Wanita Cantik di Tengah Hutam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Fielsya Fielsya (Romance) - Naro Narosasake (Teenfiction)

* * *

Byan terbangun di sebuah hutan yang sangat asing. Kepalanya terasa sangat pusing seolah baru saja menghantam sesuatu.

Pria itu lantas menggerakkan kepala sambil memijitnya untuk mengurangi rasa sakit tersebut. Perlahan dia berdiri dan menatap ke sekeliling.

“Di mana ini? Kenapa aku bisa ada di sini?” gumamnya.

Byan lantas memutuskan untuk beranjak dari tempat itu untuk mencari tahu di mana dirinya berada, atau minimal tahu tempat apa itu. Sudah cukup lama pria itu berjalan, tetapi tetap tak menemukan siapa pun  untuk bisa dia tanyai.

Seketika itu kerongkongan Byan terasa mengering, dia harus mencari air untuk bisa menghilangkan dahaganya. Tiba-tiba telinganya mendengar suara percikan air tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan langkah cepat, pria itu mendekati asal suara percikan air tersebut.

Sayangnya, tak jauh dari tempat mata air itu, Byan menabrak seorang perempuan dan membuat sebuah kotak yang dia bawa terhempas ke tanah.

Penampilan perempuan itu begitu aneh. Tak seperti orang masa kini yang begitu modis, pakaian yang dia kenakan terkesan asing. Dia mengenakan rok yang begitu lebar dan atasannya seperti kimono, tetapi dengan kancing shanghai.

Byan menatap perempuan yang sedang memungut kotak yang terjatuh itu dari atas hingga bawah. Tak bisa dipastikan, apakah kakinya menapak tanah atau tidak, yang jelas rambutnya sangat panjang, hitam, dan halus.

“Ma-maaf, saya nggak sengaja. Apa Anda baik-baik saja?” tanya Byan sekaligus meminta maaf pada perempuan itu.

Byan hendak merunduk untuk membantu perempuan itu, karena dia melihat dan merasa kotak tersebut sangat berat. Namun, pria yang bersama wanita itu menahannya dan menatap Byan dengan tajam.

“Pergilah. Kami tak butuh bantuanmu. Lagi pula, siapa kamu? Penampilanmu sangat asing,” ucap pria tersebut yang masih menunjukkan wajah kakunya kepada Byan.

“Saya Byan. Saya dari Surabaya. Kalau boleh tahu, ini di mana?” tanya Byan.

Perempuan itu sudah berdiri dengan membagul kotak yang sekilas terlihat oleh Byan berisi sebuah alat musik di punggungnya. Dia pun menatap Byan dengan aneh dan tatapan keduanya bertemu untuk pertama kalinya.

“Kak, sudah tidak ada waktu. Kita sudah telat untuk opera. Sebaiknya kita segera berangkat, tidak usah pedulikan pemuda ini,” ajak perempuan itu kepada pria yang mendampinginya.

“Baiklah. Mari kita lanjutkan perjalanan.” Pria itu lantas mempersilakan sang perempuan untuk berjalan terlebih dulu.

“Hei, tunggu!” cegah Byan menghalangi dua orang tersebut dengan merentangkan kedua tangan di hadapan mereka.

Si pria tadi langsung maju dan menyuruh si perempuan untuk mundur. Tak hanya itu, dia juga langsung menghunuskan pedang ke dada Byan yang membuatnya harus mundur beberapa langkah.

“Wey, wey, tunggu. Kalem, Mas Bro. Saya hanya ingin tahu saja, ini di mana, dan kenapa penampilan kalian seperti ini?” tanya Byan mengungkapkan yang sejujurnya.

Perempuan itu lantas maju dan menurunkan tangan sang pria lalu memintanya untuk memasukkan lagi pedang itu ke dalam sabuknya.

Entah kenapa perempuan itu langsung mencuri perhatian Byan. Wajahnya oriental dan sangat cantik. Belum pernah dia bertemu dengan wanita yang cantiknya sangat alami sepertinya.

“Ini kota Arnhemia. Apa kamu baru pertama kali ke sini? Dan penampilanmu, kenapa tidak sopan begitu? Terlalu ketat seperti orang telanjang. Apa kamu tidak malu?” Perempuan itu lantas mengeluarkan suaranya yang sangat merdu.

Arnhemia? Di mana itu? Ya Tuhan, kenapa bisa aku nyasar ke sini? gumam Byan dalam hati.

Byan juga langsung memperhatikan penampilannya dari kaki hingga ke jaketnya. Tidak ada yang salah bukan, dengan jaket dan celana jeans yang dia kenakan?

“Sudahalah, Tian Qing, sebaiknya kita pergi. Tidak usah menghiraukan pria ini, atau kita akan benar-benar terlambat,” ajak pria tadi.

“Hey, hey, tunggu. Aku serius, aku belum pernah ke sini, aku tidak tahu harus ke mana dan bagaimana caranya kembali ke tempat asalku,” ucap Byan dengan jujur berharap kedua orang itu mau membantunya.

“Pria yang benar-benar aneh,” celetuk perempuan yang dipanggil Tian Qing itu. “Bagaimana bisa kamu ke sini, tetapi lupa cara untuk kembali? Bukankah itu sangat gampang? Atau kamu tersesat?”

Byan lantas menceritakan apa yang dia alami yang tiba-tiba terbangun di hutan itu. Alih-alih berempati, Tian Qing dan pria tadi justru menertawakan cerita tersebut.

Byan kembali meyakinkan mereka, hingga raut wajah Byan yang panik dan menegang membuat Tian Qing menghentikan tawanya.

“Baiklah, aku tidak tahu bagaimana bisa membantumu dan memberikan jawaban dari kebingunganmu. Tapi, sebaiknya kamu ikut kami dulu ke tempat opera, karena kami sudah hampir terlambat.” Ucap Tian Qing sambil menggandeng tangan Byan, membuat jantung pria itu berdetak lebih cepat.

"Gedung macam apa ini?" Byan ternganga kala melihat sebuah isi ruangan yang tampak begitu megah. Rasa penasaran yang sedari tadi muncul, sirna begitu saja.

"Anda bisa diam," seru perempuan itu melepas gandengan tangannya. Byan merasa kikuk, menggatal kepalanya yang tidak gatal.

Setelah sampai di tempat peristirahatan, Byan benar-benar takjub dengan gedung opera ini. Namun sayangnya, mereka tak melihat penonton dan beberapa pemain lagi di sini.

"Eeh, bukankah pertunjukkan? Bagaimana bisa tak ada penonton dan pemain lagi?" Byan mengerutkan keningnya, seraya jari telunjuk mengetuk dagu berkali-kali.

"Hei pria aneh, kamu sedang apa? Ini bukan sesuatu yang seharusnya kamu pikirkan, ini juga bukan soal Matematika yang sulit." Tian Qing tanpa sengaja menatap Byan galak, pasalnya, ia tak tahan dengan sikap dan pemikiran Byan yang terbilang aneh.

"Ma.. te.. ma.. tika?" Byan menatap netra Tian Qing dengan terperanjat. Napasnya sedikit memburu dan ingatannya menerobos bagaimana ia bisa berada di sini.

"Kamu kenapa? Jika boleh tahu, namamu siapa?" Perempuan itu kembali menatap Byan yang kembali bingung.

"Lalu, namamu siapa?" Byan bertanya balik.

"Hmm, aku Tian Qing, panggil saja Tian, tapi aku ingin kamu memanggilku lengkap," ketusnya sembari menghela napas pelan.

"Heh, itu nama pacarku!" Byan menatap galak.

"Pacar?" Tian Qing mengerutkan keningnya. Byan segera menutup mulut dan menelan ludahnya.

"Ahh, sudahlah, bukankah opera ini untuk para bangsawan saja?" tanya Byan mengalihkan pembicaraan.

"Tentu saja kami bangsawan," jelas pria itu yang sedari tadi memerhatikan perdebatan Byan dan adiknya.

"Bangsawan? Bagaimana bisa bangsawan menatapku galak, kamu sepertinya mirip dengan Guru Matematikaku. Memarahiku karena masuk kelas dengan pakaian bebas." Byan terkekeh dengan omongannya sendiri. Menatap sekeliling ruangan dengan berpikir keras.

"Tunggu-tunggu, Bu Tian kan kami sebut sebagai King Tian, karena sikapnya seperti Raja bukan Ratu. Lalu, crushku juga namanya Tian, aku sebut sebagai Queen Tian, bagus juga," gumam Byan yang diperhatikan oleh kakak beradik itu.

"Kita tak ada waktu untuk mengurus dia Kak, ayo kak kita persiapkan!"

Byan yang sadar ucapan Tian Qing berseru, "Persiapkan bagaimana? Tidak ada orang di sini hanya kalian saja"

"Tutup mulutmu, atau aku akan mengusirmu dari sini." Tatapan tajam dari pria yang berada di sisi Tian Qing membuat Byan mengurungkan niatnya.

"Lagian, mereka mau ngapain kalau gak ada penonton?" batin Byan penasaran.

Ia mencari tempat duduk dan menyilangkan kedua lengannya, bergumam, "Lalu, apa benar ini semua mimpi? Aku hanya ingat, aku sedang menatap crushku dan kena marah King Tian."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro