Pengumuman Kelulusan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: AlmayNadia15 (Teenfict) & jhounebam (Teenfict)

"Zubaedah!" Teriakanku berhasil  menghentikan langkahnya. Meskipun tidak menoleh, aku tahu dia sedang menunggu agar aku mempercepat langkah. Begitu sampai di sebelahnya, ia langsung memukul lenganku dengan sadis.

"Bisa nggak sih, kalau mukul jangan pakai tenaga dalam? Cewek kok tenaganya kek Samson," gerutuku mengusap bekas pukulan tadi, berharap denyutannya berkurang. Untung-untung kalau tidak membiru seperti kasus sebelumnya.

"Dan lo, bisa nggak kalau panggil nama gue yang sopan?! Dikira emak gue nggak kurban ayam sekandang apa?!" Dia memprotes balik, ekspresinya lebih serem dariku. Kalau teman yang lain mungkin sudah lari terbirit-birit ketika melihat wajahnya saat ini, tapi sungguh bagiku dia terlihat sangat lucu.

"Iya, maaf Nyonya Zurana Salsabiela." Kuulangi memanggil nama lengkapnya agar dia puas.

"Harap jangan diulangi lagi, Tuan Bagaskar."

Setelah itu, tidak ada hal yang kami ributkan lagi. Biasanya, sepulang sekolah kami akan memperdebatkan masalah pelajaran siang tadi. Atau nggak, dia akan berceloteh panjang lebar terkait sistem ujian akhir yang ditetapkan pemerintah. Tapi kulihat, hari ini dia lebih banyak diam.

"Lagi baca apa, Neng?" tanyaku sambil menyenggol lengannya. Saat ini, kami memilih warung Mak Erot sebagai tempat penghilang dahaga dan lapar. Kulirik Zura yang mulai memasukkan pisang coklat favoritnya ke mulut dan aku pun melakukan hal yang sama. Sepotong bakwan jagung berhasil mendarat di lidahku.

"Zura? Khusuk banget sih!" protesku setelah tidak ada tanggapan atas pertanyaan tadi. Gadis itu masih saja bertumpu pada sebuah novel yang kutahu kisahnya seperti apa. Kadang, aku selalu heran, apa yang membuat cewek setertarik itu pada novel tentang percintaan. Terlebih lagi jika para tokoh cowoknya memiliki visual yang terverifikasi 'tampan'.

Brak!

"Gue juga mau kayak gini!" pekiknya tiba-tiba. Gebrakan bukunya tentu membuat bakwan terakhirku jatuh sia-sia. Ingin sekali aku mengumpat namun tidak bisa. Rasa sayangku jauh lebih besar dari amarahku.

"Mau apa?" tanyaku sedikit penasaran. Dengan semangat, Zura langsung menyuruhku untuk membaca bagian yang ia tunjuk. Dahiku mengernyit tidak percaya. "Lo mau nikah? Semuda ini?"

Ia menggeleng cepat, "bukan!"

"Terus?"

"Pokoknya lo harus ngelamar gue kayak gini, nanti."

Apa? Gue? Gimana caranya? Pertanyaan itu berputar bak rollercoaster sampai akhirnya berhenti setelah akalku menemukan sebuah ide.

"Oke, tunggu besok ya!"

Semalam aku baru teringat bahwa hari ini adalah pengumuman kelulusan kami kelas 12. Tapi kemarin aku baru saja bilang bahwa aku akan menuruti keinginan Zura. Sebenarnya aku agak kaget saat ia menyuruhku untuk melakukan hal itu. Memang Zura adalah cewek yang tidak akan menyerah sampai keinginannya terwujud. Maka dari itu aku harus melakukannya agar tidak mengecewakannya.

Sebenarnya itu hal mudah. Semalam suntuk sudah kuhabiskan untuk membuat rencana tentang adegan yang mirip seperti yang ada di novel Zura.

“Selanjutnya, Zurana Salsabiela!” Bapak kepala sekolah memanggil Zura, memintanya  naik ke atas panggung. Semua murid bertepuk tangan.

Dari bangku penonton aku memperhatikan Zura yang berjalan sambil tersenyum-senyum.

“Selamat, Zurana.” Beberapa guru yang ada di panggung mengucapkan selamat.

Setelah Zura menerima selongsong tempat ijazah dari bapak kepala sekolah, Bu Ita, wali kelas kami, menyuruhnya untuk membuka selongsong itu. 

“Dibuka, Zura,” ucap Bu Ita sekali lagi karena melihat Zura yang tampak kebingungan.

Akhirnya Zura menurut walaupun ragu. Suasana aula menjadi tegang karena merasa ada yang tidak beres di sini.
“Ehh? Mawar?” Tepat setelah Zura mengeluarkan setangkai mawar itu, ia tersenyum sembari menahan tawa. Suasana aula kembali mencair dan mulai dipenuhi dengan sorakan dari murid-murid yang lain. Sepertinya seluruh angkatan sudah tahu bahwa aku dan Zura berpacaran karena kami selalu pulang sekolah berdua dan Zura yang tak malu memamerkan statusnya yang sudah tidak jomblo lagi kepada teman-temannya.

Aku berjalan menuju panggung dan mengambil buket mawar yang tadi kutitipkan pada temanku yang berjaga di pintu keluar aula. Anggaplah aku gila karena aku melakukan hal ini di depan seluruh angkatan, guru, dan bahkan bapak kepala sekolah. Tapi rasa sayangku kepada Zurana melebihi apapun sehingga aku mampu melangkah dan berdiri tepat di depannya, di atas panggung yang menghadap ke semua orang.

Saat aku hendak siap berbicara dengan mikrofon, suasana aula langsung berubah hening. “Zura… kita sudah bersama sejak dua tahun yang lalu.  Terima kasih karena kamu sudah mau menerimaku apa adanya. Aku melakukan hal ini karena kamu sendiri yang memintanya, dan lihatlah, aku sekarang berdiri di sini dan berani berbicara seperti ini di hadapan semua orang. Kita sudah lulus, Zura… Aku harap di tahun-tahun berikutnya kita bisa terus bersama sampai aku membawamu ke pelaminan nanti.”

Sedetik setelah aku selesai berbicara, ruangan aula langsung dipenuhi dengan teriakan, siulan, dan sorakan dari seluruh angkatan. Mereka bertepuk tangan dan menyoraki kami. Aku juga mendengar para guru yang tertawa sambil bertepuk tangan. Kemudian aku berlutut dan memberikan buket mawar merah yang kusembunyikan di belakang punggung ku sedari tadi kepada Zura.

Zura menerima buket itu dengan senyum bahagia yang paling indah yang pernah kulihat. Sepertinya ia juga sedikit menangis. Aku tersenyum simpul dan mengelus pundaknya.

“Bagaskar, kamu bener-bener ya!!” Zura kembali memukul lenganku dengan kekuatan samsonnya sambil tertawa tersipu.

“Peluk! Peluk! Peluk!” Teriakan teman-teman yang duduk di kursi penonton membuatku sedikit terkejut. Mereka berteriak sangat kencang sampai para guru tidak bisa mendiamkan mereka.

Baiklah, aku akan membuat mereka berhenti berteriak dengan membawa Zura ke dalam dekapanku selama lima detik. Ternyata mereka berteriak lebih keras lagi setelah aku memeluknya. Untuk mengembalikan suasana aula menjadi tenang kembali, lebih baik aku dan Zura turun dari panggung. Acara pengumuman kelulusan pun berlanjut dengan tertib.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro