Michaelita

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: SilverJayz_ (HTM)
& @HlriudiumSeagull (Romance)

"Apa ini?"

Mataku membulat tak percaya mendapati bercak darah yang berceceran. Aku tahu, seharusnya aku sudah terbiasa dengan ini, meski aku tak boleh, tapi Michael tak seharusnya membunuh orang ... lagi.

"Aelita?!" Michael keluar dari kamar mandi membawa baju yang berdarah-darah. "Aku tak menyangka kau akan datang secepat ini, sayang sekali aku belum membereskan 'semuanya'."

"Apa yang kau lakukan?! Kau sudah bilang padaku untuk tak membunuh orang lagi!" teriakku tak terima.

Michael mendekat, mendorongku ke tembok seraya menutup mulutku. "Sshh, jangan terlalu keras. Nanti kuceritakan setelah aku membereskan semuanya. Omong-omong, bisakah kau membersihkan darahnya?"

~

Michael memelukku erat sembari duduk di sofa, aku hanya bisa pasrah di dalam genggamannya.

"Kau membunuh bosku hanya karena ia meneriakiku saat aku bekerja?" tanyaku dengan suara dingin, tak percaya. Baru tadi pagi bosku memarahiku, dan malam ini ia kehilangan nyawanya.

"Yah, mana bisa aku membiarkannya melakukan itu kepada Aelita-ku tersayang." Michael beralasan sembari terus memainkan rambutku.

"Lalu bagaimana aku akan bekerja?" protesku.

"Kau punya aku, 'kan?" Tangannya yang semula memainkan rambutku kini menggenggam pelan kepalaku, lalu mendekatkan wajahku ke arahnya.

Aku mendorongnya. "Lalu bagaimana dengan orang lain yang bekerja di bawahnya? Mereka tak punya pekerjaan sekarang!"

"Mereka kulepaskan dari penderitaan bekerja di bawah orang itu. Pastinya, pekerjaan barunya akan lebih baik," jawab Michael.

Aku menggertakkan gigi. "Kenapa kau mengatakannya seolah kaulah orang baiknya? Dasar pembunuh."

"Lalu, kau bisa apa?" tanya Michael sembari mendorongku perlahan, menahanku untuk berbaring di sofa.

Aku memandangi wajahnya. Kenapa ... kenapa aku bisa jatuh cinta padanya dulu? Kenapa rasa cinta itu masih ada meski ia adalah seorang pembunuh?

Kala wajahnya mulai mendekat, ponselku berdering di saat yang tepat.

"Oh, tidak." Michael mengambil ponselku. Kulihat sekilas, ibuku yang meneleponku. Michael mematikan panggilan itu. "Malam ini kau akan tidur di sini. Karena aku punya kejutan untukmu."

"Tapi, ibuku meneleponku! Itu harusnya aku harus pulang," protesku.

"Kau sudah cukup besar untuk tinggal di rumah kekasihmu, Aelita," balas Michael. "Oh, kau sendiri tahu apa yang terjadi pada orang yang menghalangi keinginanku, 'kan?"

Michael mengancam akan membunuh ibuku. Itu bukan yang pertama kalinya, ia sendiri mengancam akan membunuh seluruh anggota keluargaku bila membocorkan rahasianya. Dan aku masih takut jika ia benar-benar akan melakukan itu.

"Ah, untuk ibumu, kali ini kumaafkan saja. Lagipula, aku tak akan membunuh calon mertuaku sendiri."

Aku tertegun. "HUH?!"

~

Aku terbangun di tengah malam, di atas kasurnya Michael. Aku menoleh ke arah lantai, di mana Michael tertidur damai di atas kasur cadangan.

Aku berdiri, mengendap-endap keluar dari kamar untuk mengambil ponselku di ruang tengah. Sayangnya, aku tak menemukannya.

Sial ...

Saat aku kembali, aku membuka lemari kamarnya perlahan, mendapati sesuatu yang berkilau.

Saat kuambil, rupanya itu sebuah pisau. Mengagetkan saja! Buat apa dia menyimpan pisau di sini?!

Namun, ada secarik kertas ikut tertarik bersamanya.

Sebuah daftar orang. Dan yang diberi tanda 'X' adalah orang yang sudah mati. Aku mengenali beberapa nama termasuk nama bosku. Mereka adalah orang-orang merugikan yang kasusnya tak dianggap polisi.

Jadi ... Michael tak membunuh orang hanya karena alasan sepele?

Lalu apa yang dia maksud soal kejutan?

Bisakah sore nanti kau kesini? Aku sudah menyiapkan 'surprise' untukmu.'

Pesan dari Michael. Aku menonaktifkan hp dan menyimpannya kembali tanpa membalasnya.

Dulu, saat Michael mengatakan 'surprise', jantungku berdebar bahagia menebak apa yang pria itu rencanakan, tetapi kini hanya ada rasa kegelisahan yang melanda hatiku.

Ditempat pemakaman ini, aku bisa melihat tangisan dari keluarga Bos-ku yang telah dibunuh Michael. Ia menyamarkan pembunuhan itu seolah-olah tampak hanya sebuah kecelakaan mobil biasa.

Kini aku sedikit mengerti, mereka yang menjadi targetnya adalah mereka yang bersalah yang tidak diperkarakan sebagaimana mestinya.

Tapi, itu tetap salah! Perbuatan Michael yang menghukum mereka dengan menghabisi nyawa tidaklah benar!

Selama ini aku mengira, bahwa karena akulah orang-orang itu dibunuh Michael.

Hanya karena alasan sepele seperti memakiku.

Tapi aku salah, secarik kertas dengan daftar target itu adalah buktinya.

kenapa Michael mengatakan seolah-olah karena aku, dan untuk kebaikanku? Apa yang Michael harapkan dari itu semua?

Satu jawaban singgah dibenakku.

Dia mencintaiku, dan dia takut aku meninggalkannya.

***

Wajah datar dengan tatapan dingin Michael menyambutku dari balik pintu.

"Akhirnya kau datang juga, Aelitaku. Apa kau tersesat? kenapa lama sekali, sayang?" Sindirnya.

Aku mendekat memeluknya. Mencoba mencari kehangatan dari pria gila yang kucintai ini.

"Maaf... pemakamannya lama." Ucapku berbohong.

Bisa kurasakan tangannya melingkari pinggangku seraya membalas pelukanku sangat dalam. Seperti biasa, ia menghirup aroma dari leherku, seolah dengan melakukannya ia kembali hidup dan damai.

"Aku sudah bilang tidak usah kesana, kan. Sudah matipun dia tetap membuatku marah karena mengganggu kekasiku!"

Aku melepaskan pelukan Michael, kubawa pria itu ke sofa untuk duduk bersama. Aku menggenggam dua tangannya dengan lembut dan penuh hati-hati.

"Aku mencingaimu, Michael. Kuharap kau tau itu. Terlepas dari apapun yang membuatku... sesak."

Dia terdiam lama memandangku. "Kau kenapa? Ada yang menggagumu?! Bilang padaku, akan aku lenyapkan dia!"

"Kau tidak akan melenyapkan seseorang hanya karena hal sepele seperti; menghardikku ataupun mendorongku, Michael. Aku tau aku bukanlah alasannya."

Tangisku pecah. Aku amat sangat takut. Tapi aku harus jujur. Aku tidak ingin pria ini lebih tersesat lagi.

"Apa maksutmu, itu semua kulakukan karena kau. Demi Aelita-ku tersayang." Bantahnya. Jemarinya terus berusaha menghapus air mata dipipiku.

"Aku, telah melihat daftar itu, Michael."

"Apa?"

"Aku telah melihat daftar itu."

Michael terdiam mematung. Tiba-tiba ia tertawa. Pria itu menarik kedua tangannya dari wajahku.

"Aku tidak mengerti maksutmu."

Aku menghembuskan napas lelah. "Kau takut aku meninggalkanmu. Kau mempermainkan rasa takut dan bersalahku agar tidak meninggalkanmu, dengan mengatakan itu semua terjadi karena aku! Demi aku! Kau membunuh mereka karena perbuatan mereka padaku!" Makiku.

"Tapi, itu semua bukanlah alasan yang sebenarnya." Aku memangis sejadi-jadinya. Michael bersimpuh. Pria itu tampak gugup dan pucat.

"Sa-sayang, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Bahkan setelah kau melihat daftar itu tanpa seijinku, aku bisa memaafkanmu, Aelita. Lihatlah ini.. aku sudah menyiapkan cincin untukmu. Aku ingin memberimu kejutan ini. Aku ingin melamarmu."

Michael mengeluarkan kotak cincin putih. Dengan tangan bergetar, ia membuka kotak itu. Didalamnya dua buah cincin bersanding dengan sangat menawan terpajang.

"Ku-kumohon...jangan tinggalkan aku. Hiduplah bersamaku."

Oh tuhan apa yang harus aku lakukan?!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro