Wulanjar 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: sid_safta (Historical Fiction) & SilverJayz_ (HTM)

Bibir Damara masih setengah terbuka dan matanya mengerjap lambat melihat gadis di hadapannya. Tidak hanya berwajah teduh nan menyejukkan, tapi juga memiliki aura yang berbeda. Lekuk  tubuhnya yang ramping terlihat jelas dengan pakaian kemben berwarna cokelat keemasan dan juga hiasan berupa gelang di lengan atas kirinya. Kepalanya berhias mahkota dengan sebagian di gelung ke atas dan sebagian lagi di urai.

“K-kamu siapa dan i-ini di mana?” tanya Damara dengan suara agak bergetar.

“Nyai yang tiba-tiba datang ke tempat saya, jadi harusnya saya yang bertanya,” balasnya dengan suara yang tak kalah lembut membelai telinga Damara.

“Ny-nyai?” lirih Damara pada dirinya sendiri. Panggilan Nyai terdengar asing baginya, apalagi bagi perempuan muda yang hidup di tahun 2022 sepertinya, mana mungkin ada yang dipanggil dengan Nyai. Dipanggil Mbak saja, pernah ada yang sewot dan viral karena dianggap disamakan dengan pembantu, apalagi bila dipanggil “ibu”.

Damara masih mengerutkan dahinya dan mengingat akan panggilan “Nyai” yang pernah didengarnya di drama-drama kolosal TV yang sering ditonton sang nenek di malam hari. Karena itu, kini Damara melihat ke dirinya sendiri, dan masih tidak bisa berpikir bahwa pakaiannya berganti dengan selendang sang nenek yang masih dipegangnya erat.

“Atau kalau boleh tahu, nama Nyai siapa?” tanya gadis itu lagi. Damara baru akan membuka bibirnya, namun sebuah seruan dari luar kamar terdengar.

"Paduka Sori, Baginda Prabu Hayam Wuruk datang berkunjung."

Netra Damara semakin membeliak kala mendengar nama Paduka Sori dan Prabu Hayam Wuruk? Bulu kuduknya seakan berdiri kaku. Suhu tubuhnya mendadak terasa dingin seakan menggigil.

In gila! Mimpi ataukah nyata, Damara benar-benar tidak tahu.

Seorang pria masuk ke dalam ruangan, tubuhnya tegap, auranya membuat Damara terintimidasi. Begitu tatapan pria itu bertubrukan dengan tatapan Damara, nyali gadis itu menciut. Damara yakin, pria ini adalah Hayam Wuruk meski masih sulit dipercaya.

"Apa yang gadis muda itu lakukan di sini?" tanya Hayam Wuruk.

"Baginda, gadis malang ini kelihatannya kebingungan. Ah, saya belum mengetahui namanya ...."

Damara menunduk hormat secara spontan. "Aku—saya Damara! Saya tak tahu mengapa saya bisa ada di sini!" Damara berusaha berkata seformal mungkin, takutnya kedua orang di hadapannya tak mengerti ucapan anak dari masa depan sepertinya.

Prabu Sori dan Hayam Wuruk saling bertatap heran. Damara takut kalau kedua orang itu menganggap Damara semacam orang sinting atau sebagainya, lalu mengusirnya.

"Kalau begitu ... Rumah Nyai di mana?" tanya Prabu Sori masih dengan suara anggunnya.

"T-tidak tahu."

"Lebih baik, Nyai hirup udara segar di luar terlebih dahulu." Hayam Wuruk akhirnya angkat bicara.

Damara mengangguk spontan lagi, mana mungkin ia menolak Hayam Wuruk yang merupakan seorang raja. Ia pun bangkit berdiri dan menunduk sebelum keluar dari ruangan. Ia bertemu dengan seorang pria lain yang kemungkinan besar adalah seorang penjaga.

"A-anu ... Arah keluar, di mana, ya?"

~

Istana di masa lampau membuat Damara terperangah. Andai saja ia membawa ponsel, pasti ia sudah memotret seisi ruangan ini untuk lagi-lagi ia unggah di tiktok. Damara terpikirkan untuk selfie dengan Hayam Wuruk dan Prabu Sori, lalu membagikan kisahnya yang pergi ke masa lalu lewat media sosial. Tapi yang terpenting, bagaimana caranya kembali ke masa depan?!

Damara mendongak, menatap langit yang benar-benar berbeda dengan di masa depan.

Jika diingat-ingat lagi, Damara saat itu tengah jenuh karena video Tik Tok-nya tak terunggah-unggah. Lalu, ia ketiduran. Bangun-bangun sudah menjelajah waktu.

'Oh, ada sesuatu yang aku lupakan!' pikir Damara.

Wulanjar, selendang, tarian. Semuanya tercampur aduk di pikiran Damara, hingga akhirnya ia mendapat kesimpulan.

'Apakah aku harus menari kembali dengan menggunakan selendang ini?' pikir Damara. Meski merasa hal itu tak masuk akal, Damara tetap mencobanya.

Ia mulai memperbaiki letak selendang di pinggangnya. Sebelum akhirnya, ia mulai menggerakkan badannya, melentikkan lengannya, menggoyangkan kakinya.

Damara mulai menari. Hingga, saat ia mulai merasa semua ini sia-sia, Damara merasakan aura yang sangat aneh.

Entah sejak kapan, aura di sekitarnya terasa berat sekali. Damara mulai tenggelam ke dalam tariannya dan tak menyadari keadaan mulai berubah.

'Apakah ini akan berhasil?' tanya Damara dalam hati, harap-harap ia bisa kembali ke masa depan dengan selamat.

Tiba-tiba, muncul seorang perempuan dengan rambut hitam terurai panjang. Bulu kuduk Damara merinding ngeri ketika melihat perempuan itu tersenyum misterius melihatnya.

"S-siapa anda?" tanya Damara waspada.

Perempuan itu tak menjawab, tapi Damara tak mempermasalahkan hal itu, karena ia melihat ujung jarinya mulai menghilang dan menghasilkan butiran cahaya yang berterbangan kemana-mana.

Damara berteriak panik dalam hati karena ketakutan. Ia hendak menghentikan tariannya. Namun, rasanya bukan Damara lagi yang mengendalikan tubuhnya.

"Apa yang—"

Damara kehilangan kesadarannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro