51. Satu Kata Sejuta Kehancuran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

51. Satu Kata Sejuta Kehancuran
"Hati-hati dengan perkataan. Karena satu kata yang terucap bisa membuat satu nyawa melayang."

-———-

CIEEE KENA PHP DARI AKU LAGI.

HAHAHA MAAFKEUN GAES, KEMARIN AKU KEASIKAN NGETIK HIDDEN SCENE NOTAMARA SAMPE LUPA LANJUTIN INI.

SUDAH SIAP MEMENUHI KOLOM KOMENTAR DENGAN KEBARBARAN KALIAN?

9K VOTE + 25K KOMEN FOR NEXT!

-———-

AIRMATA Hanina menetes ketika melihat posting-an pada web sekolah. Tangannya bergetar kuat. Apalagi saat satu persatu chat mulai bermunculan di notifikasinya. Banyak akun anonim yang mengirimkan ujaran kebencian di direct message instagram Hanina.

@flowrsz : muka dua upsss🤭

@dainaayaaa : EWH NAJIS BANGET🤮

@queenafaya : SEMUA COWO DIEMBAT!!! GATEL BANGET NAJIS!!! MURAHAN ASU!!! MATI AJA!!!!!

@farellanwar : Semalem berapa?

@gladisnaila : LONTE

@sinnersxxx : suck my d**k bitch!

Hanina langsung mematikan daya ponselnya. Gadis itu sepertinya masih syok dengan semua pesan yang ia dapatkan tadi. Jujur ia tidak mengira bahwa semuanya akan menjadi semakin rumit. Hanina pikir masalahnya telah berakhir kemarin. Nyatanya makin hari semuanya terasa makin berat.

Mata Hanina terarah ke nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Di sana ada sebuah gunting. Masih tajam karena Hanina baru membelinya beberapa hari yang lalu. Tangan Hanina hendak bergerak untuk mengambil gunting tersebut.

Namun tiba-tiba terdengar suara dari luar jendela. Seperti ada yang melemparkan jendela kamar Hanina dengan sesuatu. Gadis itu mengurungkan niatnya dan lebih memilih berjalan mendekati jendela kamar. Dari kejauhan, Hanina bisa melihat ada seorang laki-laki yang berdiri di bawah sana.

Lelaki itu mengisyaratkan Hanina untuk mengangkat telponnya. Gadis itu menurut, ia menghidupkan kembali ponselnya dan seketika itu sebuah panggilan langsung masuk.

"Hanina." Suara yang tak asing itu memasuki gendang telinga Hanina.

Gadis itu terdiam sejenak. Ia kenal dengan suara rendah itu. Georgie.

"Hanin ..." ulang lelaki itu. "Lo gapapa?"

Tangis Hanina pecah. Ia langsung menutup bibirnya dengan telapak tangan agar suara tangisnya tersebut tak terdengar.

"Coba keluar ke balkon sebentar," pinta Georgie.

Hanina tak menjawab.

"Gamau hm?" tanya lelaki itu.

Hanina menggeleng, "Mau," jawab gadis itu pelan.

"Tunggu gue di balkon kamar lo."

Setelah itu sambungan telpon diputus. Hanina pun buru-buru menghapus airmatanya dan merapikan rambutnya. Gadis itu kemudian berjalan menuju balkon. Ia membuka pintu balkonnya, dan seketika hembusan angin langsung menerpa kulit Hanina.

Gadis itu mengedarkan pandangannya, tidak ada siapa-siapa di sana. Namun beberapa detik kemudian, Georgie tiba-tiba melompati teralis balkon di hadapan Hanina.

"Hey," sapa lelaki itu sembari mendekat ke arah Hanina.

"Kamu ... kenapa bisa ke sini?" tanya Hanina bingung.

"Lompat," jawab Georgie.

"Kan bahaya."

"Aman. Tenang aja," kata Georgie. Lelaki itu kemudian mengusap airmata yang ada pipi Hanina dengan lembut. "Mau peluk?" tanya Georgie.

Hanina terdiam. Gadis itu menatap Georgie takut-takut.

"Gamau juga gapapa. Gue ke sini cuma mau liat kondisi lo." Georgie menyandarkan punggungnya pada teralis balkon.

"Kenapa?" tanya Hanina.

"Gue khawatir."

"Kenapa?"

"Harus ada alasannya?" Georgie balik bertanya.

Hanina menggeleng. Gadis itu ikut menyandarkan badannya di sebelah Georgie. Hanina menundukkan kepalanya, menatap ke arah sandal rumahan yang ia pakai. "Capek," cicit Hanina. "Capek banget ..."

Georgie tersenyum tipis, "Sama. Gue juga."

Hanina mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Georgie. "Kamu kenapa?"

Lelaki itu balas menatap Hanina. "Gapapa."

"Rambut kamu lucu, ponian. Sama kayak aku," celetuk Hanina. Tangan gadis itu terulur untuk menyentuh rambut hitam milik Georgie.

Menyadari hal itu, Georgie langsung menundukkan kepalanya, menyodorkan poninya ke hadapan Hanina. Mata keduanya seketika bertemu, membuat jantung mereka sama-sama berdebar kencang.

Georgie seakan tak ingin melepas pandangannya dari Hanina. Lelaki itu terus menerus mengikuti arah mata Hanina. "Iya, lucu," balas lelaki itu pelan.

Tentu hal tersebut membuat Hanina salah tingkah. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk menyentuh rambut Georgie. "Ka ... kamu bolos?" tanya Hanina mengalihkan topik pembicaraan.

Georgie tersenyum tipis. Lelaki itu kembali pada posisi semula. "Iya, bolos."

"Kenapa bolos?"

"Biar samaan," balas Georgie.

Hanina mendelik, "Aku ga bolos ya!"

Georgie hanya membalas ucapan Hanina dengan senyuman.

"Kamu ternyata bisa ngomong juga ya. Aku kira ngga," ucap Hanina. "Eh, maksud aku, tumben liat kamu ngomong banyak kayak gini."

"Gue bawel kalau sama orang yang gue sayang."

Hanina terdiam sejenak. Bingung harus menjawab bagaimana ucapan Georgie tadi. "Oh, iya, aku boleh tanya sesuatu?" Gadis itu berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Lagi-lagi Georgie tersenyum, "Mau tanya apa?"

"Itu ... dari lama aku penasaran sama nama kamu."

"Nayaka Bagaspati Diratama. Kenapa bisa dipanggil Georgie?" tanya Hanina.

"Nama US gue," jawab Georgie. "Gue pernah tinggal di Amerika beberapa tahun."

Hanina mengangguk mengerti, "Oh ... tapi kenapa masih dipanggil itu sampe sekarang?"

"Pengen aja."

"Kenapa? Padahal nama asli kamu bagus. Nayaka. Lucu."

"Mau manggil itu?" tanya Georgie.

"Hah?"

"Panggil gue pakai nama asli," pinta Georgie. "Mungkin kalau lo yang manggil, gue bakalan suka lagi sama nama itu."

"Nayaka?"

Georgie mengangguk. "Naka kalo disingkat."

"Naka," ulang Hanina.

"Hm?"

Hanina tersenyum, "Naka ..."

"Iya, apa?"

"Makasi ya udah nemenin aku," ucap Hanina. "Aku gatau apa yang bakalan aku lakuin tadi, kalau kamu ga dateng."

"Lo udah mendingan?" tanya Georgie.

Hanina mengangguk yakin. Sepertinya memang benar yang dikatakan oleh Hanina, ia sangat mudah melupakan semua hal negatif yang terjadi padanya. Mungkin hal itu yang menyebabkan Hanina masih bisa bertahan sampai detik ini. Gadis itu tahu mana memori yang harus disimpan, dan mana memori yang harus dilupakan.

-———-

JUNAR menyesap rokoknya, kemudian menghembuskan asapnya secara perlahan. Jarinya kembali bermain pada gitar yang ada dipangkuannya.

Junar saat ini sedang berada di kafe, bersama dengan beberapa temannya. Namun pikiran lelaki itu terpusat pada Lizi. Sejak tadi pagi gadis itu tidak menjawab pesannya. Padahal Lizi tidak pernah absen untuk menjawab chat dari Junar. Gadis itu tahu betul Junar akan sangat cemas jika chat-nya diabaikan.

Disaat Junar tengah sibuk dengan gitarnya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada pesan masuk. Tentu Junar langsung memeriksa pesan tersebut.

Syafa : junar ...

Ternyata bukan Lizi. Junar hendak kembali menaruh ponselnya, namun pesan berikutnya mampu membuat Junar bangkit dari duduknya dan bergegas menuju mobilnya.

Syafa : lizi tadi berantem sama gale🥺

Syafa : gale serem banget ... dia sampe mukul lizi

Junar : lizi dmn skrg?

Syafa : tadi lizi pergi dari sekolah. aku gatau lizi kemana, tapi kamu harus pastiin lizi baik-baik aja. aku takut banget kalau lizi sampai kenapa-napa.

-———-

JUNAR berlarian di koridor sekolah seperti orang kesetanan. Mendatangi satu persatu tempat di sana untuk mencari keberadaan Lizi. Sekolah terlihat mulai sepi karena beberapa saat lalu bel sudah berbunyi. Akan tetapi lelaki itu tidak bisa memikirkan tempat lain lagi. Lizi itu sulit ditebak ketika sedang kacau.

Biasanya gadis itu akan menelpon ketika terjadi sesuatu, atau langsung datang begitu saja ke rumah Junar. Namun kali ini tidak. Junar sudah memeriksa rumahnya tadi. Tak ada tanda-tanda kemunculan Lizi di sana.

Junar mengacak rambutnya frustasi, semua tempat di sekolah sudah ia datangi, bahkan toilet wanita sekalipun. Tetapi tetap saja, Junar tidak menemukan keberadaan Lizi.

"Anjing!" umpat lelaki itu. Kemudian Junar berjalan pergi menuju tempat mobilnya terparkir. Entah kemana lagi lelaki itu harus mencari keberadaan Lizi.

Namun ditengah kefrustasiannya, sebuah mobil mercedes benz berwarna silver yang terparkir di depan mencuri perhatiannya. Junar seperti mengenal mobil itu. Langkah kaki lelaki itu pun bergerak mendekati mobil tersebut. Sampai pemandangan di dalam mobil semakin tampak jelas.

Junar berhenti. Lelaki itu mematung melihat pemandangan di hadapannya. Jantungnya berdebar dan tangannya mengepal kuat. Tanpa pikir panjang Junar langsung berjalan menghampiri mobil tersebut. Lelaki itu mengetuk pintu mobil itu dengan sedikit kasar, membuat kegiatan orang di dalamnya menjadi terinterupsi.

"Lizi!" panggil Junar.

Pintu mobil tersebut akhirnya terbuka, menampakkan Lizi dengan pakaian yang acak-acakan. Ekspresi gadis itu terlihat campur aduk. Namun yang pasti, Lizi merasa cemas saat ini. Apa dia cemas karena Junar telah memergokinya berciuman dengan lelaki lain?

"Go away," pinta Lizi sembari mendorong pelan dada Junar.

"What?"

"Just go!"

Junar tak menurut. Lelaki itu malah mengetuk jendela mobil tadi.

"No!" pekik Lizi.

"Gue cuma mau liat muka cowo lo doang," ujar Junar. Lelaki itu makin giat mengetuk kaca mobil tersebut. "Woi! Buka!"

Kaca mobil tersebut akhirnya terbuka, menampakkan sosok pria yang wajahnya sudah sangat tak asing di mata Junar. Pria itu melepas kacamata hitamnya dan menatap ke arah Junar.

"Titip Lizi ya, Om harus ke kantor sekarang," ucap Alexandrean. Pria itu kemudian mengalihkan pandangan matanya ke arah Lizi, "Liz, Papa balik ke kantor dulu ya. Nanti malem kita lanjutin lagi." Setelahnya mobil tersebut melaju pergi.

Junar mendekati Lizi secara perlahan. Pikiran lelaki itu seketika menjadi kosong, mungkin karena terlalu syok dengan apa yang ia lihat barusan. Tanpa pikir panjang lelaki itu menarik tangan Lizi, membawa gadis itu masuk ke dalam mobil.

Pertahanan Lizi seketika runtuh. Gadis itu terisak sekenceng-kencangnya. Kini Junar telah mengetahui rahasianya. Kini Junar tahu seberapa hina dirinya. Lizi yakin sebentar lagi Junar akan menjauhinya. Lizi yakin. Tidak ada laki-laki yang mau dengan perempuan seperti Lizi.

Tangan Lizi bergerak memukuli kepalanya sendiri. Rasa malu, takut, cemas, sedih, semua bercampur aduk. Hari ini terlalu berat bagi Lizi. Kejadian di kelas saja sudah mampu mengguncang dirinya. Ditambah lagi kejadian saat ini. Ingin rasanya Lizi menghilang dari dunia ini.

Dunia itu kejam. Ia tak punya belas kasihan.

Junar menatap lurus ke depan. Lelaki itu masih berusaha mengendalikan emosinya yang campur aduk. Bukankah ini yang Junar inginkan? Melihat masa lalu Lizi lebih buruk darinya agar membuat dirinya merasa lebih baik. Lalu bukankah seharusnya Junar merasa puas? Kini ia bisa merasa tenang. Lizi memiliki masa lalu yang sama kelamnya dengan dirinya, bahkan mungkin jauh lebih kelam.

Tapi mengapa rasanya sakit sekali? Mendengar isak tangis Lizi yang begitu kencang. Kenapa dadanya ikut terasa sesak?

Junar menoleh ke arah Lizi. Gadis itu menjambak-jambak rambutnya dengan brutal.

Bukankah ini yang Junar inginkan? Tapi mengapa ia tidak merasa senang sedikit pun? Bukankah Junar hanya memanfaatkan Lizi untuk membuat dirinya merasa lebih baik? Tapi mengapa dadanya makin sesak ketika melihat gadis itu rapuh?

Tangan Junar terulur untuk menarik tangan Lizi. Menahan tangan gadis itu agar tidak bergerak melukai tubuhnya sendiri.

"Lepas! Lepasin anjing! Lepasin gue!" jerit Lizi.

Junar menggeleng. Lelaki itu tetap menahan kedua tangan Lizi dengan kuat. "Liat gue, Liz," pinta Junar.

Lizi menggeleng kuat. Kepalanya masih tertunduk. Bahkan kini Lizi sudah tidak punya keberanian lagi untuk menatap Junar.

"Liz, lo—" Junar menghentikan ucapannya. Lelaki itu tiba-tiba menarik Lizi ke dalam pelukannya. Mendekap gadis itu dengan sangat kuat, seperti takut untuk kehilangan.

Tangis Lizi semakin histeris. Bahunya bergetar dengan sangat kuat. Semuanya kini telah hancur. Junar akan meninggalkannya. Itu pasti. Semua orang pasti akan menjauhinya. Tak ada lagi yang bisa Lizi jadikan sebagai rumah untuk pulang.

"Tenang ya, ada gue." Suara Junar terdengar lembut.

Lizi menggeleng kuat. Gadis itu mendorong tubuh Junar menjauh darinya. "JAUHIN GUE SEKARANG!"

"GUE TAU LO JIJIK SAMA GUE! GUE TAU LO NGERASA GUE HINA! GUE TAU ITU! GUE TAU SEMUA ISI KEPALA LO!"

"Lo ngerasa gue ga pantes kan? Ga pantes buat siapapun. Bahkan untuk hidup sekalipun. Gue tau ... gue tau itu ... semua orang udah bilang tentang itu."

Junar menahan emosinya. Ia menahan diri agar tetap tenang. Lelaki itu tak ingin membuat Lizi semakin hancur. Sudah cukup. Gadis itu tak pantas untuk menderita. Lizi berhak atas kebahagiaannya.

"Gue sayang lo, Liz." Kali ini ucapan Junar benar-benar tulus. Matanya terlihat berkaca-kaca.

"Nggak! Lo bohong! Ga ada cowok yang mau sama barang bekas kayak gue! Gue sampah, Jun!"

Junar mengulurkan tangannya, mengusap dengan lembut pipi Lizi. "Lo bukan sampah."

"Gue sampah! Semua orang bilang gitu setiap gue cerita."

Junar menggeleng kuat, "Mereka yang salah. Lo bukan sampah," ulang lelaki itu.

"But, i'm not virgin, Jun!"

"Terus kenapa? Apa Lizi gue bakalan berubah hanya karena itu?"

"Gue bekas, Jun!"

"Lo bukan barang, Liz. Lo manusia. Lo ga bakalan bisa jadi bekas. Manusia punya hal yang jauh lebih berharga dari sekedar selangkangan. Dan hal itu yang gue temuin di lo, Liz. Lo ngasi gue rasa nyaman. Rasa nyaman yang ga pernah gue rasain sama siapapun."

"Lo ngasi gue kesempatan buat jadi orang baik. Lo selalu nemenin gue disaat gue butuh. Lo ga pernah ngerasa risih dengan semua tingkah gue. Cuma lo yang bisa ngelakuin itu, Liz."

"Keberhargaan manusia ga diukur dari selangkangan. Manusia bukan pemuas napsu. Manusia punya banyak hal yang jauh lebih berharga."

"Mereka bilang gue sampah," lirih gadis itu.

Junar menggeleng. Ia menangkup kedua pipi Lizi, membuat gadis itu menatap ke arahnya. "Lo ga usah dengerin mereka. Cukup dengerin gue."

Lizi menatap Junar lekat-lekat. Ia masih tidak percaya dengan perkataan Junar. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang memiliki pernyataan yang berbeda setelah mengetahui rahasia Lizi. Dan hal itu membuat Lizi jadi kembali mempertanyakan dirinya.

Kadang ketika semua orang mengatakan hal yang sama, kita akan cenderung memercayai semua hal itu. Perkataan itu punya pengaruh yang kuat. Apalagi ketika dikatakan oleh satu lingkungan. Semua perkataan itu akan mendoktrin kita. Sehingga membuat kita percaya bahwa hal yang mereka katakan itu benar.

"Lo berharga, Liz," ucap Junar. "Setidaknya buat gue."

Lizi menatap Junar dengan matanya yang berair. "Gue takut, Jun," lirih Lizi pelan.

Junar menarik Lizi kembali ke dalam pelukannya. "Lo gausah takut. Lo ga sendiri Liz, ada gue. Kita selesaiin masalah ini sama-sama."

Setelahnya suasana menjadi hening. Hanya ada pergerakan dari Junar yang menepuk-nepuk pundak Lizi, sembari sesekali mengecup puncak kepala gadis itu.

Ternyata selama ini Junar salah mengartikan perasaannya. Ia pikir dirinya hanya memanfaatkan Lizi agar bisa merasa lebih baik. Tapi ternyata tidak. Junar merasa nyaman berada di dekat gadis itu. Bersama Lizi, Junar bisa merasa aman.

Lizi bukan gadis yang sempurna. Lizi memiliki banyak kekurangan. Dan karena itulah Junar merasa nyaman bersama gadis itu. Lizi bisa mengerti bagaimana perasaan Junar, tanpa harus menjelaskannya terlebih dahulu, begitu juga sebaliknya.

Kesempurnaan itu menyesakkan. Banyak usaha yang harus dicurahkan untuk mendapatkan hal itu. Berusaha sekeras mungkin untuk terlihat luar biasa di hadapan orang lain. Menutup segala celah kekurangan kita agar tidak ada yang mengetahuinya. Junar lelah dengan semua hal itu.

Junar ingin bebas oleh semua beban yang mengekang dirinya. Dan bersama Lizi, Junar tak perlu melakukan hal itu. Bersama Lizi, Junar menjadi dirinya sendiri. Mungkin Junar telat menyadarinya, tapi kini ia yakin bahwa perasaannya pada Lizi bukan hanya ego semata, melainkan ada rasa yang benar-benar tulus. Ia menyukai gadis itu.

Tiba-tiba ponsel Lizi berbunyi memecah keheningan di dalam mobil itu. Ada sebuah pesan yang masuk ke ponselnya.

rUuZtuoZ : reveal the biggest secret of your closest friend or reveal your biggest secret. you have choose one!

-———-

SIAPA NAMA KAMU SAAT BERADA DI DALAM CERITA UNFAMILIAR TWINS?

me : syafa gottahrd

-———-

CUPLIKAN HIDDEN SCENE NOTAMARA

CEK SELENGKAPNYA DI INSTAGRAM
(KDK_PINGETANIA DAN ABOUTPINGE)

-———-

BONUS TAMPILAN SCARF DARI MBA TAMARA

KIRA-KIRA SCARFNYA DIAPAIN YA🙊

-———-

INI HANINA

INI GEORGIE

INI JUNAR

INI LIZI

-———-

SPAM NAMA GALILRO

SPAM NAMA HANINA

SPAM NAMA LIZI

SPAM NAMA JUNAR

SPAM NAMA SYAFA

SPAM NAMA GEORGIE

SPAM NAMA JADEN

SPAM NAMA TAMARA

SPAM NAMA NOTA

AWAS AJA SAMPE SALAH NAMA LAGI, KEMUSUHAN KITA!

-———-

22-06-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro