Love Broom

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Wishna Ad wishna_Ad (Sci-fi) - Lia LadyAmerta (Romance)

* * *

Sinar matahari membias melalui kaca jendela yang tidak tertutup tirai, menerpa wajah Ukiyo Ace pagi ini. Sebagai artis papan atas, tentu saja ia tak pernah bangun terlambat. Rutinitas apapun selalu konsisten dijalani sesuai jadwal yang tertera di jam dinding hologram, baik jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun. Ace bangun dari tempat tidurnya, lantas berjalan menuju jendela yang mengarah ke halaman rumah, menyingkapnya sampai ujung. Namun, pagi ini terjadi hal yang tidak diduga. Nampak sapu terbang bergerak sendiri melayang-layang di halaman rumahnya. Bahkan anjing robotnya-Thouser-sekaligus sebagai _vacuum cleaner_ otomatis-menggonggong tidak karuan hingga menyemburkan debu dan kotoran ke arah sapu terbang itu. Ace bergegas menuju halaman untuk memastikan. Sapu terbang itu masih berkejar-kejaran dengan Thouser. Benda-benda dan pot-pot tanaman sampai berjatuhan.

Padahal rumah Ace sudah dilengkapi dengan penghalang tak kasat mata dengan sistem keamanan berteknologi canggih. Bagaimana bisa sebuah sapu terbang tidak terdeteksi oleh penghalang ini? Sang pemilik sapu terbang bisa saja memiliki mantra atau ramuan ampuh yang dapat merusak sistem keamanan di rumahnya. Barangkali, sapu terbang ini milik penyihir yang ingin mencelakainya. Atau mungkin juga, sapu terbang ini milik penyihir yang menjadi penggemar beratnya.

_Ada-ada saja resiko menjadi orang tampan_, batinnya sambil nyengir.

Dengan sekonyong-konyong, sapu terbang menukik turun ke arah Ace. Membuat pria berambut acak-acakan berlari menghindar. Namun, amat sangat disayangkan, sapu itu malah mengikuti ke mana pun Ace pergi—ruang tamu, kamar, dan kembali ke halaman depan—pula membuat keadaan rumah makin kacau.

“Tolong berhenti mengikuti, sapu gila!” umpatnya dengan napas terengah. “Kembalilah ke tempat asalmu!”

Ace masih berlari, berusaha terbebas dari kejaran sapu terbang. Ia membuka mulut, hendak melayangkan makian. Akan tetapi, segala makian tertelan kembali tatkala benda tersebut membawa Ace terbang. Ia berteriak histeris seraya memegang gagang sapu erat.

Ace dibawa tak tentu arah. Sesekali berputar-putar di udara hingga perutnya terasa di aduk. Tiga puluh menit setelahnya, Ace mulai bisa mengendalikan laju dan arah terbang sapu. “Hey, ini tidak terlalu buruk.”

Ace tersenyum ketika menyadari sesuatu. “Bukankah hari ini jadwalku dan dia kosong?” Ace kian memperlebar senyum tatkala mendapat ide bagus. Ia mengangkat ujung sapu dan terbang semakin tinggi.

****

“Clara, tolong buka jendelanya! Clara ... Clara!” Ace mengetuk—atau lebih tepat disebut menggedor—jendela apartemen Clara, kekasihnya. Ia tidak perlu khawatir akan ditegur oleh penghuni sebelah karena di jam-jam seperti ini mereka tengah berada di luar. Alasan ini pula yang membuat Ace berani mengendarai sapu terbang musabab tidak perlu khawatir orang akan melihatnya. Lagi pula, ia memakai masker, topi, serta kacamata hitam yang membuat orang kian tidak mengenalinya

Tak begitu lama, gorden jendela tersingkap. Memperlihatkan wanita awal dua puluhan dengan rambut dicepol asal. Wanita itu terkejut, terlihat dari matanya yang membulat serta mulut menganga. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Wajahnya perlahan mendatar. Gorden jendela pun ditutup kasar.

Ace terdiam. Mengapa Clara bertindak demikian? Apa ia melakukan kesalahan? Seingatnya, sih, tidak. Ia kembali menggedor, berharap Clara sudi bertemu dan memberitahu kesalahannya.

“Clara ... ayo keluar dan katakan apa kesalahanku agar aku mengerti! Sungguh, aku tak paham!” Ace berteriak, berharap ucapannya terdengar oleh Clara.

Usaha Ace tak membuahkan hasil. Ia memajukan tubuhnya, kemudian turun dari sapu terbang dan mendarat di balkon. Ia kembali menggedor. Kali ini bukan jendela yang digedor, melainkan pintu.

“Cla—”

“Berisik!” potong Clara dari dalam. Setelahnya, pintu berderit dan berayun masuk. Wanita itu keluar dengan mata tajam serta raut datar, membuat keberanian Ace menciut. Sungguh, Clara yang seperti ini lebih menyeramkan dibanding penampakan setan di siang hari. “Ngapain di sini? Mending kamu pergi sana! Bikin mata sepet!”

“Tap—”

“Jangan ngomong! Bikin sakit telinga!” Clara berbalik, hendak masuk ke dalam apartemen. Namun, cekalan tangan Ace mengurungkan niatnya. “Apa lagi?” tanyanya tak suka.

“Clar, coba sebutin apa kesalahanku! Jangan kayak gini!” Ace diam sejenak sebelum melanjutkan. “Aku gak bakal paham kalau kamu gak ngomong.”

Clara diam. Enggan menjawab perkataan Ace. Entahlah, dia hanya merasa kesal tanpa ada alasan yang jelas.

“Ya udah kalau gak mau jawab. Gak papa. Yang penting, marah-marahnya ditunda dulu! Aku mau nunjukin sesuatu!” Ace berseru kurang ajar. Toh, dia tidak memiliki salah apa pun pada wanita itu. Jadi, tidak perlu merasa bersalah, 'kan?

Clara tertarik dengan perkataan Ace. Meskipun sedikit merasa tidak enak musabab pria itu selalu bertindak di luar nalar. Akan tetapi, rasa penasaran mengalahkan semuanya. “Apa?”

Ace tersenyum. Ia menarik Clara ke sisi balkon, kemudian menunggangi sapu terbang. “Sini naik!”

“Kamu ... gila?”

“Aku masih waras. Kenapa bilang gitu?”

“Kamu nyuruh aku buat naik sapu itu? Yang bener aja!”

“Ini sapu bukan sembarang sapu. Ini sapu terbang punyanya penyihir. Apa kamu gak lihat waktu aku terbang tadi?”

Clara mengedik. Ia tidak melihat Ace menaiki sapu itu. Toh, tadi—ketika melihat wajah Ace—ia langsung menutup gorden. “Oke, aku naik.” Clara mengikuti keinginan Ace. “Sekarang apa?”

“Kita kencan!” Ace memegang ujung sapu dengan kedua tangan hingga membuat sapu melayang. Ia terkikik geli ketika mendengar jeritan terkejut dari Clara. Tanpa menunggu lama, sapu itu terbang membelah angin dengan cepat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro