there's something that's beautiful; being awake for your funeral

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dan Chaser-Chaser Tim Gryffindor, kita sambuuuut: Angelina Johnson! Alicia Spinnet! Katie Bell!"

Anak-anak berteriak ketika permainan hari itu dimulai. Gryffindor versus Slytherin, permainan paling diantisipasi semua penduduk Hogwarts. Persaingan Gryffindor dan Slytherin selalu membuat Quidditch antara keduanya lebih intens dan berapi.

Sofia Spinnet menyaksikan kakak perempuannya melesat melakukan manuver-manuver rumit di udara, dengan penuh keterampilan mengoper Quaffle bolak-balik dengan teman-teman setimnya, berjuang untuk menskor. Kapten tim Gryffindor, seorang anak kelas enam bernama Oliver Wood, melayang di sekitar gol sambil memperhatikan para Chaser-nya dengan khawatir.

Ini pertama kalinya Sofia melihat Alicia bermain dengan timnya dalam sebuah pertandingan. Tahun ini tahun pertama Sofia di Hogwarts, selama ini dia hanya pernah mendengar soal cerita-cerita Alicia mengenai tim Gryffindor.

Lincah dan luwes, dengan tubuh ringan dan otot mantap. Sofia terkadang merasa iri melihat betapa bebasnya Alicia terlihat saat kakinya terangkat dari tanah. Ada suatu keindahan yang dimiliki oleh Alicia dan pemain-pemain Quidditch lainnya saat mereka terbang, keindahan yang asing bagi Sofia.

Gadis Gryffindor kelas satu itu mencengkeram pinggiran kursinya ketika sebuah Bludger hampir saja menghantam kakaknya kalau saja Alicia tidak menghindar tepat sedetik sebelumnya. Salah seorang Beater dari Slytherin nyengir-nyengir melihat bagaimana pukulannya berhasil memperlambat Alicia sedikit, memacetkan dinamik Alicia dengan Chaser-Chaser Gryffindor lain dan mengizinkan Slytherin untuk menyusul.

Sofia memindai lapangan, cemas, mencari Beater Gryffindor sendiri ketika kedua Beater Slytherin mengulangi gerakan mereka beberapa kali, pada suatu titik berhasil memastikan Slytherin kembali merebut Quaffle dari Gryffindor. Beater Gryffindor adalah kakak-kakak dari teman sekamarnya, Ginny Weasley. Di mana Fred dan George, omong-omong?

Si kembar Weasley melayang di sekeliling anggota termuda tim asrama Gryffindor, Harry Potter yang merupakan anak kelas dua, melindunginya dari sebuah Bludger yang sepertinya menempel seperti magnet padanya tak peduli seberapa jauh Fred atau George memukulnya pergi.

Tim Gryffindor disabotase!

Perhatian Fred dan George terus tertuju pada Harry Potter. Dan bukannya Sofia tidak tahu bahwa Harry berada dalam bahaya karena satu Bludger yang pasti dijampi-jampi itu, tapi anggota tim lain akan berada dalam bahaya kalau Fred dan George tidak melindungi mereka dari Bludger yang satu lagi. Alicia, Angelina, dan Katie tidak bisa menunduk menghindari Bludger untuk selamanya, mereka bisa terluka.

Oliver Wood sepertinya juga menyadari hal ini karena pemuda itu akhirnya meminta time-out pada Madam Hooch. Lega, Sofia melihat tim Gryffindor mendarat dan berkumpul di tanah. Mungkin mereka bisa mengurus soal Bludger rusak itu sekarang.

Mereka hanya berhenti sebentar. Tidak lama, semua anggota tim Gryffindor naik ke sapunya masing-masing lagi dan permainan kembali dimulai.

Fred dan George kembali ke pekerjaan mereka melindungi para Chaser dari Bludger. Harry Potter ditinggalkan untuk mengatasi Bludger satunya sendiri. Mereka lanjut bermain tanpa mengatasi sabotase jelas itu terlebih dahulu??

Para penonton meringis bersamaan setiap kali Harry hampir saja terhantam oleh bola besi itu.

Sofia, tidak tahan melihat bagaimana Harry Potter terus-menerus hampir terlibas Bludger, kembali memperhatikan kakaknya dan Chaser Gryffindor lain, yang berhasil melanjutkan strategi mulus mereka dan berulang kali menskor.

"POTTER MENANGKAP SNITCH!"

Sofia tersentak, lalu melihat sosok kecil berambut hitam berguling terjatuh di lapangan. Tangannya menggenggam sesuatu yang berkilat keemasan bahkan saat ditutupi hujan.

Stan Gryffindor, Hufflepuff, dan Ravenclaw meledak dalam perayaan. Anak-anak berdiri dan memeluk teman di sebelahnya. Para Chaser di udara menonjok udara dan berseru-seru, Fred dan George terbang di sekeliling mereka, menari-nari aneh. Oliver Wood mencengkeram sapunya sambil melolong kesenangan.

Sofia berlari turun dari stan tempat duduknya, menuju ke lapangan. Para anggota tim yang lain akhirnya menyadari bahwa Seeker mereka sedang tergeletak di tanah basah, tidak bergerak, cepat-cepat terbang turun untuk mengecek keadaannya.

Profesor Lockhart sampai ke samping Harry Potter sebelum mereka.

Hampir semua populasi perempuan Hogwarts memuja Profesor Lockhart. Sofia sendiri tidak terlalu mengerti. Anak perempuan kelas satu itu hanya mendengarkan sambil mengangguk-anggukan kepalanya ketika Alicia mendeskripsikan Profesor Lockhart sebagai seorang idiot tampan. Masih seorang idiot, tapi paling tidak dia tampan.

Butuh beberapa saat bagi Sofia untuk berlari dari bawah tangga stan tempat menonton ke lokasi Harry Potter tergeletak di lapangan. Tim Gryffindor sudah berkerumun di sekitar tubuh anak kelas dua itu, meneriakkan sesuatu pada Profesor Lockhart. Sofia tiba tepat saat kepadatan di tangan Harry Potter menghilang dan meninggalkan sesuatu yang kelihatan seperti jeli panjang berwarna kulit menempel di pundaknya.

"Ugh," kata Harry.

"Ah," kata Profesor Lockhart. Kelima anggota tim Gryffindor yang lain menatapnya jijik. "Kadang itu terjadi. Paling tidak tulangmu tidak patah lagi. Sekarang, uh, kau bisa ke Madam Pomfrey, dia bisa membetulkanmu sedikit."

Seseorang menyelip di samping Sofia. Suara klik-klik terdengar.

"Colin," erang Harry Potter. "Pergilah. Aku tidak mau difoto sekarang."

Sofia menoleh dan mendapati Colin Creevey di sebelahnya. Colin adalah seorang kelahiran Muggle yang terlalu semangat mengenai segala hal yang sudah Sofia anggap biasa di kesehariannya. Sofia tidak terlalu mengenal anak berambut pucat itu meski mereka berada di asrama yang sama.

Colin selalu ramah padanya-berlebihan ramahnya-bersikap seolah-olah mereka sudah berteman lama meski Sofia nyaris tidak pernah membalas apa pun kata anak laki-laki itu. Sofia tidak memiliki teman.

Colin menurunkan kameranya yang terlihat berat, nyengir lebar ke Harry, lalu menoleh ke Sofia saat Madam Pomfrey mendekat dengan usungan melayang di belakangnya.

"Kau mau lihat hasil fotonya nanti, Sofia?" tanya anak laki-laki itu, berseri-seri. "Aku menangkap beberapa yang bagus sekali saat Harry jungkir-balik dua kali berturut-turut tadi saat menghindari bola itu."

"Tidak, terima kasih, Colin." Sofia meninggalkan Colin untuk berbicara dengan kakaknya, menyelamati Alicia soal kemenangannya.

***

Ada sesuatu yang membatukan anak-anak kelahiran Muggle di Hogwarts dan Colin adalah korban pertamanya.

Sofia merasakan dirinya dicengkeram ketakutan begitu mendengar berita mengenai itu. Entah sadar atau tidak, dia dan anak-anak kelas satu lainnya berdesakan lebih dekat pada satu sama lain. Alicia menemukannya tak lama kemudian, mencoba meyakinkannya bahwa dia aman tapi juga agar tidak berjalan sendirian.

Agak ragu, akhirnya Alicia menambahkan, "Kita bukan kelahiran Muggle, kita akan baik-baik saja." Mereka juga tidak berdarah murni, tapi Alicia tidak mengatakannya.

***

Ketika rumor-rumor mengenai Harry Potter sebagai pewaris Slytherin mulai beredar, Alicia mencari Sofia lagi untuk berbicara.

"Rumor-rumor itu salah," kata Alicia tegas. "Aku sudah kenal Harry dari pertama kali dia masuk ke sini dan dia adalah hal paling jauh dari pewaris Slytherin. Kau tidak perlu takut pada Harry."

Sofia mengangguk kecil, menggigit bibirnya. Anak-anak kelas satu semua merasakan sepinya pelajaran mereka tanpa celetukan-celetukan antusias Colin pada hal sekecil apa pun. Mereka semua ketakutan.

"Sofia!" Ginny memanggilnya. "Kita ada Transfigurasi sekarang. Ayo!"

Bahkan teman seasramanya itu, yang merupakan seorang Darah-Murni, terlihat sama pucatnya dengan anak-anak dengan darah Muggle. Bahkan teman seasramanya itu, yang merupakan seorang Darah-Murni, terlihat sama pucatnya dengan anak-anak dengan darah Muggle. Monster Slytherin meneror semua orang. Kecuali, mungkin, para Slytherin.

Sofia memberi afirmasi pada Ginny, lalu menoleh pada kakaknya lagi.

Tatapan Alicia padanya melembut. "Ingat selalu berada dalam kelompokmu saat berjalan dari kelas ke kelas dan jangan pergi ke toilet tanpa guru, oke? Kau akan baik-baik saja."

Sofia mengangguk lagi dan berlari-lari kecil mengikuti Ginny ke kerumunan anak-anak Gryffindor kelas satu, berangkat ke kelas Profesor McGonagall.

Dia aman, Alicia yang mengatakannya. Sofia menggenggam tangan Ginny saat seorang profesor muncul untuk menemani mereka berjalan ke kelas Transfigurasi.

***

Sofia berpapasan dengan Colin di kereta pulang ke London pada akhir tahun.

Ada banyak rumor yang beredar tentang seekor Basilisk yang dibunuh oleh Harry Potter untuk menyelamatkan Ginny Weasley. Alicia mengingatkan Sofia lagi agar jangan memercayai kebanyakan gosip anak-anak lain, tapi Alicia sendiri agak ragu mengenai rumor Basilisk ini.

Colin dan semua anak lain yang dibekukan oleh Basilisk Slytherin sudah disembuhkan beberapa hari sebelum waktu ujian akhir semestinya dilaksanakan. Profesor Dumbledore membatalkan ujian untuk semua orang kecuali untuk O.W.L. anak-anak kelas lima dan N.E.W.T. anak-anak kelas tujuh.

Sofia sendiri belum berbicara dengan Colin sejak anak laki-laki itu kembali mengikuti kelas. Colin jadi sedikit lebih pendiam dari biasanya. Kulitnya kelihatan agak keabu-abuan setelah sekian lama membatu di sayap rumah sakit.

"Baik-baik saja, Colin?" Untuk pertama kalinya, Sofia membuka mulutnya terlebih dahulu.

Colin kelihatan terkejut. "Ya, uh, aku oke." Setelah kekagetannnya menghilang, Colin langsung mencerocos. "Kau tahu, aku mungkin akan tinggal kelas tahun ini. Tapi Profesor Dumbledore bilang jika aku berhasil menyusul pelajaranku liburan musim panas ini, aku bisa tetap naik ke kelas dua tahun depan!"

Sofia tersenyum samar. Setelah diserang Basilisk atau tidak, Colin tetap selalu bersemangat pada hal-hal sekecil apa pun.

"Itu bagus. Mau kukirimkan catatanku?" tanya Sofia.

Sekali lagi, Colin kelihatan terkejut, tapi lalu dia mengangguk, senyum lebar mengembang di wajahnya.

Mereka bertemu lagi di Hogwarts Express pada tanggal 1 September. Sofia yang sedang duduk sendirian tersentak ketika mendadak mendengar bunyi klik kecil.

Colin balas menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Aku akan lanjut di kelas dua!"

***

Colin dan adiknya, Dennis, masih berada di ruang rekreasi Gryffindor saat Sofia terbangun di tengah malam pada tahun ketiganya. Pin-pin dengan tulisan POTTER BAU besar-besar bertumpuk di depan mereka, usaha kakak-beradik Creevey mencoba mengganti lencana-lencana itu untuk menunjukkan dukungan mereka pada Harry tidak berjalan dengan baik. Beberapa yang mereka coba ubah malah sekarang bertuliskan POTTER BENAR-BENAR BAU.

Sofia menghela napas dan berputar balik ke kamarnya dan membuka kotak jahitnya.

Colin menoleh saat melihat seseorang mendekatinya. Sofia menjulurkan tangannya, meletakkan segenggam kancing baru di sebelah tumpukan lencana POTTER BAU.

"Warna apa yang kau inginkan untuk tulisannya?" Sofia bertanya.

Dennis yang berusia sebelas tahun jatuh tertidur tak sampai satu jam setelah Sofia bergabung, lembut diselimuti oleh Colin di sofa. Colin mengambil lagi tempat duduknya di sebelah Sofia, siku mereka menyenggol satu sama lain saat mereka bekerja. Sofia dan Colin terjaga sampai pagi hari, berhasil menyelesaikan beberapa lusin lencana DUKUNG HARRY POTTER.

***

Sofia menyaksikan Ginny berdandan tanpa suara. Ginny diajak Neville Longbottom untuk pergi ke Yule Ball, satu-satunya anak perempuan di asrama Gryffindor kelas tiga yang akan pergi ke pesta itu.

Ginny terlihat cantik, dengan rambut merah menyalanya dan gaun pastelnya. Gadis-gadis lain teman sekamar mereka memekik, melingkari Ginny dan mengomentari penampilannya. Empat penghuni kamar perempuan Gryffindor kelas tiga itu berkerumun di tangga untuk menyaksikan Ginny mengambil tangan Neville yang terulur padanya. Wajah Neville merah padam saat melihat teman-teman Ginny meneriakkan dukungan untuknya menuntun Ginny keluar ruang rekreasi.

Tak lama, hanya tersisa beberapa anak di ruang rekreasi, yang terlalu muda untuk menghadiri Yule Ball dan tidak pulang ke rumah untuk liburan Natal. Sofia duduk di dekat perapian, Colin di seberangnya.

Seseorang dalam ruangan menyalakan gramofon dan alunan lagu terdengar.

Colin sedang mengurus kamera dan foto-fotonya. Dia punya vial-vial berisi ramuan untuk memproses foto sihir, menguas ramuan itu di kopi-kopi potret yang ingin diaktifkannya.

Cahaya perapian memantul di rambut cokelat pucat Colin, menghangatkan siluetnya. Tenggelam dalam kegiatan favoritnya di dunia ini, terlintas di pikiran Sofia bahwa Colin terlihat seperti seorang malaikat, dengan ekspresi lembut itu di wajahnya itu seperti setiap kali Colin menatap kameranya atau hasil fotonya.

Mungkin Colin dapat merasakan tatapan Sofia, karena dia mendongak begitu selesai menutup vial ramuannya. Colin meletakkan semua perlengkapannya dan berdiri, menawarkan sebelah tangan pada Sofia dengan senyum lebar. Matanya bersinar-sinar.

Gadis kecil berumur tiga belas tahun itu tersenyum dan mengambil tangan Colin. Mungkin Sofia merona, mungkin tidak. Dia tidak tahu.

Dennis mengambil potret mereka di satu titik pada dansa mereka. Sofia tertawa lepas saat Colin memutar-mutarya, ada cengiran konyol di wajah Colin. Mereka hanya memakai piama, tapi mereka kelihatan lepas dan gembira. Sofia memastikan kopi foto miliknya tidak pernah terlipat.

***

Harry muncul di depan penonton Turnamen Triwizard memeluk tubuh dingin Cedric Diggory, meneriakkan bahwa Kau-Tahu-Siapa sudah kembali.

Sofia dan Colin menutupi pandangan Dennis pada saat yang bersamaan setelah mereka sendiri melihat pemandangan brutal di depan mereka, Amos Diggory menangisi tubuh anaknya. Saat semua orang mulai panik, kedua anak berusia tiga belas tahun berhasil menemukan jalan mereka kembali ke kastil, masing-masing menjaga Dennis di satu sisi dan melindunginya dari orang-orang yang berlarian.

Sofia dan Colin menunggui Dennis di tepi ranjangnya sampai anak kelas satu itu jatuh pulas. Mata cokelat Colin lebar dan ketakutan. Di antara Alicia dan Colin, Sofia sudah belajar bahwa Harry Potter dapat dipercayai, rumor-rumor tentangnya tidak.

Semua orang mendengar ucapan Harry. Kau-Tahu-Siapa telah kembali.

Mereka tidak berbicara, tapi Sofia mengirimkan salinan catatan-catatan pelajaran Pertahanan milik Alicia pada Colin musim panas itu, tidak mensensor kutukan-kutukan mengerikan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran sekolah sama sekali.

***

Pertama kali Colin mengajak Sofia untuk pergi ke Hogsmeade bersamanya di tahun keempat mereka, dia membawa Sofia ke Hog's Head, tempat mereka dan puluhan anak lainnya membangun rencana untuk membentuk 'kelompok belajar' yang secara teknis tidak melanggar hukum mana pun.

Mereka menamai organisasi mereka Dumbledore's Army untuk melayangkan jari tengah pada kodok merah muda bernama Umbridge itu dan pengecut idiot yang adalah Menteri Sihir mereka.

Ginny Weasley ada di sana, dengan Michael Corner di sebelahnya, mengangguk ketika menemukan Sofia di kerumunan. Mata Alicia membulat ketika melihat Sofia, tapi kakaknya itu tidak beranjak dari tempatnya dengan anggota-anggota tim Quidditch Gryffindor lainnya.

Sofia menandatangani namanya di bawah tulisan Colin Creevey, menawarkan senyum kecil penuh dukungan pada Harry Potter dan kedua temannya.

Keesokan harinya, saat Dekrit Pendidikan baru dipublikasikan, Sofia dan seisi Dumbledore's Army secara resmi menjadi pelanggar hukum.

Colin punya detensi hari itu. Sofia menunggu di ruang rekreasi, secara paksa menarik tangan Colin begitu anak laki-laki itu kembali dari kantor Umbridge, sudah menyiapkan kain pembalut dan vial Murtlap, yang direkomendasikan Hermione Granger begitu mendengar Colin juga mendapatkan detensi.

Ada luka jelek di punggung tangannya, merah dan berdarah, Aku harus menghormati orang yang lebih tinggi kedudukannya.

Colin menggeliat-geliat tidak nyaman saat Sofia membalut lukanya, mematai tangga ke kamarnya. Sofia mendongak dari tangan Colin, memelototi temannya.

"Untuk seseorang yang tidak banyak berbicara, kau bisa jadi sangat keras kepala," Colin bergumam, tapi lalu membiarkan Sofia lanjut mengobati tangannya.

Alicia berbicara padanya sebelum pertemuan DA pertama dimulai. "Kau tidak harus melakukan ini," kata kakaknya. "Kita bisa dihukum berat jika kita ketahuan." Kau tidak perlu belajar untuk bertarung, ekspresi Alicia memohon. Kau tidak akan pernah membutuhkannya, aku akan melindungimu.

Sofia balas menatap kakaknya lurus di matanya. Siapa yang sedang Alicia bohongi? Dia tahu mereka berdua adalah Gryffindor. "Kita tidak akan ketahuan." Suara Sofia pelan, serak karena jarang dipakai, tapi efeknya jelas terlihat. Alicia tidak berkata apa-apa lagi, hanya tersenyum sedih pada Sofia.

Ada perang yang menunggu mereka di masa depan, dan Alicia tidak bisa mencegah Sofia untuk menjadi prajurit di dalamnya.

Sofia mengangkat dagunya tinggi saat memasuki tempat pertemuan mereka di ruang kebutuhan. Dengan gambar tubuh tak bernyawa Cedric Diggory dan juga luka merah Colin berkobar di benaknya, Sofia bahkan tidak perlu membuka mulutnya untuk menghantam lawan duelnya ke lantai di bawah awasan Harry.

Ada kekaguman di mata Colin saat mereka bertatapan. Sofia memberikan senyum kecil untuk temannya sebelum menyapu ruangan yang mendadak hening.

Semua orang sedang melihat ke arahnya dan Terry Boot yang masih dibekukan Stupefy di tanah depannya. Bahkan Alicia kelihatan terpana.

Harry berdeham, memecah kesunyian. "Percobaan pertamamu. Bagus, Sofia."

***

Kematian pertama yang Sofia lihat adalah milik Sirius Black.

Ginny langsung menghambur pada Sofia begitu mereka berpapasan di koridor menjelang akhir tahun keempatnya.

"Harry butuh kita. Ayo." Ada anggota lain Dumbledore's Army bersamanya, Neville Longbottom dan Luna Lovegood. Ginny menariknya untuk bergabung dengan Harry, Hermione, dan Ron di dekat Hutan Terlarang.

Mereka menaiki Thestral untuk mencapai London, memasuki Kementerian melalui jalur pengunjung di kotak telepon. Mereka menemukan bola ramalan Harry, berhadapan dengan Lucius Malfoy dan Bellatrix Lestrange.

Sesaat kemudian mereka sudah bertarung untuk nyawa mereka masing-masing. Seorang Pelahap Maut yang wajahnya ditutupi masker berhasil membakar sebelah pipi Sofia.

Sofia membalas dengan sebuah Stupefy. Dia tidak lupa menginjak wajah si Pelahap Maut ketika dia berlari ke suara Ginny, siap membantu temannya. Perihnya dilupakan dalam sekejap ketika pertarungan semakin memanas. Sofia hampir tidak ingat apa pun, semuanya berlalu cepat sekali dengan kutukan-kutukan mematian meluncur mulus di udara, siap menghabisi mereka.

Segerombol orang dewasa mendobrak masuk dan mulai bertarung untuk sisi mereka. Seorang pria tinggi berkulit gelap melangkah ke depan Sofia dan mulai menggantikannya menduel Pelahap Maut yang tadi menyerangnya.

Salah satu laki-laki yang baru datang berhadapan dengan Bellatrix Lestrange, tertawa di depan wanita gila itu sebelum sebuah kutukan mendorongnya mundur ke tirai gelap tanpa apa pun di baliknya.

Harry menjerit. Profesor Lupin mendadak ada di belakangnya., menahannya agar tidak meloncat mengikuti laki-laki tadi. Sofia, merasakan duka Harry, melepaskan sihirnya.

Bellatrix Lestrange tersandung di tengah pelariannya. Api yang begitu panasnya sampai berwarna putih menjilat-jilat di sekitarnya.

Yang terjadi selanjutnya terlalu cepat untuk bisa dipahami sepenuhnya oleh Sofia. Harry mencoba meluncurkan Crucio pada Bellatrix Lestrange. Bellatrix tertawa di depan wajah Harry dan Sofia. Bellatrix menarik Sofia bersamaan dengan kemunculan Kau-Tahu-Siapa. Kikikan Bellatrix melengking saat kuku kotornya menekan pipi Sofia yang masih mulus dan meninggalkan bekas-bekas luka berbentuk bulan sabit.

Sofia tidak merasakan takut. Dia tidak ingat merasakan apa pun, tidak saat Bellatrix mulai menyayat kulitnya untuk menggoda keji Harry, tidak saat Dumbledore tiba dan mulai berduel dengan Kau-Tahu-Siapa, tidak saat Harry berubah menjadi merah matanya dan mulai berbicara dengan desis seperti Kau-Tahu-Siapa.

Kali selanjutnya Sofia sadar akan apa yang terjadi di sekelilingnya, seorang Auror bernama Kingsley Shacklebolt sedang berlutut di sebelahnya. "Kau tidak apa-apa. Kau tidak apa-apa. Tenanglah. Kau tidak apa-apa. Semuanya sudah berakhir."

Sofia menatapnya, lalu menatap refleksi wajahnya sendiri di permukaan mengilap yang secara kebetulan ada di sana. Sebelah wajahnya terbakar berat, untungnya oleh api biasa sehingga Sofia tahu bekas lukanya dapat disembuhkan. Sofia selalu tahu dia kelihatan lebih muda dari umur aslinya. Setengah wajahnya masih menyimpan kekanak-kanakkan naif, kontras dengan kulit terbakar di sisi satunya.

Kingsley telah membawanya ke tempat terlindungi untuk menyembuhkan lukanya sebisanya. Para reporter yang datang membawa kamera tidak ada yang berhasil menangkap gambarnya jelas. Sofia diantar ke sayap rumah sakit Hogwarts tanpa diketahui siapa pun, semua lukanya berhasil disembuhkan tanpa meninggalkan bekas.

Keesokan paginya Daily Prophet mengumumkan kembalinya Kau-Tahu-Siapa dan bagaimana si penyihir gelap dengan tangan kanannya, Bellatrix Lestrange, menyerang Departemen Misteri di hari sebelumnya dan sempat menyandera seorang siswi Hogwarts.

Mereka bilang Ginny Weasley adalah nama siswi itu. Namanya, bersama dengan Harry, Hermione, Ron, Neville, dan Luna dikumandangkan sebagai pahlawan. Nama Sofia tidak disebutkan.

Orang tuanya memeluknya kali selanjutnya mereka melihatnya. Alicia menangis. Mereka hanya tahu Sofia ada di Departemen Misteri, mereka tidak tahu bagaimana dia bertarung untuk hidupnya dan luka-luka yang dipudarkan ramuan Madam Pomfrey.

Ginny, Harry, dan yang lain juga menemuinya. "Aku minta maaf," kata Harry.

"Kau tidak pernah meminta untuk berada di sana. Aku tidak pernah menjelaskan apa pun sebelum menarikmu ikut bersama kami. Semua yang lain tahu kenapa kita ada di sana."

"Mereka tidak tahu namamu," Hermione mengimbuhkan. "Ginny, Neville, dan Luna sudah terlanjur terekspos. Semua orang di Orde mencoba agar namamu tidak ikut terbawa juga."

Colin adalah satu-satunya orang yang tahu tentang luka-luka Sofia. Pemuda itu melihat beragam salep yang harus Sofia oleskan di pipinya setiap hari. Sofia tidak berusaha menutupi apa pun.

Colin mencondongkan tubuhnya ke depan seakan mencoba memetakan luka bakar itu, napasnya berat terembus pada kulit leher Sofia yang sensitif. Pemuda itu menjulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Sofia lembut.

Colin mendaratkan kecupan ringan di bekas luka tidak terlihat di pipi Sofia. Wajah Colin merah padam saat dia menarik diri, ucapan selamat malam meluncur dari mulutnya cepat sekali sebelum dia berbalik dan secara praktis berlari ke kamarnya.

Bekas ciuman Colin dingin di kulit Sofia, tapi hati gadis berusia empat belas tahun itu terasa membara.

***

Sepanjang liburan musim panas tahun itu, Nymphadora Tonks berkunjung ke rumah Sofia setiap minggu.

"Kau tahu, Sepupu Dora kami," orang tuanya menjelaskan pada orang-orang yang ingin tahu. "Orang tuanya tidak dekat dengan kami, sayang sekali. Tapi Dora sudah dewasa dan ingin mengenal sepupu-sepupu kecilnya lebih dekat."

'Sepupu Dora' selalu berkunjung saat pasangan Spinnet pergi bekerja. Orang tua Sofia begitu lega saat Orde Phoenix menawarkan seseorang untuk membantu melindungi anak-anak mereka, terutama karena Sofia menghadapi beberapa Pelahap Maut pada tahun kemarin.

Ayah dan ibu Sofia hanya tahu Tonks anda di sana untuk mengawal Sofia, mereka tidak tahu Tonks diam-diam mengajari Sofia dan Alicia semua trik-triknya sebagai seorang Auror. Tonks mengajari mereka cara untuk menyamar, menyelamatkan diri saat dikeroyok oleh orang banyak sekaligus, sampai cara untuk kabur dari sel standar Kementerian.

Wajah gugup Tonks saat mengajari mereka merupakan cukup bukti bahwa Orde tidak lagi memercayai Kementerian.

Sofia kembali ke Hogwarts sendirian tahun itu, Alicia sudah lulus pada tahun sebelumnya. Colin menemukannya dan memotretnya, seperti yang biasanya dia lakukan di awal tahun.

Sofia menghabiskan sisa perjalanannya ke Hogwarts mendengarkan celotehan Colin. soal liburannya. Mereka dapat merasakan atmosfer gelap di seluruh kereta, sekarang setelah semua orang tahu bahwa Kau-Tahu-Siapa sudah kembali. Mereka mencoba mengabaikannya, memfokuskan diri pada cerita-cerita gembira Colin.

Sofia tersenyum kecil melihat binar mata khas Colin itu, yang menyala dan menari-nari setiap kali pemuda itu mulai bercerita mengenai hal-hal yang dicintainya.

Demi Godric, Sofia berharap sinar itu tidak akan pernah redup dari mata pemuda yang disayanginya itu.

***

Ciuman pertama Sofia dan Colin terjadi tepat sebelum Pelahap Maut menginvasi Hogwarts.

Mereka berdua sama-sama merasakan koin DA mereka memanas, nomor serinya berubah menjadi ucapan meminta pertolongan. Ginny muncul untuk menjemput Sofia.

"Kita tidak bisa meninggalkan Gryffindor tanpa perlindungan," Ginny berkata, agak terengah-engah. Rambutnya berantakan karena tadi lari ke asrama mereka.

Mereka tidak perlu berbicara untuk mencapai kesepakatan bahwa Colin yang akan tinggal. "Aku akan membangunkan Dean," kata Colin.

Sofia berbalik untuk menyusul Ginny yang sudah berlari keluar lagi. Colin menangkap tangannya, menariknya mendekat, dan mengecup bibirnya singkat.

"Aku tidak ingin mati tanpa melakukan itu," bisik Colin.

"Kita tidak akan mati," balas Sofia, menekan bibirnya sekali lagi ke milik Colin dan berlari mengikuti Ginny ke medan perang.

***

Kementerian sihir jatuh, pasangan Spinnet yang bekerja di sana tewas.

Sofia bahkan tidak memiliki waktu untuk menangis. Tonks menjemputnya dan Alicia dari rumah mereka, mendorong mereka untuk berkemas seadanya dan pindah ke rumahnya. Andromeda Tonks menyambut mereka, suaminya yang kelahiran Muggle sudah berada dalam pelarian. Profesor Lupin juga ada di sana, beberapa lama yang lalu baru saja menikah dengan Tonks.

"Jangan mengirim surat," Tonks mengingatkan Sofia. "Terlalu berbahaya. Dan patronus dapat dilihat orang. Kecuali jika ada keadaan darurat, jangan berkomunikasi dengan siapa pun di luar rumah ini."

Hanya ada satu orang yang ingin Sofia hubungi. Memanggil patronus-nya, Sofia mengirim pesan singkat untuk Colin.

Kementerian jatuh. Semua tidak aman, putuskan koneksi. Bawa keluargamu. Lari.

Sofia tidak mendapat pesan balik sama sekali.

***

Semua penyihir usia Hogwarts diwajibkan untuk pergi tahun itu. Alicia, Tonks, dan Andromeda ingin menahan Sofia di rumah, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Semua anak kelahiran Muggle yang muncul di Hogwarts Express ditangkap dan dibawa pergi. Sofia duduk tegak di kompartemen yang sama dengan Ginny, Neville, dan Luna.

Harry tidak ada di kereta.

Dua minggu di Hogwarts dan Sofia sudah merasa terkuras. Kedua 'Profesor' Carrow menikmati menyiksa anak-anak. Neville dan anggota-anggota DA lebih tua yang lain selalu menapak maju untuk menjadi perisai anak-anak yang lain, tapi bahkan mereka tidak bisa melindungi semua orang.

Tidak lama sebelum para Pelahap Maut beralih dari menargetkan para orang dewasa jadi menargetkan anak-anak, yang mereka pikir dapat mudah sekali ditangkap karena mereka semua bersesakan di Hogwarts.

Ruang Kebutuhan terbuka untuk mereka, perlahan mulai terisi penuh anak-anak yang harus bersembunyi. Segerombol anak tinggal seluruh waktu di ruangan itu, dan saat itu jalur tersembunyi ke Hogwarts terbuka.

Beberapa bulan dan Ginny sudah tidak tahan lagi. Merekrut Sofia dan beberapa anggota DA lain, mereka mencoba mencuri Pedang Gryffindor dari kantor Snape, pengkhianat itu. Mereka gagal.

Ketika Ron Weasley terlihat di sisi pelarian Harry Potter, Sofia berhasil menyeludupkan Ginny tepat pada waktunya ke Ruang Kebutuhan sebelum para Carrow datang untuk mendapatkannya.

Hogwarts bagaikan mimpi buruk yang menjadi nyata bagi semua anak tahun itu.

Sofia tidak ingat bagaimana dia bisa bangkit dari tempat tidurnya setiap pagi, atau bagaimana dirinya hampir lupa bagaimana suaranya sendiri terdengar kalau bukan bisik-bisikan parau terburu-buru dengan anggota DA lainnya, horor mencekam di setiap suku katanya.

Sofia mencengkeram bukunya setiap sebelum tidur, buku dengan fotonya berdansa dengan Colin pada tahun ketiga mereka terselip di dalamnya. Dia tidak berani untuk mengeluarkan potret tersebut, takut akan apa yang akan dilakukan oleh Carrow jika menemukan foto seorang kelahiran Muggle di kepemilikannya.

Mimpi buruk itu rasanya tidak pernah berakhir saat Sofia hidup di dalamnya.

Lalu pada tanggal 2 Mei, dia bangun dengan Galleon DA menekan kulitnya, panasnya terasa hampir membakar.

***

Colin tumbuh lagi pada satu tahun mereka tidak bertemu.

Mereka berumur enam belas tahun sekarang. Colin kini menjulang di sebelah Sofia. Pemuda itu kelihatan hampir dewasa, dengan rambut cokelatnya menggelap, menggantung kepanjangan di sekeliling wajahnya yang sudah kehilangan bekas-bekas kanak-kanak.

Mata Colin masih memiliki binar yang sama seperti setiap kali saat dia memandang kamera kesayangannya, hanya saja kini kameranya tergantung tak dihiraukan di lehernya dan Sofia-lah yang sedang dilihatnya.

Sofia menghambur ke pelukan Colin, terisak tanpa suara. Colin memegangnya erat, seolah takut Sofia akan menguap ke udara jika dia melepaskannya sedetik saja.

Aroma Colin hampir tidak lagi dikenal oleh Sofia, tapi masih ada kefamiliaran khas Colin yang dikenalinya. Colin. Colin.

Kakaknya ada di sana dengan anak-anak lain dari tim Quidditch lima tahun lalu, setelah itu Tonks dan anggota-anggota Orde, lalu anggota-anggota DA yang sudah lulus.

Harry Potter mengatakan mereka akan menuju perang.

Sofia dan Colin tidak melepaskan satu sama lain sepanjang perjalanan mereka ke Aula Besar.

"Bawakan aku Harry Potter, dan kau akan diberikan penghargaan."

"Tapi Harry Potter ada di sana! Seseorang tangkap dia!"

Sofia ikut berdiri di depan Harry, menjadi salah satu yang pertama melakukannya sebelum lebih dari setengah populasi Hogwarts mengikuti teladan mereka, tegak menantang Pansy Parkinson.

Ketika anak-anak di bawah umur diarahkan keluar Aula oleh Filch, Sofia dan Colin menunduk dan menyelip pada barisan anak-anak DA sebelum suara Profesor McGonagall mendadak memotong, "Tidak, sama sekali tidak boleh, Creevey! Kau juga, Spinnet!"

Wajah Alicia muncul di tengah kerumunan, pucat, menoleh begitu mendengar namanya. Pundak Sofia dicengkeramnya keras. "Kau pergi jauh-jauh dari sini, kau dengar aku? Pergi. Kalau kami kalah hari ini, temukan Andromeda dan pergi jauh-jauh dari Inggris. Sofia, kau dengar aku? Sofia!"

Momen itu tidak terasa nyata, wajah putih histeris Alicia di depannya dan anak-anak berjubah Hogwarts bercampur anggota Orde bergegas di sekeliling mereka.

"Andromeda punya jalur untuk pergi ke Prancis, kau mengerti? Jangan tunggu aku. Bawa Colin jika kau harus, tapi pergi dari sini. Sofia, kumohon. Aku tidak bisa kehilanganmu juga. Kau dengar aku? Pergi! Oke? Pergi!"

Melihat tidak ada pilihan lain, Sofia mengangguk kecil. Hanya itu yang diperlukannya, karena pundak Alicia langsung melemas lega. Alicia memeluknya singkat dan mendorongnya ke arus anak-anak di bawah umur yang akan dievakuasi.

Selama seluruh interaksi itu, Sofia dan Colin sama sekali tidak melepaskan genggaman tangan mereka pada satu sama lain. Mereka berdua tidak bersuara saat beberapa orang dewasa menggiring mereka dan anak-anak lain ke Ruang Kebutuhan untuk memakai jalan rahasia di sana.

Sofia dan Colin menghubungkan tatapan mata mereka, dan hanya itu yang mereka perlukan untuk berkomunikasi. Kali selanjutnya mereka melewati sebuah ceruk gelap, secara mulus mereka menyelip keluar dari barisan dan menunggu.

Tidak lama, karena sesaat setelah itu teriakan-teriakan mantra mulai terdengar. Entah di mana di kastil besar itu, sebuah tembok runtuh dengan suara keras.

Sofia hampir tidak bisa melihat garis luar tubuh Colin dengan cahaya yang terbatas dalam ceruk itu, tapi Sofia kenal baik dengan segala aspek Colin, cukup untuk membuatnya bisa menemukannya dalam kegelapan, membenamkan diri ke dalam pelukannya yang sudah gadis itu rindukan.

"Aku menyayangimu," Sofia berbisik.

Colin mendengarnya. Sofia dapat merasakan pemuda itu tersenyum ke dalam rambutnya. "Aku tahu," katanya. "Aku juga menyayangimu."

Dan melangkahlah mereka-Sofia untuk ketiga kalinya dalam kehidupan singkatnya-ke medan perang tempat keindahan sihir digunakan untuk menumpahkan darah.

Colin menembak dengan menggunakan tongkat sihir dan kameranya, dua-duanya. Mereka terjun ke tempat bawahan-bawahan Maut sedang berpesta.

Pembunuhan pertama yang Sofia lakukan mungkin terjadi di sini, tapi dia tidak ingat. Dengan kehangatan Colin yang tidak pernah jauh dari sisinya, dia tidak menyadari apa pun kecuali Colin, tetap hidup, serang, aku hidup, Colin, kami hidup. Colin.

Harry Potter tidak terlihat, tapi tidak ada yang peduli di pekarangan tempat mereka sedang berusaha untuk membunuh satu sama lain. Tidak ada yang peduli di koridor-koridor, yang untuk sekalinya dilesati mantra-mantra mematikan alih-alih mantra lelucon. Tidak di kelas-kelas, tempat banyak penyihir menarik napas terakhirnya di kubangan darah masing-masing.

"Singa-singa nakal." Sofia berbalik, cepat sekali. Dua orang laki-laki, Pelahap Maut, tertawa padanya. "Apa kalian seharusnya ada di sini?"

Hal selanjutnya yang Sofia tahu, dia bertarung lebih keras dari yang pernah dilakukan seumur hidupnya. Rambutnya menempel ke lehernya yang berkeringat. Jari-jarinya kaku melingkar kuar-kuat di sekitar tongkatnya. Kakinya bergerak lebih cepat dari apa pun. Dunia berhenti berputar.

Sofia punya kekuatan. Sofia punya kecepatan. Sofia punya kecerdasan.

Sofia masih hanya punya sepasang tangan, hanya satu yang menggenggam tongkat, yang digunakan untuk menyerang.

Sofia tidak punya mata di belakang kepalanya, dan mata di depan kepalanya dia fokuskan pada si Pelahap Maut.

Sofia masih berumur enam belas tahun.

"Tempus." Tapi hanya angin lemah yang bertiup ke arah Sofia, mendorongnya terjatuh tapi tidak sampai melukainya. Gadis itu bukan tergetnya.

Sofia tidak melihatnya terjadi, tapi dia mendengarnya.

Embusan angin yang terlalu keras untuk menjadi natural. Suara gesekan lembut saat sepatu Colin terangkat dari lantai. Bunyi teredam tubuh Colin saat menghantam tembok.

Suara KRAK saat leher Colin patah.

Pandangan Sofia berubah putih untuk sesaat.

Sofia sempat menoleh dan melihat bagaimana tubuh Colin tergeletak tidak normal di lantai Hogwarts.

Lensa kameranya yang retak memantulkan cahaya redup.

Binar penuh kehidupan itu raib dari matanya yang masih terbuka, yang memandang tanpa melihat. Kosong.

Sofia membuka mulutnya, tapi tak ada suara yang keluar. Dia berbalik menghadap ke kedua Pelahap Maut itu, yang sedang berjalan menjauh, tidak peduli setelah mendorong dua remaja itu jatuh. Satu ke kematiannya.

Dua Pelahap Maut. Sofia, belum lewat tujuh belas tahun, seorang diri.

Dari kejauhan: "Sofia, tidak! Sofia!"

Gadis itu tidak memedulikannya, kali ini raungannya menggema di dinding Hogwarts ketika dia menyerang.

Sofia belum terbangun selama ini. Dia baru merasakannya, semua hal sekaligus.

Udara kering di kulitnya, berbau besi di hidungnya, terasa getir di lidahnya. Teriakan kematian di sekitarnya. Warna-warna cerah menusuk di matanya. Darah panas mengalir di pembuluhnya. Bagian di dadanya yang kini dingin dan berat dan mati. Mati, mati, mati.

Dia berhasil menarik perhatian kedua Pelahap Maut itu, yang kini berbalik dan siap untuk menghadapinya.

Sofia terbangun. Indra-indranya terbuka, sensasi-sensasi bergelombang menyerangnya, hampir terlalu banyak untuk ditanggungnya sendiri. Dia hidup, hidup, hidup. Mati, mati, mati.

Sofia sadar akan semua yang terjadi di sekitarnya. Mantra-mantra melesat di sekelilingnya. Mata-mata gelap bengis lawannya.

Sofia bangun. Sofia hidup.

Sofia sedang menunggu kematiannya.

"Diffindo!"

Dia tidak sempat menghindar ketika mantra berwarna cerah jelek itu menghantam perutnya, terus lurus ke dadanya.

Sayatan itu terbuka, makin lama semakin lebar.

Merah merekah.

Sofia jatuh.

Dia bisa melihat mata cokelat Colin yang kosong dari tempatnya berbaring. Kameranya yang retak tergantung di sekitar lehernya.

"Kau mau lihat hasil fotoku, Sofia?"

Kali ini Sofia menjawab Ya.

***

Mantra pertama yang meluncur dari tongkatnya, salah satu dari dua Pelahap Maut itu mati.

Yang satunya lagi berbalik, giginya hitam saat dia menyeringai.

"DOLOHOV!" Nymphadora Tonks meraung. Sofia Spinnet, yang diserahkan padanya untuk dilindungi, dua tahun yang lalu. Sofia, yang tinggal di rumahnya, dirawat ibunya. Sofia, yang dengan Alicia ditutornya sewaktu liburan. Oh, Merlin, Sofia yang dimohon oleh Alicia untuk pergi jauh-jauh dari medan perang. "KAU BAJINGAN!"

Ketika Bellatrix Lestrange bergabung dalam pertarungan itu, Remus Lupin juga bergabung di sebelah istrinya.

Teddy Lupin menjadi yatim piatu malam itu.

***

Kau mengizinkan teman-temanmu untuk mati untukmu, Harry Potter.

Remaja dengan rambut hitam berantakan itu memandang ke sekeliling Aula Besar dari bawah Jubah Gaib-nya. Fred, dikelilingi keluarganya. Remus dan Tonks, bersebelahan dengan tangan hampir menyentuh.

Neville Longbottom dan Oliver Wood melangkah masuk ke Aula, masing-masing menggendong sebuah tubuh. Colin Creevey dan Sofia Spinnet, masing-masing kelihatan lebih kecil dan muda dalam kematian mereka.

Harry berusaha mengabaikan mengirisnya duka murni di lolongan Alicia saat melihat tubuh tak bernyawa adiknya.

Melihat semua itu, mendengar semua itu, hanya membulatkan tekadnya.

Harry Potter berjalan ke kematiannya sendiri. Dia akan mengorbankan nyawanya karena itu adalah satu-satunya cara mengakhiri semua ini.

30 Juli 2021

Rye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro