Valid

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi By: A_Ogies (Romance) & jhounebam (Teenfict)

Aku hanya bisa menarik napas berat dan sedikit kecewa setelah mendengar kabar yang sepertinya hampir memenuhi seluruh headline news hari ini.

Bahkan saat ini, pemburu berita sedang berada di lobi utama rumah sakit. Tujuannya sudah pasti mencari berita di balik  kematian pemilik grup Artadinata, yang bergerak di bidang eksport-impor itu secara tiba-tiba.

Aku pun pada akhirnya harus mengambil jalan lain setelah mendapat panggilan untuk segera ke ruang otopsi. Sesampainya di ruangan, sejenak aku dibuat bergeming, lalu setelahnya aku pun memantapkan hati.

"Mari kita mulai."

Sebagai seorang ahli forensik ini bukan kali pertama aku menghadapi hal semacam ini. Berurusan dengan mayat hidup. Lalu mencoba mencari alasan di balik kematiannya. Namun, kali ini entah mengapa jadi terasa berat.

Detik berlalu begitu cepat, setelah sekian lama berkutat dengan jasad Pak Arta, aku meyakinkan temanku tidak ada yang salah. Berita awalnya menyatakan ia diduga meninggal karena kelelahan.

"Iya, berdasarkan uji skrinning obat-obat terlarang, hasilnya memang negatif. Kita lanjut ke uji konfirmasi."

Kami kembali memeriksa tubuh mayat. Kami membedahnya dan aku dibuat terkejut melihat darah dijantung berwarna merah kehitaman, bahkan di lambungnya ditemukan cairan berlumpur cokelat dengan bau yang mudah menguap.

"Hasil pemeriksaan internal menunjukkan ciri-ciri tubuh terpapar senyawa disclorvos dan phenthoate. Sepertinya ini kematian yang tak wajar."

Aku memandang lagi organ tubuh sekian detik, kemudian mengangguk samar. Membenarkan ucapan rekanku.

Aku jadi dibuat bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi dengannya. Benarkah ia dibunuh? Ah, memikirkan itu rasanya kepalaku mau pecah.

Artadinata, ya ... aku cukup mengenalnya. Bahkan lebih dari itu, aku pernah menjalin hubungan dengannya. Kami seringkali bertemu hanya untuk sekadar berbagi pengalaman dan sehari sebelum kabar kematiannya kami menghabiskan waktu bersama.

Tapi, tunggu. Bukankah malam itu aku. Ah, sial!

Aku memutuskan untuk keluar dari ruang otopsi. Bersama rekanku, aku berjalan menuju lobi utama rumah sakit. Meskipun telah berjam-jam terlewati, para pemburu berita itu tetap menunggu informasi yang akan kusampaikan.

Cahaya blitz langsung datang dari segala penjuru arah. Semua wartawan mencondongkan mikrofonnya kepadaku. Mereka menghujani aku dan rekanku dengan begitu banyak pertanyaan. Untungnya para penjaga keamanan rumah sakit ikut membantu mengendalikan suasana dengan menaruh pembatas di lobi utama.

“Bagaimana hasil otopsinya, dokter?”

“Apakah ada petunjuk bekas sidik jari, dok?”

“Kematian ini termasuk dalam kasus apa, dokter?”

“Dok, apakah ditemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam jenazah?”

Astaga, mendengar serbuan pertanyaan itu membuat kepalaku semakin pusing.

“Berdasarkan hasil penelitian, kami menemukan bahwa sepertinya kasus ini adalah kematian yang tak wajar,” ujar rekanku.

“Untuk pemeriksaan yang lebih mendalam akan dilakukan besok,” lanjutku sambil memberi kode untuk mengakhiri sesi wawancara ini. Para petugas keamanan langsung membawa para wartawan dan juru kamera nya keluar dari rumah sakit.

Setelah memastikan semua pemburu berita keluar, aku pun berbalik bersama rekanku. Nampaknya rekanku itu masih memikirkan tentang kasus ini.

“Aku yakin kasus ini bukanlah karena kelelahan atau bunuh diri. Sepertinya ini adalah kasus pembunuhan, tapi kita belum menemukan petunjuk yang menunjukkan tindakan pembunuhan.” Aku yang mendengarnya menaikkan kedua alis.

“Sepertinya begitu. Besok akan kita cari tahu lebih dalam,” jawabku netral.

Setelah membereskan tubuh itu di brankar jenazah, aku berjalan keluar ruangan dan segera pulang. Saat hendak melewati lobi yang dipenuhi para wartawan tadi, sekilas aku melihat ada seorang anak remaja yang duduk di kursi ruang tunggu. Ia menatapku dengan tak biasa. Karena pintu keluar melewati ruang tunggu, aku berusaha berjalan biasa melewati anak itu.

“Dokter.. Apakah Anda Dokter Chris? Dokter Forensik yang memeriksa kasus Pak Arta?” Bocah remaja itu tiba-tiba bertanya tanpa ragu kepadaku.

“Ya.. Dengan saya sendiri.” Anak laki-laki itu berdiri dan menatapku.
“Sebenarnya saya mendengar percakapan dokter dengan rekan Anda setelah seluruh wartawan pergi.”

Aku menghembuskan napas. Sepertinya anak ini ketinggalan sesi wawancara singkat tadi. “Dengar, nak. Jika kau ingin bertanya-tanya, datanglah besok pagi. Hari sudah larut, sebaiknya kau pulang.”

“Aku akan menunggu hasil otopsi nya keluar, dok. Aku yakin dokter pasti bisa menemukan penyebab kematiannya karena reputasi dokter yang sudah terkenal dimana-mana.” Wah, sepertinya anak ini baru saja memujiku. Memang betul apa yang dikatakannya itu.

“Oh ya, saya belum memperkenalkan diri. Nama saya Verlo, dan saya berteman dekat dengan anak dokter yang bernama Charles. Baru saja saya mendapat kabar darinya bahwa ia menemukan banyak botol pestisida di ruang bawah tanah rumah Anda.”

Bilang apa dia barusan?

“Charles juga bilang kepada saya bahwa Anda tidak ada di rumah selama dua hari terakhir—”

“Ya, saya memang sedang membutuhkan pestisida untuk kebunku yang banyak hama. Sudah, ya. Lebih baik kau pulang sekarang.” Aku langsung berjalan cepat ke arah pintu keluar. Sebelum membuka pintu aku berbalik dan melihat ke arah anak itu. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan terlihat mengutak-atik sesuatu. Ia juga mengambil pulpen dari saku bajunya.

Sial. Seharusnya aku tahu sedari tadi ia telah memasang kamera tersembunyi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro