Bab 3 Harapan yang Pernah Patah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kaveya mengamati ruang kerja Kaizo, ini kali pertama Kaveya masuk ke dalam ruangan laki-laki itu. Dulu, semasa masih berpacaran, Kaizo belum memegang bisnis keluarganya, jadi Kaveya tidak pernah masuk ke ruangan ini. Tempat ini berukuran sedang, tidak terlalu luas, ada meja dan kursi kerja yang memanjang berwarna hitam. Sepasang sofa yang menghuni salah satu sudut ruangan, dan dua buah buffet yang berisi tumpukan buku, serta beberapa foto dan lukisan yang terpajang di dinding. Pandangan mata Kaveya berhenti pada sebuah foto yang sangat ia kenali. Kaveya ingat foto itu, sebuah foto liburan di Gunung Bromo bersama teman-teman kuliah Kaizo, dulu laki-laki itu mengajaknya untuk ikut liburan, hingga membuat Kaveya harus membolos mata kuliah, padahal statusnya masih mahasiswa baru. Kalau ingat, Kaveya jadi geli sendiri, mengapa dulu ia sebucin itu pada Kaizo? Ah, benar-benar penyesalan itu, tidak pernah membuat awalan.

"Kamu lama nggak pulang," kata Kaizo membuka percakapan, laki-laki itu duduk tenang sambil memandang Kaveya dengan tatapannya yang setajam elang.

"Kenapa memang?" Kaveya melempar sebuah pertanyaan. Kaizo jelas tahu, penyebab Kaveya tidak pulang selama lima tahun ini.

"Aku kira, kamu nggak akan pulang selamanya."

Tersenyum miring, Kaveya menyilang kedua kakinya dan berusaha menatap Kaizo dengan tenang, meskipun hatinya terasa campur aduk sekarang. Pengkhianatan Kaizo dan sahabat semasa SMA-nya belum bisa dilupakan oleh Kaveya sampai hari ini. Memaafkan mungkin bisa, tapi untuk melupakan, sepertinya Kaveya tidak akan pernah bisa.

"Maunya gitu, tapi kasihan orang tua. Malah penginnya aku bawa mereka pindah, sayangnya mereka nggak mau."

Kaizo tidak bersuara lagi, ia memilih mengalihkan pandangannya pada sebuah pigura yang tadi diamati oleh Kaveya. Di foto itu, Kaveya jelas tersenyum lebar, berbeda dengan Kaveya yang ia temui saat ini, lebih dingin dan tidak bersahabat. Ya, Kaizo tidak akan pernah lupa, kepahitan yang ia berikan pada Kaveya bertahun-tahun lalu.

"Mami bilang, kamu dulu kerja jadi staff marketing di Jakarta."

"Ya, social media manager. Kenapa?"

"Kalau mau, kamu bisa bergabung di perusahaan keluargaku, di bagian marketing, kebetulan kami sedang butuh tenaga baru."

"Nggak, aku masih bisa nyari kerja sendiri, bukan jalur dalam," kata Kaveya cepat, ia melihat Kaizo menghela napas. Kaveya lalu mengambil ponselnya, tadi ia memang sempat memesan ojol sesaat setelah sampai di Kanigara Resto ini, mana betah Kaveya berlama-lama di depan Kaizo.

"Aku permisi, ojolku udah nyampe."

Kaveya tidak menunggu jawaban Kaizo, perempuan itu dengan cepat berlalu meninggalkan Kaizo yang sepertinya masih ingin bicara dengannya. Tapi, siapa peduli?

***

Kaveya pergi ke salah satu mal yang ada di Surabaya Barat, begitu masuk, ia sedikit bingung, karena bangunan dan beberapa desain di dalam mal yang berubah. Maklum, lima tahun tidak pulang, Kaveya baru sadar, Surabaya sudah cukup banyak berubah, sejak pertama kali ia meninggalkan kota kelahirannya ini. Perempuan itu sibuk mencari sebuah kedai kopi di dalam mal yang dimaksud oleh Luna. Temannya itu mengajaknya bertemu sekaligus janjian shoping. Mata Kaveya berbinar saat melihat sebuah kedai kopi yang dimaksud oleh Luna, bergegas ia mencari Luna yang sudah menunggunya di dalam.

"Vey ... ya ampun akhirnya ketemu. Tambah cantik aja kamu," ucap Luna sambil memeluk Kaveya dengan erat.

"Rugilah jadi budak korporat di Jakarta kalau nggak cantik."

"Hahaha bener-bener, so ... how's life?"

"Baik, kamu gimana? Jadi nikah kapan nih?"

"Tiga bulan lagi, jadi bridesmaid-ku ya?"

"Gampang, bisa diatur itu."

Luna tersenyum lebar, ia lalu menggeser secangkir Asian dolce latte panas untuk Kaveya. "Dah move on kan, Vey?" Luna tersenyum jahil, setelah sekian tahun, Luna baru berani menyinggung perihal Kaizo lagi di depan Kaveya. Selama ini, perempuan itu membungkam mulutnya sendiri, untuk tidak membahas tentang Kaizo di depan Kaveya, karena tahu bahwa Kaveya tidak akan menyukainya. Namun, sepertinya Kaveya sudah lebih dewasa saat membahas tentang Kaizo sekarang ini.

"Weittsss, yakali nggak move on? Rugilah, cewek cakep kayak gini masih stuck sama masa lalu," kelakar Kaveya, ia lalu menyeruput kopinya.

"Bagus ... bagus ... jadi, kapan mau nyusul aku?"

"Kalau nggak sabtu ya minggu," kata Kaveya sambil tertawa. Ah, rindu sekali Kaveya dengan situasi seperti ini. Saat-saat ia mengobrol santai bersama Luna, teman SMA hingga mereka kuliah di tempat yang sama, meski berbeda jurusan. Memang, sejauh apa pun Kaveya lari, pada akhirnya, ia akan tetap merindukan rumah sebenarnya. Rumah tempat keluarga dan teman-temannya ada.

"Ngomong-ngomong, aku boleh nanya satu hal nggak?" Kaveya menatap Luna dengan serius.

"Seza meninggal?"

Luna nyaris tersedak caramel macchiato yang ia minum begitu mendengar pertanyaan Kaveya. "Emmmm, kamu tahu darimana?"

"Tante Lita yang bilang, cuma pengin mastiin aja. Bener apa enggaknya."

"Seza ... masih hidup, cuma Kaizo emang udah cerai sama Seza. Pernikahan mereka hanya bertahan dua tahun."

"Hah? Kok? Bentar, tapi kenapa Tante Lita bilang mamanya Kendra meninggal?"

Luna mengembuskan napasnya, "Entah, aku juga nggak tahu soal itu. Tapi, Seza emang ngilang setelah cerai, sampai sekarang, nggak ada yang tahu keberadaannya, sosmednya juga nggak ada yang aktif."

Kaveya mengetuk-ngetuk meja beberapa kali, sejujurnya ia masih sangat penasaran dengan kehidupan Kaizo setelah lima tahun ini. Memang, sejak kepindahannya ke Jakarta, Kaveya memblokir semua akun social media Kaizo dan ia memilih untuk membuka akun baru, serta tidak memperbolehkan satu pun temannya untuk membahas soal Kaizo.

"Hmm, yaudahlah, bukan urusanku juga. Ngomong-ngomong, mau belanja kemana?"

"Beli skincare dulu yuk, dah pada habis nih."

Kafeya menganggukkan kepalanya, sambil terus memikirkan soal Seza, mantan sahabat yang mengkhianatinya. Sosok perempuan yang sempat dibenci dengan sangat oleh Kafeya.

***

Ketika itu di masa SMA ....

Seza adalah gadis yang cantik, ia bahkan menjadi idola di SMA Kaveya. Siapa yang tidak mengenal sosok Seza Renita Dewi? Tubuh tinggi semampai, paras yang ayu dan kemampuan public speaking yang cukup mumpuni, mampu membawa Seza menjadi runner up duta daerah, dan aktif mengikuti kontes modeling di Surabaya. Seza hampir memiliki segala yang ia punya, teman yang peduli, diidolakan oleh anak-anak di SMA-nya, dan popularitas di social media. Kaveya merasa beruntung memiliki teman seperti Seza, yang menurutnya cukup baik dan bisa diandalkan.

"Sezaaaa! Selamat udah juara kontes modelling lagi, keren banget kamu tuh emang," kata Kaveya dengan wajah berbinar. Mereka sudah sejak kelas sepuluh bersahabat, hingga kini duduk di kelas 12.

"Makasih, Vey. Seneng banget aku hehe ..."

Kaveya lalu merangkul Seza sambil berjalan menuju aula, mereka akan kedatangan alumni yang sedang melakukan sosialisasi masuk perguruan tinggi.

"Harusnya kemarin aku dateng ke Hotel Kanigara, biar bisa lihat kamu tampil. Pasti keren banget."

"Lain waktu deh, kemarin kan kamu juga ada acara keluarga," balas Seza, ia melihat ke arah sahabatnya.

"Aihhh, kesel banget aku kalau harus ikut arisan keluarga kayak kemarin tuh. Tapi, ya udahlah ya, ayok ah!"

Mereka tergelak, lalu bergegas menuju aula, dan mengambil duduk di barisan tengah. Kaveya sibuk memainkan ponselnya, ia tengah bermain gim untuk membunuh waktu. Acara hari ini pasti akan sangat membosankan, isinya tidak akan jauh beda dari para-alumni yang membanggakan keberhasilan mereka tembus di kampus negeri atau kampus swasta terbaik di Indonesia, bahkan beberapa lagi melanjutkan kuliah di luar negeri.

"Veyy, ada Kak Kaizo tuh. Ikutan dia," bisik Seza, menyenggol lengan sahabatnya. Kaveya otomatis mendongak, dan mencari sosok laki-laki yang dibicarakan oleh Seza. Kaveya sudah menyukai Kaizo sejak ia SMP, laki-laki itu anak teman ibunya, sejak kecil, mereka sudah sering bermain bersama. Sayangnya, perasaan Kaveya hanya berhenti sampai di situ. Ia tidak berani mengungkapkan tentang perasaannya pada Kaizo. Beruntungnya Kaveya, saat di SMA, ia bersekolah di tempat yang sama dengan Kaizo, meski hanya bertemu satu tahun saja, karena Kaizo sudah kelas 12 saat ia masuk SMA ini.

"Gantengnya masih sama ya?" Kaveya cekikikan sendiri, gadis itu menatap Kaizo dengan mata yang berbinar-binar, dan saat pandangan matanya berserobok dengan Kaizo, pipi Kaveya sontak memerah.

"Aduh, ketahuan Sez," bisik Kaveya pada Seza, ia gelisah sekarang. Seza sendiri hanya tergelak, ia menepuk-nepuk punggung Kaveya.

"Nggak papa, santai aja. Tapi, ngomong-ngomong, Kak Kaizo itu mirip banget sama kakaknya ya?"

"Kak Kevan? Ya iyalah mirip, namanya juga sodara."

"Hahaha ... tapi gantengan Kak Kaizo sih," seloroh Seza, ia menggoda Kaveya yang merengut sekarang.

"Jangan rebut Kak Kaizo ya, awas kamu, Sez. Punyaku itu."

Seza menjulurkan lidahnya pada Kaveya, "Tapi kalau nanti jodohku, gimana dong? Hahaha ... bercanda."

Kaveya memukul Seza kesal atas guyonan Seza. Sayangnya, ucapan Seza mungkin tidak sekadar lelucon, karena di kemudian hari, kenyataan pahit itu benar-benar ditelan oleh Kaveya, saat Kaizo dan Seza harus menikah, setelah hubungannya dengan Kaizo berjalan di tahun keenam. Pukulan telak yang membuat Kaveya merasakan sakit hati tanpa jeda. Tentang pengkhianatan oleh orang terdekatnya, dan tentang harapan yang dipatahkan begitu saja oleh kedua orang yang ia percayai.

TO BE CONTINUE 

HILLAW, gimana kabar kalian? Yay, bab 3 finally bisa ke-up wkwk. Doakan aku bisa ada waktu buat nulis ya, bab 4 udah ada sih, tinggal posting doang, cuma kumau lihat respons kalian dulu :P

Follow akun sosial mediaku ya, buat info baru soal cerita ini. Twitter/IG Aristavee, aristavstories. Tik Tok aristav

P.S. Typos eperiwer

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro