Chapter One

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jari mereka bertautan. Senyum malu-malu terukir di wajah sang gadis, sedangkan sang lelaki merasa bangga berhasil merayu kekasihnya tersebut. Keduanya melangkah menuju belakang sekolah. Tidak ada ketakutan, bahkan dengan fakta bahwa mereka sedang bolos sekolah dan malah memilih berpacaran. Mereka sewaktu-waktu bisa saja kedapatan guru pengawas dan tentu saja itu akan membuat mereka dalam masalah serius karena Elite Private High School tidak mentolerir ketidakdisiplinan.

"Kita sebenarnya mau apa di sini?"

Gadis itu menguraikan rangkulan sang kekasih saat mereka berhenti di sebuah tempat duduk di antara dua pohon tua. Mereka sudah sampai di belakang sekolah. Tempat sepi yang banyak ditumbuhi pepohonan, dingin dan sedikit gelap. Pertanyaan itu tidak segera dijawab, yang ditanyai justru mendudukkan dirinya di kursi tadi dan menarik si gadis untuk segera duduk.

"Kau tau Ly. Belajar itu membosankan."

"Aku tidak bertanya tentang itu. Aku tidak peduli dengan belajar. Yang aku tanyakan, kenapa harus di sini?"

"Tempat ini sunyi, Ly. Kau tau kita tidak mungkin melakukannya di tempat ramai." Laki-laki berkulit sedikit lebih gelap dari pada Sully merapatkan duduk mereka, tersenyum miring dan mendekatkan bibirnya ke Sully.

"Kau mengerti maksudku, kan." Sully merinding mendengar bisikan yang tepat di telinganya itu.

Tempat mereka saat ini benar-benar sunyi, hanya mereka berdua. Nyali Sully tiba-tiba ciut. Bukan. Ia bukan takut untuk melakukan hal itu atau karena Nath yang semakin menjadi dengan tindakannya. Namun, saat indra penciumannya menangkap sesuatu yang janggal. Bau yang pernah ia cium ketika praktek biologi. Karena penasaran dan bau itu kian mengusiknya, Sully bangkit berdiri. Mengabaikan Nath yang mengumpat kesal.

"Ada apa?"

"Kau tidak menciumnya?"

"Kau mau aku menciummu?"

"Hell. Bukan itu. Bau amis ini, kau tidak menciumnya?"

Nath mengernyit. Ia menghirup udara di sekitarnya. "Tidak ada," katanya saat hidungnya tidak menemukan bau apa pun.

Sully ingin mempercayai ucapan Nath, dan melanjutkan tujuan mereka. Namun, bau itu malah semakin menusuk. Sully kemudian mencoba mencari tahu asal dari bau itu, hingga tidak sadar meninggalkan Nath yang kebingungan dengan sikap Sully.

Tidak suka ditinggalkan begitu saja, Nath beranjak untuk mengikuti Sully yang telah pergi mencari bau amis yang dimaksud tadi. Baru berdiri Nath dikejutkan oleh suara teriakan.

"Aaaaaaa .... Nath!!!"

Laki-laki itu segera berlari menghampiri gadis. Begitu menemui Sully, ia terkejut bukan main melihat mayat mengenaskan tergeletak di hadapan Sully yang tampak syok hingga jatuh terduduk. Gadis itu gemetaran ketakutan sambil menyebut-nyebut nama Nath.

"Oh my Gosh!"

•••

"Berhentilah khawatir. Dia sudah besar."

Eva tidak mengindahkan perkataan Alex. Ia terus saja kembali menelepon nomor yang sama dengan yang beberapa detik yang lalu tidak mengangkat panggilannya. Nada sambung terdengar, tetapi kembali tidak diangkat. Tidak menghiraukan Mrs. Zaa yang berceloteh panjang lebar tentang unsur kimia, kembali Eva melakukan hal yang sama.

"Kau gila. Kau bisa dalam masalah besar bila ketauan oleh Mrs. Zaa." Alex sekali lagi memperingatkan Eva. Alex tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan gadis yang duduk di sampingnya itu.

Di sisi lain, Eva sejak pagi tadi merasa tidak enak dengan Anya-sahabatnya-yang tidak ia temukan di mana-mana. Bahkan hingga bel masuk berbunyi sahabatnya itu tak kunjung datang. Ditambah lagi, pagi tadi ketika Eva menjemput Anya di kamarnya, perempuan itu juga tidak ada. Yang lebih membuat Eva khawatir bukan main adalah Anya yang menghilang sejak sore kemarin setelah mereka terlibat persiteruan.

Teman satu kamar Anya juga mengaku tidak melihat Anya pulang. Eva benar-benar menyesal telah memarahi Anya kemarin. Menyimpan ponselnya ke dalam laci, Eva mencoba memfokuskan diri pada pelajaran, itu juga karena Alex yang terus saja menyuruhnya.

Alhasil tidak ada satu pun perkataan Mrs. Zaa yang masuk ke otaknya. Pikirannya terus saja tertuju pada Anya yang menghilang. Bel istirahat berbunyi, wanita tua yang tadi sibuk menjelaskan sudah keluar kelas. Siswa-siswa sekelas Eva sudah menghambur keluar.

"Aku benar-benar merasa ada yang tidak beres Alex."

"Tidak beres karena kau memikirkan seseorang yang tidak memikirkanmu. Ayolah, ia tidak apa-apa."

"Anya tidak pernah seperti ini sebelumnya, bahkan ketika dia sakit sekali pun ia tidak pernah absen seperti ini." Eva hampir menangis ketika mengatakannya.

"Ia baik-baik saja."

"Aku benar-benar merasa bersalah karena memarahinya kemarin. Mungkin saja ia masih kesal dan tak ingin melihatku, karena itu ia tidak masuk."

"Bagus. Itu berarti ia baik-baik saja hanya saja ia tidak ingin bertemu denganmu."

"Kau membuatku merasa semakin buruk." Eva merasa Alex benar-benar tidak membantu bahkan tidak memahami permasalahan Eva. Pacar macam apa dia? Ia mengemas dengan cepat barang-barangnya dan segera keluar.

"Hei. Apa kau marah padaku?" Alex tidak tinggal diam mengejar Eva yang berjalan seperti kesetanan saat Alex mencoba mensejajarkan langkah mereka.

Eva kesal dengan Alex yang tidak mengerti kegundahan hatinya. Sejak mengetahui Anya tidak menghilangkan sesuatu yang tidak enak mengerubungi hatinya. Pikirannya tentu saja ikutan kacau.
Tingkah Eva seperti ini bukan tanpa alasan. Anya adalah siswi paling rajin yang Eva kenal, bukan tukang bolos seperti teman-temannya yang lain. Terlambat saja perempuan itu tidak pernah.

Eva terpaksa berhenti ketika tangannya dicekal. Eva menatap tak suka pada lelaki itu. Ia tidak ingin mendengar lagi celotehan darinya. Bola tidak ingin membantu, Eva bisa mencari Anya sendiri.

"Aku tidak bermaksud--"

"Kau tidak perlu membantuku. Diam saja, lakukan apa yang ingin kau lakukan."

"Maafkan aku--"

"Menyingkir!" Eva menyentak tangannya kembali melanjutkan langkahnya. Ia benar-benar marah sekarang pada laki-laki itu.

Tidak ada yang boleh merendahkan Anya di hadapan Eva. Anya sahabatnya, apa pun yang terjadi. Melihat Alex yang tidak lagi mengejarnya, Eva mengeluarkan ponsel dari saku rok pendeknya. Kembali berusaha untuk menghubungi Anya. Berharap kali ini sambungan itu diangkat.

Begitu Eva meletakkan gawai pipih itu di telinga. Seseorang dari arah berlawanan berlari tergesa-gesa dan menabrak Eva hingga keduanya jatuh. Ponsel digenggaman Eva terjun bebas ke lantai, menciptakan retakan di layarnya. Sedangkan, pinggul Eva sendiri terasa begitu sakit akibat terhantam keras dengan lantai.

"Di mana matamu?!" umpat Eva dengan penuh emosi.

"Kau yang mengapa berdiri di tengah jalan? Dasar bodoh." Si penabrak sudah berdiri.

"Hah?! Apa katamu?!" Mengambil ponselnya dan segera menghampiri si penabrak yang tidak tahu diri itu.

"Cih. Kau benar-benar cari masalah dengan diriku, Lily." Amarah Eva kian naik ketika mengetahui yang menabraknya adalah Lily, musuh Eva sejak dulu.

"Aku tidak ada waktu berurusan dengan orang sepertimu, jangan menghalangi jalanku," ucap Lily.

"Kau menabrakku, membuat ponselku rusak, lalu ingin pergi begitu saja? Hebat. Kau benar-benar tidak punya attitude. Pantas saja selalu Anya yang menjadi yang terbaik."

Pernyataan Eva berhasil membuat Lily tersulut. Ia menatap Eva tajam. Topik itu selalu dapat membuat gadis berambut sebahu itu kesal bukan main. Pasalnya itu memang fakta, Anya memang selalu dapat mengalahkannya dari segitu apa pun. Hal, yang membuat Lily mati-matian membenci Anya yang juga membuat Eva ikut-ikutan menjadi musuhnya.

"Anya hanya beruntung. Atau mungkin saja dia punya peruntungan."

"Itu kata-kata yang sering diucapkan pecundang sepertimu."

"Kau berucap seperti itu tidak mengaca siapa dirimu? Kau hanya pengikut Anya, yang tidak berdaya bila tanpanya!"

Eva kehabisan kesabaran segera menjambak Lily yang mulai kelewatan berbicara. Tinggal tinggal diam Lily melakukan hal yang sama, menarik sekuat-kuatnya rambut pirang panjang bergelombang milik Eva. Tak peduli orang-orang di sekitar mereka mulai berkerumum menonton mereka, tanpa satu orang pun berniat melerai. Jarang sekali di Elite Private High School terjadi perkelahian oleh murid seperti Lily dan Eva. Tentu saja hal tersebut menjadi tontonan yang menarik bagi mereka.

"Kau bodoh bila terus membanggakan Anya."

"Shut up, bitch!"

Keduanya saling menarik, hingga tampilan mereka tampak benar-benar kacau, tetapi tak jua berniat menghentikan aksinya. Saling memberi pelajaran, meluapkan emosi. Tidak sadar seorang pria paruh baya berperawakan tinggi tegap dan tegas berjalan mendekati mereka, tidak sadar bising murid yang tadi menonton mereka mulai hening.

"Nona Aldaria dan Nona Ford. Bisa kalian hentikan tingkah kekanakan kalian?"

Mendengar suara yang begitu familiar itu kedua sontak menghentikan kegiatan jambak-jambakan itu. Lalu segera menunduk mendapati Mr. Hans menatap mereka dengan tatapan penuh intimidasi.

•••

"Percayalah Mr. Hans dia yang memulai duluan."

"Tutup mulutmu! Kau yang lebih dulu menjambakku, ingat?"

Mr. Hans memukul meja dengan sedikit keras, membuat Eva dan Lily terdiam. Beberapa guru melihat ke arah mereka sebentar lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Bahkan di ruang guru seperti ini pun kalian masih saja ribut. Apa kalian belum mendapat pelajaran etika di kelas?"

Eva ingin sekali kembali menjambak rambut Lily melihat Lily yang seperti tidak bersalah. Dari awal ini kesalahannya sehingga akhirnya Eva harus berakhir seperti ini. Benar-benar sial.

"Pulang sekolah bersihkan seluruh koridor kelas sebelas."

Eva ingin melayangkan perkataan tidak terima saat mulut Lily mengiyakan perintah Mr. Hans dengan mudahnya. Eva tidak percaya dengan ucapan itu, tadi seolah-olah tidak terima dihukum sekarang dengan mudahnya menerima, seolah-olah murid yang patuh.

"Seharusnya aku tidak terlibat apapun denganmu," bisik Eva tak cukup pelan sehingga Lily masih dapat mendengarnya.

"Bila kau membantah, dia akan semakin menambah hukumannya." Lily pamit undur diri pada Mr. Hans dan diikuti Eva di belakang.

Selangkah lagi mereka keluar dari pintu ruang guru, seorang siswa berlari seperti dikejar setan dan menghampiri Mr. Hans. Tidak peduli menabrak bahu Eva hingga membuat Eva meringis sakit. Pria itu tampak begitu ketakutan.

"DI BELAKANG ADA ...."


[]








Berulangkali hapus tulis. Masih banyak kekurangan. Aku berharap ini tidak buruk-buruk amat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro