Part 21 [The End]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kebahagiaan?"
*** Author's pov ***

2 Januari
08.00 a.m.

Akashi menatap penampilannya di depan cermin. Tuxedo putih terlihat cocok untuknya, tapi ekspresi wajahnya membuat image-nya sedikit terganggu.

"Para tamu VVIP harus datang jam 08.30..."

Itulah pesan yang Akashi dapat dari ayahnya yang pergi duluan. Akashi menghela napas panjang lalu keluar dari kamarnya, pergi menuju tempat resepsi pernikahan (Name). Dadanya jadi terasa sesak saat memikirkan (Name) akan menjadi milik orang lain.

'Tapi, ini yang terbaik...'

Sesampainya di tempat resespsi pernikahan (Name), Akashi kembali menarik napas dan menghelanya.

Dia masih mencintai (Name)...

Dia sangat mencintainya...

Akashi melangkah memasuki gereja tempat (Name) akan melangsungkan pernikahannya.

Tunggu...

Kenapa hanya ada keluarga dan kerabat dekat?

"Masih sepi, ya?" Akashi menoleh ke sisi kanannya dan melihat Murasakibara yang sedang memakai tuxedo hitam.

Murasakibara tampak sangat asik memakan potato chips yang dia bawa.

"Akashi-kun." Akashi menoleh ke sisi kirinya dan melihat Kuroko dengan tuxedo hitam, sedang meminum milkshake.

"Murasakibara, Kuroko..." sapa Akashi singkat sebelum melihat pemandangan yang ada di depannya.

"Kita diminta datang lebih awal agar tidak bertemu dengan wartawan, nanodayo." ketiga laki-laki itu menoleh ke belakang dan melihat Midorima memakai tuxedo putih.

"Minnacchi!!!" semua menoleh ke sumber suara dan melihat Kise sedang berlari ke arah mereka, dengan Aomine dan Momoi berada di belakang.

Kise dan Aomine memakai tuxedo hitam, sedangkan Momoi memakai gaun pendek berwarna putih.

"Aku tampak tampan memakai tuxedo-ssu~" ucapnya dengan bangga saat sudah berada di depan mereka berempat.

"Kau tampak aneh, Kise-kun."

"Kurokocchi, hidoi-ssu~" rengek Kise.

"Kemana Ame?" tanya Akashi menyadari Midorima tidak bersama istrinya.

"Dia menemani (Name)."

"Ooh..."

"Tetsu-kun! Kau terlihat semakin tampan dengan tuxedo!!" ucap Momoi langsung memeluk Kuroko.

"Momoi-san, doumo." sapa Kuroko.

"Sepertinya keluarga (Surname) mengadakan pernikahan secara tertutup, eh?" komentar Aomine.

"Tau darimana?" tanya Midorima.

"Kami mendapat surat perintah untuk menjaga wilayah ini." jawab Aomine, "Tapi karena aku adalah tamu VVIP, jadi aku bebas tugas." sambungnya lalu tersenyum mantap, "Lagipula aku atasan mereka yang berarti aku yang memerintah mereka."

"Dan ada juga polisi pribadi keluarga (Surname) berjaga, nanodayo..." gumam Midorima.

Lalu Akashi terlihat memperhatikan para polisi yang berjaga, "Bahkan keluarga Akashi pun..."

"Eh, apa yang kita tunggu disini? Ayo cepat duduk!" ajak Momoi.

"Hee? Kalian datang juga ya?"

Semua perhatian tertuju pada belakang mereka. Tampak hampir mereka semua terkejut.

"Haizaki-kun..." ucap Kuroko.

"Oh, ayolah." ucap Haizaki memutar bola matanya, "Apa kalian masih membenciku?"

"Bukan membenci sih..." gumam Aomine, "Aku terkejut kau diundang kemari."

Haizaki hanya tertawa, "Aku asisten (Name), salahkah jika aku kemari?" tanyanya lalu menunjukkan surat undangan, "Lagipula aku datang sebagai tamu VVIP, setara dengan kalian."

"Ka-kalau begitu ayo masuk, nanodayo." ucap Midorima dan semua mengangguk setuju.

Walaupun dari luar gerejanya terlihat kecil, tapi saat masuk ke dalam, interior-nya berkata lain. Interior gereja ini sangatlah megah dan mewah.

Akashi langsung mengetahui tempat ayahnya berada, di barisan paling depan. Tapak ayahnya menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya.

Di barisan paling depan...

Dia bisa melihat penampilan (Name) dari dekat...

Dan melihat (Name) menjadi orang lain dari dekat juga...

Berkah atau kutukan, Akashi tidak tau.

***

09.00 a.m.

Tanpa disadari saat-saat yang di tunggu sudah datang. Semua tamu sudah datang, tidak ada wartawan yang meliput acara ini. Pernikahan (Name) memang dilakukan secara tertutup dan rahasia.

"Mempelai laki-laki memasuki ruangan."

Pintu terbuka, dan kembali tertutup setelah Nijimura masuk dengan tuxedo putih. Wajahnya terlihat sangat santai.

Oh, betapa Akashi ingin berada di posisi Nijimura sekarang.

"Mempelai wanita memasuki ruangan."

Saat pintu terbuka, saat itulah Akashi melihat sosok (Name) dengan gaun pernikahan berwarna putih bersih berjalan bersama ayahnya. Ia terlihat sangat cantik sampai Akashi tak dapat mengalihkan pandangannya dari (Name). (Name) tidak memakai make up yang berlebihan yang membuat Akashi diam-diam bersyukur karena bagi Akashi, (Name) tetap cantik bagaimanapun penampilannya.

Sekarang Akashi benar-benar ingin berada di posisi Nijimura sekarang.

Saat sampai di depan Nijimura, (Name) yang sebelumnya berpengangan pada ayahnya, sekarang tangannya di genggam oleh Nijimura.

Tidak ada pembicaraan diantara Haruno dan Nijimura, dan Akashi yakin bahwa  Haruno sangat percaya pada Nijimura tanpa harus diberitahu lagi.

(Name) dan Nijimura sekarang sudah berdiri di depan pastor.

"Sebelum kita mulai acara ini, apakah ada yang keberatan dengan pernikahan ini? Angkat tanganmu atau diam selamanya." ucap sang pastor memulai.

Akashi ingin mengangkat tangannya, Akashi ingin berdiri dan memberitahu kalau dia sangat keberatan dengan pernikahan ini.

Tapi dia tidak bisa.

Akashi menoleh ke arah (Name) dan melihat bahwa perempuan itu sedang menatapnya.

Dengan tatapan memohon.

'Tidak,' batin Akashi, 'Aku tidak bisa melakukannya...'

"Kumohon," iris mata Akashi membesar saat mendengar suara (Name), "Berdirilah, Sei. Angkat tanganm, kumohon..."

Mata (Name) sudah dipenuhi air mata yang siap jatuh.

"Lakukanlah apa yang hatimu inginkan, Seijuuro." Akashi menoleh ke sebelahnya dan melihat ayahnya sedang tersenyum.

"Berdirilah Akashi Seijuuro!!" Akashi terkejut saat Haruno berteriak, "Aku tidak akan memaafkanmu jika kau membuat anakku menangis sedih saat memakai gaun pernikahan!"

Akashi menoleh pada Nijimura dan melihat Nijimura hanya memberikan isyarat.

"Lakukan."

Akashi menarik napas panjang, lalu dia berdiri.

"Aku keberatan." ucap Akashi penuh percaya diri.

"Apa alasanmu, anak muda?" tanya sang pastor mengangkat sebelah alisnya.

Akashi tersenyum mantap, "Alasanku? Tentu saja karena aku absolut."

"YAAY! Aku juga keberatan-ssu!!" ucap Kise berdiri disusul oleh para Kisedai.

"Dan alasan kalian?"

"Karena kami menerima surat undangan dengan pasangan Akashi Seijuuro dan (Name) (Surname), bukan Nijimura Shuuzo dan (Name) (Surname)." jawab Aomine.

"Eh?" tak sengaja (Name) dan Akashi mengucapkannya dengan serempak.

"Apa maksudnya...?" tanya (Name).

Tiba-tiba ada yang menarik tangan Akashi.

Dan itu adalah sepupunya.

"Jangan banyak tanya, selesaikan resepsi ini dengan pasangan yang benar lalu kau bebas bertanya." ucap Ame menarik Akashi lalu mendekatkannya dengan (Name).

"Pak, tolong dilanjutkan." ucap Nijimura pada pastor.

Pastor mengangkat sebelah alisnya lalu tersenyum pada Nijimura, "Kupikir namamu Akashi Seijuuro?"

Nijimura hanya tertawa lalu menepuk pundak Akashi, "Ini orangnya, pak. Namaku Nijimura Shuuzo."

Mendengar itu membuat sang pastor hanya menggelengkan kepala, "Kalau begitu, akan saya lanjutkan."

Ame kembali ke tempatnya sedangkan Nijimura duduk di tempat Akashi sebelumnya.

Pastor berdehem singkat, "Apakah anda, Akashi Seijuuro, bersedia menerima (Name) (Surname) sebagai istri anda dalam keadaan suka maupun duka, sehat maupun sakit dan akan selalu mendukungnya?"

"Saya bersedia." jawabnya lantang.

"Dan apakah anda, (Name) (Surname), bersedia menerima Akashi Seijuuro sebagai suami anda dalam keadaan suka maupun duka, sehat maupun sakit dan akan selalu mendukungnya?"

(Name) mengusap air matanya yang hampir jatuh lalu tersenyum lebar, "Saya bersedia." jawabnya.

"Kalau begitu, dengan ini kalian resmi berstatus suami istri."

Semua langsung bersorak gembira.

"SEKARANG CIUM PENGANTINNYA!!" teriak Momoi dan Aomine.

Wajah (Name) merona dan dia hanya menggeleng kuat.

"A-aku tidak mampu--"

Tapi Akashi sudah memutar tubuh (Name) dan menciumnya membuat sorakan semakin meriah.

***

"Sekarang jelaskan," ucap Akashi menyilangkan kedua tangannya.

Dia tidak suka jika hal yang seharusnya dia ketahui, dirahasiakan.

Sangat tidak suka.

"Apa yang harus dijelaskan?" tanya Ame memakan kue pernikahan mereka, "Mhm, Murasakibara, kau harus jadi koki pribadiku."

"Heee...? Tidak mau..." sahut Murasakibara, "Mido-chan pasti minta kue terus..."

"Kau akan kugaji dan tambahan maibou tiap bulan." sahut Ame.

"Ame..." gerutu Akashi.

"Berikan aku pertanyaan." sahut Ame kembali memakan kue.

"Kenapa pernikahan ini menjadi pernikahanku dengan (Name)?"

Ame berhenti makan lalu berpikir sejenak, "Karena dari awal ini memang pernikahan kalian?" jawabnya heran pada sepupunya itu.

"Ame-chan..." sahut (Name).

"Baiklah, kenapa?" ucap Ame memulai, "Karena kami semua sudah merencanakan ini." lalu kembali memakan kue, "Apakah kalian merasa aneh sejak Natal?"

"Aneh?" heran Akashi.

"Pernahkah muncul berita kalau Shuuzo dan (Name) itu bertunangan?" tanya Ame.

Akashi dan (Name) hanya berkedip kaget.

'Eh, saat natal juga Papa dan Shuuzo tidak mengajakku jumpa pers...' batin (Name).

'Kupikir beritanya cepat tenggelam...' pikir Akashi.

"Dan untuk informasi. Hanya surat undangan milik Sei yang bertuliskan pernikahan ini atas nama Shuuzo dan (Name). Sisanya bertuliskan Seijuuro dan (Name)." jelas Ame.

"Bahkan punya Masaomi-san??" kaget (Name).

"Mhm." jawab Ame sambil mengunyah kue.

"Lalu," ucap (Name) menoleh pada Nijimura, "Saat ulang tahun Sei..."

"Oh," ucap Nijimura langsung ingat, "Aku mencintaimu sebagai adik. Aku tidak selesai mengucapkannya karena terburu-buru."

"Dan alasan kenapa hanya ada keluarga dan kerabat dekat karena kami akan menduga kejadiannya akan seperti ini." jelas Ame.

"Media massa itu dramatis, aku tak tau apa yang akan mereka tulis jika melihat skandal tadi." sahut Nijimura.

"Tapi," ucap Akashi, "Ide gila siapa ini?"

"Ide gila?" tanya Ame lalu tersenyum geli, "Ini ide dari ayah Sei, ayah (Name) dan ayah Shuuzo."

"Apa!?" kaget (Name).

"Ah, sepertinya kami harus pergi." ucap Nijimura memegang kepala Ame, "Kalian pasti perlu waktu berdua."

"Jangan pegang kepalaku!! Aku bisa sendiri!" ucap Ame lalu pergi tapi tiba-tiba berhenti, "Lagipula, (Name) memakai cincin pemberianmu lho, Sei~ Aku melihatnya sesaat sebelum (Name) memasang sarung putihnya itu." akhirnya pergi juga Ame dan Nijimura.

Wajah (Name) merona, dan Akashi hanya mengangkat sebelah alisnya. (Name) menggeleng kuat, dan tanpa disangka-sangka Akashi langsung menarik tangan kanan (Name) dan melepas sarung putih yang ia pakai.

Dan benar apa yang dikatakan Ame, (Name) memakai cincin pemberian Akashi di jari manis tangan kananya.

Akashi hanya tersenyum sebelum akhirnya memeluk (Name).

"Aku mencintaimu, Akashi (Name)."

(Deg!)

(Name) tersenyum lebar, lalu membalas pelukan Akashi.

"Aku juga mencintaimu, Akashi Seijuuro."

***

Tamat~

Terima kasih karena telah setia menunggu buku ini sampai selesai~ ><

Ku senang banyak juga yang membaca bukuku yang ini :'D

Terinspirasi dari author yang lain, mungkin aku akan merayakan tamatnya buku ini dengan membuka sesi pertanyaan dan ada 1 hadiah kejutan :3

Kalau ga ada yang nanya, yah sudahlah :'D

Nanyanya bebas kok :'D

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima.

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro