Kado Spesial

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: AlmayNadia15 (Teenfict) & ohnurfaa_ (Fantasy)

Hujan masih berderai kencang ketika langkahnya kian memelan. Bukan tak sayang dengan seragam yang baru saja dibeli, tapi karena ia memang suka tubuhnya diterpa badai seperti ini. Baginya, suasana sekarang mampu mengurangi beban yang membuat pundak terasa oleng.

Sepuluh menit berjalan bersama terpaan hujan yang tiada henti, ia memutuskan untuk berteduh sebentar di salah satu halte tempat biasa ia menunggu jemputan untuk pulang. Sembari menunggu, tangan dinginnya mengambil sesuatu di dalam saku, mengeluarkan benda bertali panjang lalu menyumpalkan benda itu ke telinga.

"Den Galuh Andrea?" Sapaan itu spontan membuatnya mendongak. Secepat kilat, ia berusaha menyunggingkan senyum terbaik ketika bertemu dengan laki-laki itu. Tanpa membuat laki-laki yang sudah bekerja belasan tahun itu menunggu lama, cowok itu segera bangkit dan berjalan ke tempat mobil hitam terparkir.

"Kenapa nggak telpon dulu, Den? Aden kan kehujanan lagi. Besok-besok, bapak langsung jemput ke sekolah aja ya?" tawar laki-laki paruh baya itu prihatin dengan anak majikannya.

Pemilik nama bergengsi itu lantas menggeleng. "Tidak usah, Pak Nanang. Cuma basah dikit," jawabnya dan kembali fokus pada layar handphonenya.

"Mama udah pulang?"

"Belum, Den. Sepertinya, Ibu akan pulang malam lagi," balas sang sopir dengan lembut.

"Pulang malam lagi, ya?" gumamnya tersenyum miring setelah telponnya tidak diangkat berkali-kali. Kini, pandangannya beralih pada sebuah foto yang tidak sengaja ia tangkap di salah satu hotel milik papanya. Foto seorang wanita tengah bermesraan dengan seseorang yang ia ketahui adalah sang mama dan selingkuhannya.

Setiap kali melihat hal itu, tangannya mengepal kuat, rasa dendam di relung jiwa semakin membara. Bagaimana mungkin sang mama tega mengkhianati papanya yang kini tengah berjuang melawan stroke?

Dengan amarah yang tertahan di tenggorokan, tangannya mulai mencoret foto si laki-laki dengan warna merah. Ia menandai beberapa bagian tubuh seraya tersenyum manis. "Selamat menikmati malam terakhirmu, tuan. Tunggu kejutan dari saya," gumamnya.

***

Jarum jam baru menunjukkan pukul sebelas malam. Jika remaja pada umumnya mungkin tengah menghabiskan malamnya dengan belajar atau tidur, itu semua tidak berlaku untuk Galuh Andrea. Di jam seperti ini, ia biasanya keluar untuk melihat gerak-gerik sang mama bersama selingkuhannya. Persis seperti yang ia lakukan saat ini. Berpura-pura menjadi pengunjung di tempat hiburan buaya kelas kakap.

Dengan bermodalkan hodie dan kacamata hitam, ia sudah berhasil masuk tanpa dicurigai oleh pemilik lubang maksiat yang tidak lain adalah selingkuhan mamanya.

Begitu sampai di dalam, ia sengaja memesan tempat duduk paling ujung agar leluasa melihat pergerakan musuhnya. Sembari menunggu pesanan, cowok itu meraih handphone dan mengubungi seseorang.

"Target masuk ke lantai atas. Gue akan mengawasi dari sini, kalian masuk lewat belakang. Semua peralatan ada di meja nomor 109," suruhnya langsung mendapat persetujuan dari ujung telepon. Ia tersenyum manis. Malam ini, semuanya harus berjalan sesuai rencana, dan berakhir tanpa meninggalkan noda.

Sudah ada dua orang yang akan menjadi kaki tangan cowok itu untuk menjalankan aksinya hari ini. Mereka mengikuti semua yang diperintahkan oleh Galuh Andrea, dan kini telah sampai pada meja nomor 109 dengan aman. Ada dua kantong hitam dengan nomor yang berbeda-beda, tentu dengan peralatan yang tak sama jua.

Mereka mengambil masing-masing kantong dan segera menuju lantai atas. Galuh Andrea menyesap cairan dingin dari gelasnya yang baru saja tiba dengan tenang sambil memperhatikan gerak gerik kedua orang tersebut.

"Target dengan kameja putih baru saja masuk dalam ruangan sebelah kiri."

Keduanya mengangguk, masih mendengarkan suara dari ujung telepon yang masih tersambung. Seseorang yang menggunakan hodie gelap bernomorkan lima masuk terlebih dahulu dan yang menggunakan baju kaos memperhatikan keadaan sebentar sebelum menyusul.

Pria yang menjadi target akan kemarahan cowok itu terlihat syok membuatnya menahan tawa betapa menyenangkan melihat wajah panik seperti itu. Cowok berhodie gelap menaikan tangannya, mengalirkan tenaganya melalui udara untuk membungkam mulut itu. Sedangkan cowok berkaos merah mengeluarkan benda yang ada di kantong hitam. Dua pisau kecil dengan tali panjang di dalamnya.

Mereka menarik tangannya membuat satu kursi yang ada di dalam sana bergerak mengikuti kemauan empunya. Kaki pria itu tertekuk dipaksa untuk duduk, tali panjang seakan terbang mengelilingi pria itu, menyatukan ia dengan kursi yang ada di sana.

Dua pisau kecil yang sudah dikeluarkan melalui kantong itu terbang di atas tangan cowok berkaos merah tanpa disentuh sedikitpun. Menunggu kapan Galuh Andrea bersuara selain tawanya yang menggema sadari tadi.

"Pria yang malang. Kenapa harus kau yang dekat dengan Mama? Ah, apa karena kau ingin hadiah dariku?" tanyanya seakan-akan seperti berhadapan dengan pria yang sedang ia awasi itu. Ia menyunggingkan bibirnya melihat pria yang tampak ingin memberontak tapi tak bisa.

"Maka ini kadoku, kado spesial yang tak pernah kau dapatkan dari siapapun. Bunuh!" gumamnya mengakhiri perintah terakhirnya untuk kedua orang yang ia temukan di markas gifted.

Kedua pisau kecil itu terbang, mengenai bagian-bagian tubuh yang telah dicoret warna merah dalam foto oleh Galuh Andrea. Cipratan cairan merah kental melumuri ruangan dengan cepat. Menyisakan rasa sakit sebelum malaikat maut benar-benar menjemput pria itu yang diakhiri dengan senyuman manis Galuh Andrea.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro