Pesan Berantai

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: Zia_Faradina (Historical Fiction) & ichaaurahmaa (Romance)

"Kau tahu, Lion. Kebanyakan pelaku kejahatan adalah korban di masa kecil."

"Maksudmu pelaku pembunuhan gadis ini adalah orang dengan trauma di masa lalu?" Pemuda berkacamata itu tertegun mendengar peryataan dari Arda.

"Iya, benar. Mereka yang dulu korban sekarang menjadi pelaku balas dendam. Lihat saja bagaimana gadis ini terbunuh. Pelaku meninggalkan pesan berantai di tubuh korban. Dan anehnya hanya organ hati yang diambil. Itu berlaku untuk semua korban pembunuhan."

Arda tidak sembarangan menyimpulkan motif pelaku pembunuhan. Dia sering membaca dan menonton film thriller. Bahkan sekelas tokoh besar seperti Genghis Khan bisa melakukan pembunuhan sadis kepada empat puluh juta orang karena masa kecilnya yang buruk di Mongolia.

Ayahnya tewas diracun. Keluarganya di usir. Dia harus menyambung hidup berburu hewan di hutan. Lalu dijadikan budak saat berusia 20 tahun. Kesakitan itu yang membuat Genghis Khan balas dendam.

***

Lion terus teringat apa yang diucapkan oleh Arda saat mereka melihat mayat yang ditemukan mengapung di danau. Ia beberapa kali membalik halaman untuk membaca satu per satu profil pembunuh berantai. Namun, tidak ada yang cocok dengan pembunuhan gadis itu.

Kini, Lion hanya terduduk di belakang meja kerjanya seraya mengamati lampu kota yang terlihat jelas dari lantai delapan apartemen yang ditempatinya.

“Ya? Sudah ada perkembangan kasusnya?” tanya Lion saat salah satu rekannya menelepon.

“Identitas korban sudah ditemukan. Mayat yang kita temukan pagi tadi adalah Brigitta Anastasia.”

Mata Lion melebar. “Tunggu! Brigitta Anastasia?”

“Betul, Pak.”

Lion mengerutkan kening. Brigitta atau biasa ia panggil dengan sebutan Gita, adalah kekasih dari Arda, rekannya yang bekerja sebagai jaksa. Bagaimana jika Arda mengetahui kekasihnya telah meninggal karena menjadi korban pembunuhan? Jelas saja mereka tidak mengetahuinya karena wajah Gita sudah hancur saat ditemukan.

“Tapi, ada yang aneh, Pak.”

“Aneh?” tanya Lion.

“Sidik jari Arda Wilaga ditemukan pada setir mobil korban yang ikut tenggelam. Jika dilihat dari kondisi korban, pelaku menganiaya korban sebelum membunuhnya.”

Lion segera menutup sambungan telepon. Hatinya tidak tenang. Ia segera mengambil kunci mobil dan bergegas menuju rumah Arda. Ia harus mengonfirmasi sesuatu.

Lion tahu, beberapa hari belakangan ini hubungan Arda dan Gita tidak begitu baik. Bahkan, Gita juga tidak menampakkan batang hidungnya selama beberapa hari. Saat ia menanyakan hal itu kepada Arda, laki-laki itu hanya menjawab Gita sedang pergi dan tidak ingin diganggu.

Aneh. Sikap Arda aneh sejak hari itu. Biasanya, laki-laki itu akan gusar jika kekasihnya tidak ada kabar dalam hitungan jam saja. Namun, kali ini …

Tidak. Tidak mungkin Arda membunuh kekasihnya sendiri. Lion turun dari mobil dan segera berlari menuju lantai atas. Ia hanya berharap, Arda yang dikenalnya bukanlah seseorang yang mengerikan.

Lion segera menekan password pintu apartemen Arda. Tentu saja ia mengetahuinya, karena Arda mengatakan ia bebas masuk kapan pun tanpa menunggu pintu dibuka dari dalam.

“Arda!” seru Lion.

Hening. Tidak ada sahutan dari dalam. Kondisi ruangan gelap. Bau rokok dan alkohol tercium kuat di setiap sudut ruangan. Lion menghidupkan senter yang berasal dari ponsel, mencari tombol lampu.

Begitu lampu menyala, mata Lion melebar. Jantungnya berpacu sangat cepat saat mengetahui ada sebuah lukisan di sana. Wajah Gita dilukis dengan sangat mengerikan, tanpa organ hati di dalam lukisannya. Lion menelan saliva susah payah saat melangkah mendekati lukisan itu. Matanya memicing saat mengetahui ada sebuah paraf di sudut kanvas. AW. Yang berarti Arda Wilaga.

“Rupanya kau sudah tahu siapa pelakunya, sampai-sampai kau berlarian menuju rumahku.”

Suara Arda membuat Lion menoleh. “Jangan katakan bahwa kau yang sudah membunuh Gita!”

Arda tertawa keras. “Gita pantas mendapatkannya. Dia kekasihku, tapi dia selalu membicarakanmu, selalu membanggakanmu. Dan itu membuatku muak!”

“Kenapa aku mengambil hatinya? Karena dia adalah gadis yang tidak punya hati! Itu pesan yang akan ku sampaikan padamu.”

Lion tidak bisa menahannya lagi. Ia maju, ingin menghajar Arda. Namun, sebelum hal itu terjadi, Arda sudah mengacungkan pistol dan menembakkan peluru tepat di dada kiri Lion. Tubuh Lion ambruk begitu saja, menyisakan Arda yang tersenyum puas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro