Sang Dewi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: PatriciaAnggi (Science Fiction) & AlmayNadia15 (Teenfict)

Bumi, tahun 2095, di mana peradaban manusia telah berubah. Tradisi nenek moyang telah lama jauh tertinggal, sejarah dilupakan, dongeng anak-anak tak lagi dipercaya, agama tak lagi menjadi dasar hidup manusia.

Bumi kini, di mana banyak manusia yang tidak lagi hanya dapat diciptakan di rahim ibu, tapi melalui proses kloning bahkan dari sel-sel yang sudah mati.

Namun, tak ada yang tahu, bahwa tokoh legenda yang tak lagi dipercaya hidup di antara mereka. Wanita berumur ratusan tahun itu dijuluki Sang Dewi pada masanya, hadir dengan misi rahasia.

“Permisi? Apakah ini syalmu?”

Sang Dewi berbalik, pandangannya otomatis memindai objek di depannya. Seorang manusia kloning berwujud lelaki muda mengulurkan kain kuning panjang. Sang Dewi menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

Dia hendak pergi ketika si lelaki bertanya, “Siapa namamu?”

Sang Dewi tersenyum, dahulu, takdirnya telah berubah hanya karena selendang, apakah kini akan sama?

"Nawang Wulan.”

Selesai mengucap nama, wanita yang seakan memiliki kecantikan abadi itu hendak melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Meninggalkan sosok manusia dengan tubuh lebih pendek beberapa sentimeter darinya, yang mungkin dengan usia ratusan tahun lebih muda darinya.

"Tunggu sebentar!" Lagi, cowok berkaos oblong itu mencegahnya. Sang Dewi dengan anggunnya berbalik, menampilkan wajah keheranan. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Soalnya Wajahmu tidak asing."

Sang Dewi tersenyum, "aku mungkin belum pernah melihatmu, tapi kamu sudah melihatku. Bahkan sering mendengar tentangku."

Hendra menggaruk tengkuknya, mencoba mengingat dimana ia pernah melihat wajah cantik itu. "Selama tujuh belas tahun, kayaknya aku nggak pernah melihat wanita ini. Tapi namanya ... tidak asing." Ia bergumam sendiri.

"Maaf, namanya siapa tadi?"

"Nawang Wulan," balas Sang Dewi lembut.

"Oh my God. Untung aku ketemu kamu," ujarnya bersemangat setelah lumayan lama berpikir.

"Memangnya kenapa?"

"Kebetulan, Pak Mamat ngasih tugas tentang kisah kamu dengan Jaka Tarub. Bisakah kamu menceritakan awal mula kalian bertemu? Dan kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Aku ke sini untuk berterima kasih karena kamu sudah menemukan kain ini kembali. Sebagai gantinya, aku akan mengabulkan permohonanmu."

"Serius?" Sang Dewi mengangguk. "Kalau gitu, aku mau kamu ubah hari besok menjadi tanggal merah. Soalnya ada ujian matematika, dan aku belum belajar."

Sang Dewi mengangguk paham. Tak lama setelah itu, ia menyibakkan selendangnya sampai mengeluarkan cahaya kuning. Hendra menutup mata karena silau. Detik berikutnya, ia sudah berada di kamarnya dengan pakaian yang ia kenakan. "Apa aku bermimpi?" pikirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro