidak satu pun korban jatuh.

Selain itu, debuff yang kudapat membuat kematianku semakin terjamin. Sebagai kompensasi dari semua buff yang kuberikan. Aku menerima 50% damage lebih banyak ketika terkena serangan. Jika musuh berhasil mengenaiku dengan serangan kritikal, aku akan menerima 50% damage lagi. Bukan tidak mungkin aku akan mati dalam sekali serang. Apa lagi, aku juga menerima taunt status yang membuat perhatian musuh hanya tertuju padaku.

Terakhir, seperti nama dari skill itu sendiri, kami akan mati jika salah satu dari kami mati. Kecuali aku bisa membatalkan skill ini di saat-saat terakhir sebelum aku mati, nyawa Akane pun berada di ujung tanduk yang sama denganku.

"Bodohnya dirimu menerima itu begitu saja." aku bergumam seorang diri kala melompat-lompat menghindari serangan Lunatic.

Akane dengan katananya pun kembali melangkah, mengikuti naga yang terbang mendekati atap-atap gedung. Sedari awal ketika dirinya menggunakan sesuatu yang ia sebut sebagai [Shinuchi: Makurana Yoru] , katananya terus mengeluarkan asap hitam seperti itu terbakar.

Aku sebagai player lama sekali pun tidak hapal banyak skill dari semua kelas, karena jumlahnya dan wujudnya yang begitu beragam. Tapi, jika itu pedang, maka kemungkinan paling masuk akalnya adalah itu merupakan applied skill yang efeknya bekerja hingga batas waktu tertentu. Lantas, apa yang akan Akane lakukan dengan itu?

Lunatic the First terus menyemburkan apinya ke arah aku yang terus kabur dengan rantai. Beberapa player pun membantu dengan melancarkan serangan dan beberapa debuff pada sang naga. Aku sesekali berbalik dan menembak beberapa kali dengan senapanku, tapi seperti yang diharapkan dari seorang Priest. Damage-ku tidak seberapa.

Saat itulah, ketika sang naga berada pada jarak serang Akane. "PERTAMA!" seru samurai wanita itu, lalu dari pedangnya hembusan asap yang memanjang seakan menebas naga itu menjadi 2. Menghasilkan damage yang signifikan padanya.

"KEDUA!" serunya lagi. Kali ini serangan horizontal dari ekor hingga perut.

Akane begitu lihai dengan gerak tangannya kala menggenggam katana, ketika dirinya baru saja memberikan tebasan keduanya, pedang satu kata itu telah berada di posisi menusuk dari tempatku melihat. Dirinya telah siap dengan serangan berikutnya lagi. "KETIGA!"

Tusukan itu menjadi yang terakhir, begitu dirinya menarik katanya keluar dan melompat mundur, asap hitam itu telah tiada. Meski begitu, setidaknya HP Lunatic the First telah mendekati 50%.

Semua serangan itu tetap tidak membuyarkan perhatian Lunatic the First padaku. Jika saja aku tidak pandai bermanufer dengan [Bound: Chain]  dan dibantu kedua buff dari [As Above, So Bellow] , mungkin aku dan Akane sudah menjadi orang pertama yang mati di game ini.

"Open Chat Room: GrandMemechine." seraya menghindari gigitan sang naga, sekaligus mengarahkannya ke jarak tempur player lain, aku membuka chat room melalui audio dan menghubungi Daichi. Tidak butuh waktu lama hingga suara terdengar dari arah sana, aku pun sontak bersahut. "Senpai! Kami berhasil menurunkan HP-nya mendekati 50%. Tinggal menunggu waktu sampai kita tahu apakah dia memiliki fase ke-2 atau tidak."

"Baik. Salibmu sebentar lagi turun kan? Hingga cooldown-nya selesai, aku akan menggantikanmu. Setelah itu, seperti biasa."

Daichi bermaksud mengajakku untuk menggunakan formasi berdua dengannya. Sebagai seorang yang paling banyak bertarung dengannya, aku adalah partner alami untuk Daichi yang dapat dikata sebagai Tank. Attack dan defense-nya berada di ujung tanduk, akan tetapi pergerakan dan kecepatannya sangat terbatas oleh gravitasi.

Musuh yang sanggup terbang bukan lah yang buruk untuk Daichi. Tapi, hanya sebatas itu saja. Dalam pertarungan seperti ini, Daichi hanya akan menjadi pemain rata-rata. Berbeda dengan Akane yang benar-benar fokus ke serangan dan kecepatan hingga hampir mengabaikan defense-nya sendiri.

"Maaf." kuucap pelan. Salibku pun mulai goyah dari atas kepala sang naga, dan otomatis kembali ke pundakku. Membuat tangan kananku terdata memegang senjata, sehingga tidak dapat menggunakan [Bound: Chain] dan mustahil menghindari serangan yang satu ini. "Aku punya rencana lain."

Chat room pun terputus seketika. Puluhan gigi tajam terlihat di sudut mata. Dan saat diriku hanya terdiam menunggu serangan itu datang, senyumku tertarik oleh satu sosok yang seketika muncul.

"Tolol kah?!" sekali lagi, Akane datang di saat yang tepat.

Katananya menebas wajah naga itu cukup kuat hingga terpental mundur sedikit. Cukup waktu untukku melempar candaan seraya melompat kabur. "Mungkin. Sisanya kuserahkan pada Daichi!"

"Ck-!"

Aku mendarat mulus di permukaan tanah, di antara sela-sela bangunan yang tidak bisa digapai naga sebesar itu. Bergegas diriku ke arah tempat pertemuan Livestream sebelumnya, dengan harapan menemukan lokasi Daichi berada.

"[ Skill:... " Baru saja aku keluar dari gang kecil tersebut, suara yang tidak asing justru terdengar dari arah yang berlawanan. " ... IRON FORTRESS]"

Ya, itu Daichi mengaktifkan skill-nya. Tanpa buff dari salibku, Daichi akan sedikit kesulitan dengan berat zirah dan senjatanya. Setidaknya, dibandingkan aku yang Taunt Status pada skill-nya berkemungkinan membunuhku, [Iron Fortress] milik Daichi menaikan defense sekaligus mempercepat cooldown-nya sebesar 5% setiap kali menerima single hit. Dengan posisinya sebagai Tank di dalam party yang basisnya sudah memiliki defense dan MAX HP tinggi, semua itu bukanlah masalah.

Aku akan menghindar untuk sementara waktu agar Taunt Daichi tidak tergganggu oleh miliku. Akane dan player lain pasti sudah mengejar naga itu untuk membantu Daichi. Baru setelah 30 detik cooldown ini berlalu, aku akan kembali ke sana sebagai support.

Waktu yang sempit ini biar kumanfaatkan untuk menenangkan diri sekaligus melihat keadaan. Perbatasan antara Kota Brigham dengan peta baru sudah sepi sepenuhnya. Kemungkinan, player yang level-nya dibawah 80 sudah pergi entah kemana dan sisanya adalah mereka yang tengah membantu Daichi di sana. Ruri sebagai Hunter yang level-nya sama dengan Daichi dan aku pastinya akan keras kepala dan bertarung di sebelah pacarnya. Dan untuk Ritsu, teman Akane itu...

"Dia level berapa?" waktu pun hampir melewati 30 detik. Hampir tidak cukup waktu untukku memikirkannya.

Aku pun memutuskan untuk memikirkan itu seraya menjalankan peranku dalam raid mendadak ini. Langkahku kubalikan ke arah kerusuhan di balik gedung-gedung. Suara para player dan naga itu saling menggema. Debu-debu virtual berterbangan, membuat pandanganku sedikit tersamar. Hingga ketika diriku sampai ke lokasi, hal pertama yang kudapati adalah seorang Knight berzirah hitam berduri di sana-sini, menahan serudukan naga itu dengan kedua perisai di tangan yang disatukan salayaknya pintu. Meski dirinya telah menerima serangan yang seperti akan membunuh player dalam sekali serang itu, ia berhasil menahannya dengan menerima damage yang tidak begitu fatal.

Para healer pun langsung menggunakan sihir penyembuh padanya, demi menjaga sang kesatria yang sosoknya sudah seperti benteng berjalan, Daichi.

"Senpai!!!" seruku padanya.

Ia pun menolehkan pandangnya ketika aku baru akan melempar salibku kembali. "[Weapon Skill: As Above, So Bellow]"

Salib itu pun kembali melesat dan menggantung di atas kepala sang naga. Buff dengan radius 50 meter dari titik musuh yang dikenai salib, berupa [Ignore Gravity] dan [Attributes of Sky] yang keduanya dapat dikata merusak mekanik dari game itu sendiri.

Di dalam game ini, gravitasi mempengaruhi berat zirah dan senjata yang digunakan, membuat pergerakan pemain melambat dan kemungkinan kritikal yang berbanding lurus dengan kecepatan menjadi rendah. Tapi, sebagai gantinya, gravitasi membuat senjata apapun yang tergolong berat memiliki basis Attack yang tinggi. Itu lah sebabnya, walaupun fokus utama Daichi adalah pertahanan, tingkat serangannya tetap tinggi.

Nah... Sekarang, bagaimana kalau efek negatif dari gravitasi itu diabaikan?

Berdiri tegap di hadapan sang naga. Dengan helm yang sepenuhnya menutupi wajah. Sang kesatria yang telah diberikan sekian banyak dorongan untuk maju pun memisahkan kedua perisai tangannya. Dalam posisi menyerang, kedua perisai itu akan berfungsi selayaknya sarung tinju besi. Senjata yang begitu berat hingga dikata percuma untuk digunakan. Kecuali dalam 60 detik ini.

"[Skill: Stampede]"

___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro