55. Salah Siapa?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

55. Salah Siapa?
"Kadang ada beberapa kondisi yang membuat seorang korban menjadi pelaku."

-———-

HARI DAN JAM BERAPA KALIAN BACA CERITA INI?

30K KOMEN FOR NEXT! AYO DONG JANGAN JADI SIDERS😡

-———-

HANINA sedikit berlari untuk menghampiri Georgie yang saat ini sedang duduk di atas motornya yang terparkir di dekat halte. Hanina memang sengaja menyuruh lelaki itu untuk menunggu di sana agar Georgie tidak perlu repot-repot untuk masuk ke dalam kompleks perumahannya.

"Naka," panggil Hanina sembari berjalan mendekat ke arah lelaki itu.

Georgie baru menoleh ketika Hanina menepuk bahunya. "Hey," sapa lelaki itu sembari menatap ke arah Hanina. Ia kemudian memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana. "Gimana keadaan lo?" tanya lelaki itu.

Hanina mengangguk sambil tersenyum, "Udah gapapa kok," ucapnya. "Maaf ya aku jadi ngerepotin kamu."

Georgie balas tersenyum, "Nggak repot kok." Lelaki itu kemudian melirik ke arah jaket denim yang ada di tangan Hanina.

"Eh, iya, ini jaket kamu. Aku balikin." Hanina menyodorkan jaket tersebut kepada Georgie.

Lelaki itu melirik ke arah Hanina sejenak, "Pakai aja."

"Hah?" Hanina menatap Georgie bingung. "Ini kan jaket kamu?"

"Iya lo pakai aja. Lo ga bawa jaket kan?"

Hanina baru sadar bahwa ia keluar hanya dengan seragam sekolah, tanpa hoodie ataupun cardigan diluarnya. "Oh, iya aku lupa," ucapnya. "Ya udah aku pinjem lagi ya jaket kamu." Hanina kemudian melepas tas ranselnya dan dengan sigap Georgie membantu Hanina untuk memegang tas itu.

Tak butuh waktu lama, jaket tersebut akhirnya terpasang di tubuh Hanina yang kecil. "Makasi ya," ucap Hanina sembari kembali mengambil tasnya dari tangan Georgie. "Nanti aku balikin."

"Ambil aja," ucap Georgie sembari memakai helmnya. "Lo lucu pakai itu." Helm fullface yang dipakai lelaki itu berhasil menyamarkan suaranya, sehingga Hanina tak mendengar perkataan barusan. "Ayo naik!"

Hanina dengan perlahan akhirnya naik ke atas motor milik Georgie itu. "Udah, Ka."

"Pegangan biar aman." Tanpa permisi Georgie menarik kedua tangan Hanina.

Tentu hal itu membuat Hanina terkejut. Gadis itu refleks menarik tangannya dari Georgie. "A ... aku gamau meluk kamu," ucap gadis itu. Suaranya terdengar bergetar.

Dari kaca spion Georgie bisa menangkap ekspresi wajah Hanina yang terlihat ketakutan. "Nggak meluk." Georgie dengan perlahan kembali menarik tangan Hanina. Lelaki itu kemudian mengarahkan tangan gadis itu pada ujung jaketnya. "Pegang ini aja."

Hanina pun menurut. Gadis itu meremas ujung jaket tersebut. Raut wajah gadis itu masih terlihat sedikit takut. Mungkin Hanina masih menyimpan trauma setelah beberapa kejadian yang terjadi padanya belakangan ini.

"Gausah tegang, Han. Gue bawa motornya pelan-pelan kok," ujar Georgie.

Dan benar saja, selama perjalanan Georgie benar-benar tidak mengebut sama sekali. Lelaki itu menyetir dengan begitu hat-hati, sehingga membuat Hanina bisa kembali merasa tenang. Tanpa sadar gadis itu mulai menggerakkan tangannya dengan perlahan sampai berada di pinggang Georgie.

Georgie melirik ke kaca spion untuk kesekian kalinya. Lelaki itu tersenyum ketika melihat tangan Hanina memeluk pinggangnya dengan kepala yang tersandar di pundaknya.

-———-

SATU sekolah heboh ketika melihat Georgie membonceng Hanina ke sekolah. Sungguh untuk pertama kalinya Georgie terlihat dengan gadis lain selain Syafa. Bahkan Syafa sekali pun yang katanya sangat dekat dengan Georgie tidak pernah terlihat dibonceng oleh lelaki itu. Tentu hal ini membuat sebagian gadis merasa kesal.

"Sumpah ya! Gale, Jaden, Georgie. Tiga-tiganya diembat dong!" seru seorang gadis kepada temannya.

"Murah banget deh, heran gue."

"Emang bener ya, miskin itu sifat. Pantesan walaupun udah kaya, jiwa miskinnya masih ada. Suka nempel cowok sana-sini."

"Belum juga kelar skandal kemarin, udah mau mulai skandal baru aja."

Syafa yang saat itu hendak mengambil buku dari lokernya pun tak sengaja mendengar obrolan tersebut. "Kalian lagi bahas siapa?" tanya Syafa dengan ekspresi wajah yang terlihat bersemangat.

"Eh? Kak Syafa?" Gadis itu terlihat kikuk karena Syafa tiba-tiba menibrungi obrolan mereka. "Bu ... bukan siapa-siapa kok, kak," jawabnya.

"Kak aku boleh tanya ga?"

"Boleh. Tanya apa?" Syafa terlihat begitu ramah menanggapi pertanyaan adik kelasnya.

"Itu ... Kak Georgie deket sama Kak Hanina ya? Padahal aku kira kakak pacaran sama Kak Georgie."

Syafa tertawa pelan. "Kamu denger kabar dari mana sih? Georgie aja nggak pernah tertarik sama Hanina. Jangankan tertarik, kenal aja nggak. Dia mah ga pernah deket sama cewek mana pun selain aku," jelas Syafa dengan bangga.

"Oh, gitu ya kak? Tapi itu sekarang Georgie lagi jalan sebelahan sama Hanina," ucap gadis itu sembari menujuk ke arah dua orang yang sejak tadi membuat satu sekolah heboh.

"Jadi kakak juga gatau kalau Kak Georgie deket sama Kak Hanina?" Yang lainnya ikut bertanya.

Syafa terdiam. Gadis itu menatap ke arah Georgie dan Hanina yang berjalan menuju ke arahnya. "Mereka cuma papasan doang," ucap Syafa masih dengan nada suara yang terdengar lembut. Padahal gadis itu saat ini merasa sangat jengkel melihat Hanina yang mengekori Georgie di belakang.

"Nggak kok kak. Tadi aku liat Kak Hanina dibonceng sama Kak Georgie."

"Ih liat deh! Itu bukannya jaketnya Georgie ya? Kok dipakai sama Hanina? Sumpah mereka pasti beneran jadian ini!" seru gadis yang lainnya dengan heboh. Mungkin ia belum menyadari keberadaan Syafa di sana.

"Berarti rumor yang waktu itu bener dong? Yang Hanina dirangkul sama Georgie keluar dari gudang."

Telinga Syafa terasa panas saat mendengar bisikan-bisikan yang terdengar sangat jelas itu. Gadis itu pun akhirnya menutup lokernya dengan cukup kencang. Dengan buku-buku yang ada di tangannya, Syafa berjalan menghampiri Georgie. "Ge, ga biasanya kamu dateng telat." Syafa dengan sengaja menyenggol Hanina, mengambil posisi tersebut agar dirinya bisa berdiridi sebelah Georgie.

Namun Georgie dengan sigap menahan tangan Hanina agar gadis itu tidak terjatuh. "Lo gapapa?" tanya Georgie khawatir.

"Gapapa kok," ucap Hanina. "Makasi ya."

"Eh sumpah aku ga liat ada kamu di sini. Maaf banget ya, Han. Ada yang luka ga?" Syafa menarik tangan Hanina yang ada digenggaman Georgie sembari menatap gadis itu dengan raut wajah cemas.

"Aku gapapa kok," jawab Hanina sembari tersenyum ke arah Syafa.

"Oh, gapapa? Ya udah kalau gitu tolong bawain buku-bukuku dong." Tanpa mendengar jawaban dari Hanina, Syafa langsung menyodorkan buku-bukunya kepada Hanina. Tentu hal itu membuat Hanina kerepotan karena jumlah buku yang Syafa pegang tak sedikit. Dan alhasil, buku-buku tersebut akhirnya jatuh berserakan di atas lantai. "Hanin? Kok kamu buang buku aku sih? Aku kan minta tolong," ujar Syafa dengan nada suara yang meninggi.

Hanina buru-buru berjongkok untuk memunguti buku-buku tersebut.

"Biar gue aja." Tiba-tiba Georgie ikut berjongkok. Lelaki itu mengambil semua buku yang dipegang Hanina, dan juga beberapa buku yang masih berserakan di lantai.

"Ge, kamu ngapain sih?" tanya Syafa tak suka.

"Berat. Gue aja yang bawa," ujar Georgie.

"Tapi kan tangan kamu lagi sakit."

"Tangan kamu sakit, Ka?" tanya Hanina.

Georgie menggeleng. "Gapapa."

"Wait, kamu manggil apa tadi?" Syafa menatap Hanina dengan tatapan yang mengintimidasi.

"Naka?" Hanina balik bertanya.

"Hanin! Kamu kenapa lancang banget manggil Georgie kayak gitu? Aku tau kamu lagi berusaha deketin Georgie, tapi jangan ngebuat dia ga nyama dong!" Seluruh perhatian kini tersorot ke arah mereka karena ucapan Syafa tadi. Terlebih lagi kepada Hanina, banyak yang kembali membicarakan gadis itu.

"Aku—"

"Gue yang ngasi ijin." Georgie memotong ucapan Hanina. Lelaki itu mengunci tatapannya ke arah Syafa.

"Ge, kamu gausah belain dia. Dia udah salah ga perlu—"

"Gue yang minta Hanin buat manggil gue Naka," lanjut Georgie.

"Ge?" Syafa menatap Georgie kecewa. "Aku berusaha ngebiasain diri buat manggil kamu Georgie biar kamu ngerasa nyaman. Tapi kamu malah nyuruh Hanin manggil kamu Naka?"

"Maaf, aku gatau," cicit Hanina. Gadis itu jadi merasa bersalah karena menjadi pemicu perdebatan antara Georgie dan Syafa di pagi hari.

Georgie menghela napasnya. "Lo duluan aja, Han. Biar gue yang ngomong sama Syafa," kata lelaki itu.

Hanina mengangguk. Walaupun merasa tak enak hati, gadis itu akhirnya berjalan pergi meninggalkan Georgie dan Syafa berdua. Namun baru beberapa jarak dia melangkah, Lizi tiba-tiba datang dan mencekram kedua bahu Hanina dengan kuat.

Georgie yang melihat hal itu pun hendak menghampiri Hanina, namun sayangnya Syafa mencekal pergelangan tangan Georgie dengan kuat. "Kamu stay sama aku," pinta Syafa yang terdengar bagaikan perintah.

"Bentar aja." Georgie berniat pergi, namun Syafa menghalangi jalannya. Gadis itu berdiri tepat di hadapan Georgie, menutupi arah pandang Georgie agar tak bisa melihat Hanina.

"Kamu gamau kan kalau aku sampai keluar batas?" Dan pertanyaan itu mampu membuat Georgie mengurungkan niatnya untuk menghampiri Hanina.

Sementara itu, Hanina terlihat kebingungan dengan kedatangan Lizi yang tiba-tiba. "Kamu kenapa?" tanya Hanina.

"Udah puas lo?" tanya Lizi. Mata gadis itu terlihat berkaca-kaca.

"Ma ... maksud kamu?"

"Junar sekarang udah di kantor polisi! Puas lo?" Lizi sedikit membentak.

Hanina terkejut mendengar hal itu. Gadis itu memang sama sekali belum membaca berita. Makanya ia tidak tahu tentang berita ini.

"Sekarang siapa lagi target lo hah?! Jaden? Terus siapa lagi?"

"Aku ga ngerti kamu bahas apa," cicit Hanina.

"Lo gausah akting! Gue tau lo yang buat teror-teror sampah ini kan! Lo yang ngebuat keadaan kita semua sekacau ini!" cetus Lizi.

Hanina menggeleng kuat, "Nggak, Liz. Aku sama sekali gat—"

"Lo kalau benci sama gue, serang gue aja, Han! Jangan semua orang! Jangan Junar!" Tangis Lizi pecah. Gadis itu bahkan sampai berjongkok di hadapan Hanina. "Please, balikin keadaan kayak sebelumnya. Gue janji gue bakalan lakuin apapun yang lo mau. Gue tau gue salah Han, gue minta maaf. Tapi ga gini caranya, jangan ambil satu-satunya orang yang gue punya." Gadis itu semakin histeris.

Hanina hendak ikut berjongkok, untuk menenangkan Lizi. Namun satu teriakan mampu mengalihkan perhatiannya. "Gila gila! Jaden udah mulai disidang di ruang komite sekolah!" seru salah satu laki-laki sembari mencondongkan badannya ke dalam kelas. "Kastara Adinugraha juga ada di sana bareng sama Galileo!"

"Parah masalahnya pasti jadi serius! Pantes aja daritadi guru ga ada yang masuk padahal udah bel," seru yang lainnya.

Mendengar hal itu membuat Hanina menjadi panik. "Liz, aku minta maaf banget, tapi sekarang aku harus ke ruang komite," ucap Hanina.

"Hanina please! Berhenti di sini. Gausah bertindak lebih jauh lagi. Gue mohon!" lirih Lizi sambil mendongak, menatap wajah Hanina dengan matanya yang sudah berair.

Tapi sayangnya Hanina tak menanggapi hal itu. Gadis itu memilih pergi dari sana dan berjalan menuju ruang komite. Untuk saat ini hanya Jaden yang penting baginya. Hanina berjalan dengan terburu-buru, bahkan ia sempat beberapa kali menabrak orang yang berpapasan padanya. Namun bukannya meminta maaf, Hanina malah terus melanjutkan langkahnya. Ini seperti bukan Hanina, gadis itu seperti menjadi orang lain, dan itu semua karena Jaden —orang pertama yang menjadi temannya, dan juga orang pertama yang melecehkannya.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Hanina langsung membuka pintu ruangan komite. Tentu hal itu jadi menarik perhatian seisi ruangan. Terutama Galileo, lelaki itu langsung bangkit dari duduknya. "Lo ngapain di sini, Nin?"

"Saya akan ikut dalam sidang ini," ucap Hanina. Sorot matanya sempat bertemu dengan sorot mata lelaki yang saat ini tengah duduk sendiri di tengah, dengan beberapa kursi yang yang mengelilingnya di bagian depan dan samping.

"Bukankah tadi Pak Graha mengatakan bahwa Hanina tidak bisa hadir karena masalah kesehatan?" tanya salah satu komite di sana.

"Saya udah gapapa. Saya bisa ikut ke dalam sidang ini," ujar Hanina.

"Nin, lo—" Galileo hendak menghampiri Hanina, namun Graha menahan tangannya.

"It's okay. Hanin ayo masuk," ucap Graha. "Tolong ambilkan anak saya kursi," kata Graha pada beberapa staf yang berdiri di sudut ruangan. Dengan sigap staf tersebut mengambil sebuah kursi. Awalnya ia ingin menaruh kursi tersebut di sebelah Graha. Namun Hanina malah menahannya.

"Biar saya saja," ucap Hanina. Gadis itu mengambil kursi tersebut dan menaruhnya tepat di sebelah Jaden. Tent hal itu membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi terkejut.

"Nin, lo ngapain?" tanya Galileo tak terima.

"Hanin, kamu duduk di sini bersama kami. Yang pantas duduk di sana hanya pelaku," ucap Graha.

Hanina menggeleng. "Aku bukan korban, pa," ucap Hanina.

Suasana jadi semakin membingungkan karena ucapan Hanina itu. Sidang yang tadinya sudah terlihat akhirnya, karena Jaden tak mengatakan sedikit pun pembelaan, kini jadi semakin ambigu. Jika Hanina bukan korban, lalu apa?

"Bisa kamu jelaskan maksud dari perkataanmu tadi?" tanya kepala sekolah yang duduk tepat di hadapan Hanina.

Gadis itu meremas ujung roknya, kemudian menatap lurus ke hadapan kepala sekolah tersebut. Dengan sekali tarikan napas, Hanina berkata, "Saya pacarnya Jaden. Dan apapun yang terjadi di gudang, itu semua atas persetujuan saya."

Jaden langsung menoleh ke arah Hanina. Lelaki yang tadinya tak berani menatap Hanina secara terang-terangan, kini menatap Hanina seakan meminta penjelasan.

"Nina! Lo ngapain ngomong gitu?" Galileo bangkit dari duduknya dan mendorong kursi yang ia duduki dengan keras.

"Apakah semua itu benar, Hanina?" tanya salah satu komite di sana.

"Tidak! Saya tidak punya hubungan apa-apa dengan Hanina. Apapun yang terjadi di gudang waktu itu, itu semua salah saya!" Jaden yang sejak tadi terdiam akhirnya angkat bicara.

Hanina menatap Jaden dengan mata yang berkaca-kaca. Kini gadis itu yakin bahwa insiden kemarin hanya kecelakaan. Hanina yakin Jaden tidak pernah memiliki niatan buruk padanya. Hanina tahu itu ketika matanya bertemu dengan mata Jaden selama beberapa detik. Penilaiannya tidak salah, Jaden memang orang baik, lebih tepatnya teman yang baik.

"Nin, lo ikut gue keluar sekarang!" Galileo berjalan menghampiri Hanina. Tanpa persetujuan gadis iu, Galileo langsung menarik tangan Hanina.

"Kak lepasin!"

"Ikut gue!"

"Saya mohon untuk tenang sebentar. Biarkan kami komite beserta staf sekolah akan membicarakan masalah ini terlebih dahulu."

"Hanina. Papa mau kamu jujur. Ini bukan masalah kecil," ujar Graha. Raut wajah pria itu berubah menjadi sangat serius. Bagaimana tidak? Setelah tadi ia dengan tegas mengatakan ingin membawa semua ini ke jalur hukum, tiba-tiba saja anaknya datang dan mengatakan bahwa semua yang terjadi atas dasar keinginannya.

Hanina terdiam. Tangannya meremas ujung roknya dengan kuat.

"Lo diancem sama ni orang?" Galileo mencekram kedua bahu Hanina. "Jawab gue!"

Hanina menggeleng. "Nggak. Aku jujur ..." Suara Hanina mengecil.

"Anjing! Lo ngapain adik gue!" Galileo hendak menyerang Jaden, namun beberapa petugas langsung menahannya.

"Kalau kamu tidak bisa tenang. Saya dengan terpaksa akan mengeluarkan kamu dari ruangan ini!"

"Galileo balik ke kursi kamu." Graha memperingati anaknya, sehingga membuat Galileo mau tidak mau akhirnya kembali ke tempatnya.

Para komite dan staf sekolah terlihat mendiskusikan masalah ini selama beberapa saat. Hingga akhirnya satu keputusan didapatkan. "Baik kalau begitu. Kita tunggu saja sampai video CCTV sekolah dapat dipulihkan. Sementara itu saya selaku kepala sekolah, menyatakan akan men-skors Zadendrick Gottahrd dan Hanina Cava La Lubis sampai jangka waktu yang tidak bisa ditent—"

"Tunggu!" Tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka menampakkan sosok Lizi yang terlihat ngos-ngosan. "Tunggu! Saya punya bukti. Jaden dan Hanin tidak bersalah. Mereka dijebak. Dan saya adalah orang yang mengunci mereka di gudang!"

-———-

KALIAN PENUMPANG KAPAL MANA?

GALENINA

ANINADEN

HANINAKA

LEBIH SUKA KAPAL YANG MANA?

NOTAMARA

LIAR

COBA KASI TAHU AKU ALASAN KENAPA KALIAN SUKA ATAU GA SUKA SAMA KARAKTER DI BAWAH INI!

UDAH SIAP BUAT BERPISAH SAMA CERITA INI?

BTW SEDIKIT SPOILER. PART SELANJUTNYA PENEROR BAKALAN—

JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAM KARENA DI SANA BANYAK BANGET HAL-HAL SERU! MULAI DARI EKSTRA CHAPTER SAMPAI GAMES GAMES ASIK.

-———-

SPAM KOMEN SEPERTI BIASA!

SPAM NAMA HANINA

SPAM NAMA GALILEO

SPAM NAMA LIZI

SPAM NAMA JUNAR

SPAM NAMA SYAFA

SPAM NAMA GEORGIE

SPAM NAMA JADEN

SPAM NAMA TAMARA

SPAM NAMA NOTA

SPAM NAMAKU SEBANYAK-BANYAKNYA!

20-07-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro