10. Cinta Yang Masih Rachel Miliki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 10 Cinta Yang Masih Rachel Miliki

“Kau bertanya apa yang kuinginkan?” Wajah Joshua bergerak turun, menundukkan kepalanya untuk mempersempit jarak di antara bibir mereka. Sengaja menyisakan jarak yang sangat tipis dan berbisik. “Ini.”

Rachel memiringkan wajahnya ke samping. Membuat ciuman Joshuan mendarat di pipinya. Kedua tangannya yang menahan di dada Joshua berusaha mendorong tubuh pria itu. Tetapi tubuhnya yang mungil jelas tak bisa dibandingkan dengan kekuatan pria yang dimiliki oleh sang adik ipar. Yang dengan mudahnya menyangkal penolakannya. “Menyingkir atau aku akan berteriak?” ancamnya.

Joshua malah menyeringai dengan ancaman tersebut. “Dan mengundang semua orang datang kemari untuk menyaksikan perselingkuhan kita berdua?”

Raut wajah Rachel membeku dengan ancaman balik Joshua. “Apakah ini cara yang kau gunakan untuk menghancurkan hubungan Reagan dan Lania?”

“Tidak. Lania saja yang terlalu lemah menahan rayuanku.” Joshua kembali menempelkan bibirnya di pipi Rachel. “Hubungan kami berjalan dua arah. Kau tertarik untuk …”

Merasakan bibir Joshua yang bergerak mendekati bibirnya, Rachel menggunakan lututnya untuk menghantam pangkal paha Joshua. Posisi kedua kaki Joshua yang menghimpit kedua kakinya memudahkan serangan tersebut sebelum Joshua menyelesaikan kalimatnya.

Dan serangan itu berhasil membuat Joshua mengerang kesakitan. Tubuh pria itu terhuyung ke belakang dengan posisi melengkung ke depan. Rachel tak melewatkan kesempatan tersebut untuk mendorong bahu Joshua menjauh hingga tubuh besar tersebut ambruk ke tanah. Kemudian Rachel melepaskan sepatu hak tingginya dan berlari secepat kedua kakinya membawa dirinya kabur dari Joshua.

Rachel nyaris kehabisan napasnya ketika sampai di jalan raya. Beruntung ia mendapatkan taksi lebih cepat yang membawanya semakin jauh dari Joshua.

Adik iparnya itu benar-benar gila. Dan membayangkan dirinya harus terjebak dengan adik ipar berengsek hingga bercerai dengan Reagan, Rachel tahu semua ini tak akan berjalan dengan mudah untuknya.

Rachel menjatuhkan kepalanya di jok. Menghela napas panjangnya dengan mata terpejam. Mengingat wajah mama dan papanya. Hanya itulah alasannya bertahan.

*** 

Rachel menarik smoothies strawberry kesukaannya mendekat begitu pelayan café mengantarkan pesanannya. Menyesapnya sekali dan kembali mendesah pelan. Pandangannya bergerak ke samping. Menatap jalanan di bawah sana yang begitu sibuk. Mengabaikan pandangan pengunjung lain yang terheran sekaligus bercampur iba dengan penampilannya. Ya, gaun pestanya yang berwarna putih membuatnya terlihat seperti pengantin yang baru saja dicampakkan. Rachel tak akan menyalahkan prasangka yang muncul di benak mereka. Sejujurnya ia memang terlihat menyedihkan. Ia baru saja ditinggalkan oleh suaminya karena wanita lain.

Sekarang, ke mana ia harus pergi? Ke rumah orang tuanya?

Bagaimana mungkin ia memperlihatkan hal ini pada kedua orang tuanya, yang mengharapkan dirinya berbahagia dalam pernikahannya dan Reagan.

Ke rumah Reagan?

Ia tak yakin apakah Reagan ada di rumah atau entah di mana. Satu-satunya kecemasannya jika kembali ke rumah Reagan adalah Joshua.  Dengan kelancangan Joshua, Rachel tak yakin sejauh mana batasan yang berani dilewati oleh adik iparnya tersebut.

“Rachel?”

Tubuh Rachel membeku mendengar namanya dipanggil oleh suara yang begitu familiar di telinganya. Tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang memanggilnya.

“Kau di sini?” Andara duduk di kursi kosong yang ada di samping Rachel.  “Aku senang bertemu denganmu di sini. Ada sesuatu yang harus kujelaskan padamu.” 

Rachel menoleh.  Menatap wajah sahabatnya yang diselimuti rasa bersalah, tetapi semua itu tak membuat kekecewaan di hatinya meluruh. Ia menarik tangannya yang digenggam oleh Andara. Mengambil tasnya dan beranjak meninggalkan meja.

“Tunggu, Rachel.” Andara menyusul Rachel.  Berapa kali pun Rachel menepis tangannya, Andara tak menyerah agar Rachel mendengarkan dirinya. Tak peduli apa yang dilakukannya membuat mereka mendapatkan perhatian lebih banyak dari pengunjung café. “Rachel!”

“Dengarkan penjelasanku lebih dulu. Setelah itu, kau bebas untuk marah ataupun kecewa padaku. Setidaknya kau berhak tahu kebenarannya lebih dulu.” Andara nyaris berteriak ketika keduanya sampai di halaman café.

Langkah Rachel terhenti. Memutar tubuh menghadap sang sahabat yang berdiri beberapa meter darinya. “Kebenaran bahwa selama ini kau menyimpan perasaan pada Davian?” sengitnya.

“Setelah semua yang kita jalani, kau pikir aku akan melakukan hal semacam itu pada persahabatan kita?”

Rachel terdiam. Kedua matanya menatap manik Andara yang diselimuti kejujuran dan ketulusan seperti biasa. Yang tak bisa ia sangkal.

“Apakah seburuk itu kau memikirkan tentangku?” Ada kekecewaan di kedua mata Andara yang membuat Rachel semakin membeku. “Pagi itu Davian menghubungiku dan mengatakan tentang perjodohan yang diatur papamu.”

Mata Rachel melebar. 

“Dia mengatakan kau membutuhkanku dan aku tak pernah berpikir dua kali untuk meninggalkan pekerjaanku karena kau. Kau tahu itu, Rachel.”

Rachel tahu itu.

“Apa yang kau lihat pagi itu, aku tak tahu kalau ternyata semua itu adalah rencana Davian.”

“D-davian?”

Andara mengangguk. 

“Davian tak pernah mengkhianatimu dnn dia masih mencintaimu, Rachel.” Andara berjalan mendekat. Mengambil kedua tangan Rachel dan menggenggamnya. “Hanya kau yang ada di hatinya dan itu tak pernah berubah. Hingga detik ini.”

Rachel masih bergeming, menelaah satu persatu penjelasan Andara. Wanita itu kemudian memeluknya. 

“Dia melakukan semua ini karena cintanya padamu. Dia tak ingin kau kehilangan keluargamu jika kau memilihnya. Dia tak bisa melakukan hal seburuk itu padamu, Rachel.”

Tubuh Rachel terasa meluruh.

“Dia lebih rela kehilanganmu daripada harus membuatmu kehilangan orang yang kau kasihi dan harus menanggung kebencian mereka akan keputusan yang kau ambil. Bahkan dialah yang menghubungi kedua orang tuamu dan mengatakan telah mengembalikanmu pada mereka. Meminta maaf untuk kenekatan yang sudah kau lakukan.”

Air mata meleleh di kedua ujung mata Rachel. Andara membawa tubuh sang sahabat ke kursi yang berada tak jauh dari keduanya. Jatuh ke pelukan Andara dan menangis tersedu.

“Aku minta maaf atas kesalah pahaman ini yang membuatmu menderita oleh kekecewaan dan pengkhianatan kami. Sungguh, Rachel. Aku tak mungkin mengkhianatimu dengan cara buruk seperti ini.” Andara mengelus punggung Rachel dengan lembut. “Kalaupun aku mengkhianatimu, satu-satunya orang yang tak akan mengkhianatimu adalah Davian, Rachel. Hatinya sudah terlalu penuh olehmu.”

Rachel mengurai pelukan Andara. Menatap wajah sang sahabat dan bertanya, “Apa kau tahu di mana dia sekarang?”

“Kami tak pernah bertemu sejak kejadian itu. Tapi …” Andara tampak berpikir sejenak. “Mungkin dia masih berada di tempat kerjanya.”

“Bisakah kau mengantarku ke sana? Aku ingin bertemu dengannya.”

Andara mengangguk tanpa ragu. Merangkum wajah Rachel dan menghapus air mata sang sahabat dengan ibu jarinya. “Ya, tentu saja.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro