Dua Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

AKU menyesali keputusanku tidak mengatakan kebenaran tentang hubunganku dengan Khalid pada Ribka. Waktu kami di toilet tadi memang singkat, tapi cukup untuk memberi tahu bahwa Khalid adalah mantan suamiku. Kalau aku melakukan hal itu, kebocoran informasi seperti yang baru saja terjadi bisa dihindari.

Mungkin sudah terlambat, tapi aku harus berusaha memperbaiki keadaan. Aku menendang kaki Ribka di bawah meja. Kami duduk berhadapan, jadi tidak sulit untuk melakukannya. Aku mencoba mengirim pesan bahwa dia sudah mengatakan hal yang tidak boleh dikatakannya.

Ribka menangkap isyaratku. Saat tatapan kami bertemu, dengan halus, kusentuh cincinku dan memutarnya perlahan. Dahi Ribka berkerut sejenak, tapi dia dengan cepat bisa mengerti pesan yang coba kusampaikan tanpa kata-kata.

Ribka berdeham, "Maksudku, Jaz, status kalian di kantor memang sama-sama jomlo karena kamu memang jones sejati, dan walaupun Misha udah nikah, suaminya nggak kerja di kantor ini. Kalau suaminya kebetulan ikut makan sama kita dan lihat kamu dengan santai minta makanan Misha, suaminya pasti cemburu. Misha pasti sengaja dimantrai dengan berlian sebesar itu supaya laki-laki yang coba deketin dia tahu diri. Carat, color, cut, dan clarity berlian cincin dia bahkan di atas berlian yang diberikan papaku pada Mama saat wedding anniversary mereka yang ke-40. Aku jadi pengin tahu kayak apa berlian yang nanti akan Misha terima saat pernikahannya sudah menginjak angka segitu."

Tawa Jazlan datang agak terlambat. Dia butuh waktu untuk mencerna kata-kata Ribka. "Hei, aku nggak tertarik jadi orang ketiga dalam hubungan orang lain," katanya. "Apalagi kalau statusnya sudah jadi istri. Hanya buang waktu dan energi aja. Lagian, kalau dapat pasangan dari hasil gangguin istri orang, apa jaminannya kalau saat sudah bersamaku, dia nggak akan selingkuh lagi? Aku nyodorin piring sama Misha karena sudah terbiasa aja, bukan karena berniat merebut dia dari suaminya. Suami Misha juga pasti percaya sama istrinya. Aku yakin laki-laki yang mendapatkan istri setia seperti Misha nggak akan cemburu berlebihan."

Aku bisa sedikit menarik napas lega saat mendengar Jazlan ikut ambil bagian dalam upaya Ribka memperbaiki kesalahan. Untung Jazlan cerdas sehingga dia tidak membuat blunder lain, yang akan sulit diperbaiki kalau sampai terjadi.

Aku tidak tahu apakah Khalid bisa menangkap aroma konspirasi yang menguar di antara ketiga orang yang semeja dengannya karena aku sengaja tidak melihat ke arahnya. Aku hanya bisa berharap kalau dia memakan mentah-mentah semua yang didengarnya. Aku tidak punya pilihan selain membesarkan hati sendiri.

Beberapa hari ini semua keputusan yang kuambil terasa seperti bumerang yang malah balik menyerangku setelah kulempar. Seharusnya aku bicara dengan Jazlan untuk mendukungku menciptakan benteng perlindungan dengan status palsu daripada menghadapi Khalid seperti yang sudah kulakukan. Seharusnya aku berterus-terang kepada Ribka sehingga aku bisa mendengarnya memaki-maki Khalid ketimbang membiarkan sahabatku itu menjadi calon penggemar Khalid seperti sekarang. Penyesalan benar-benar datang terlambat, setelah semua rencana yang kupikir akan berjalan mulus ternyata malah berakhir berantakan.

Detak jantungku yang tadi menggila saat menyadari kebohonganku dikuliti Ribka perlahan mereda setelah Ribka dan Jazlan mengalihkan percakapan ke topik ringan yang tidak menyangkut diriku. Khalid lebih banyak mendengarkan. Dia bicara ketika ada pertanyaan yang diajukan padanya. Aku memilih fokus menghabiskan isi piringku supaya bisa segera pamit meninggalkan meja.

Setelah meneguk air minum, aku mengirim pesan kepada Ribka.

Ikut ke ruanganku. Nanti aku jelasin di sana.

Menyimpan rahasia lebih lama bisa membuatku terjebak dalam situasi seperti sekarang di kemudian hari. Lebih baik berterus terang.

Ribka tidak membalas pesanku, tetapi dia mengekor ketika aku pamit meninggalkan meja lebih dulu.

"Kita omongin setelah sampai di ruanganku," kataku sebelum Ribka sempat bertanya. Entah mengapa, aku mendadak paranoid. Aku tidak akan membahas Khalid dan masa lalu sebelum benar-benar yakin berada di ruangan tertutup dan tak ada kemungkinan ada orang menguping serta berpotensi mombocorkan apa yang didengarnya kepada Khalid.

Iya, apa yang kupikirkan mungkin berlebihan, tapi aku ingin menjaga kemungkinan Khalid berhasil mengetahui apa yang sebenarnya kusembunyikan dari dia.

Ribka menatapku dengan sorot menuntut setelah kami berada di ruanganku. Dia duduk bersedekap, siap mendengarkan.

Aku berdiri, memilin kedua tangan, dan meringis masam. Aku berdeham. "Seharusnya aku kasih tahu ini sejak kita di toilet tadi," mulaiku. "Aku nggak melakukannya karena nggak menduga percakapan di meja makan akan membahas aku." Aku menarik napas pasrah. "Atau mungkin karena aku memang bodoh saja karena mengira bisa mengontrol semua hal akan terjadi sesuai keinginanku."

Mata Ribka spontan melebar. "Astaga...!" pekiknya. "Tidak, apa yang kupikirkan sekarang pasti salah. Nggak mungkin!"

Dari tatapan itu, aku paham bahwa Ribka sudah mengetahui siapa Khalid. Aku menatapnya tak berdaya dan mengangguk. "Iya. Dia mantan suamiku. Ini kebetulan yang benar-benar menyebalkan. Kadang-kadang, takdir terasa kejam banget karena memberi kejutan seperti ini."

Butuh beberapa detik sebelum Ribka mengatupkan mulut. "Kapan kamu tahu kalau arsitek yang yang memenangkan tender hotel itu mantan suami kamu? Aku yakin kamu belum tahu saat aku nyebut-nyebut tentang dia waktu aku datang nganterin boneka untuk Ara."

Aku menggeleng. "Waktu itu aku belum tahu. Aku baru tahu saat lihat dia makan siang bersama Jaz tiga hari lalu. Tapi aku sudah ketemu dia sebelumnya. Sehari setelah dia check in."

"Berarti kalian sudah pernah bicara sebelum tadi, kan?"

Aku mengangguk. "Kemarin pagi aku setuju bertemu sama dia. Aku merasa perlu melakukan itu untuk membuatnya yakin kalau aku sudah punya kehidupan baru sehingga dia nggak berusaha mencari informasi tentang aku. Karena dia tahu aku kerja di sini, aku khawatir dia akan bertanya pada Jaz tentang aku. Kalau itu terjadi, Jaz yang nggak tahu apa-apa mungkin akan menjawab jujur kalau aku janda cerai dengan satu anak. Saat dengar itu, Khalid akan tahu tentang Ara."

Aku pernah memberi tahu Ribka bahwa aku berpisah dengan Khalid saat sedang hamil, dan laki-laki itu tidak tahu kondisiku.

"Kalau kamu nggak mau dia tahu tentang Ara, bukannya lebih efektif untuk minta tolong sama Jaz supaya dia nggak bilang apa pun tentang kamu kalau Khalid memang beneran bertanya?"

Aku menatap Ribka frustrasi. "Itu opsi yang pertama muncul di kepalaku saat mikirin solusi untuk menutupi keradaan Ara dari Khalid. Tapi rasanya nggak enak melibatkan Jaz dalam urusan pribadiku. Gimanapun, Jaz adalah bos aku. Kesannya kurang ajar banget kalau aku sampai menyeret dia untuk ikut menyelesaikan masalah dengan mantan suamiku."

Ribka memutar bola mata. "Hubungan kamu dan Jaz nggak murni hanya bawahan-atasan, Sha. Kalian juga berteman dekat. Teman minta bantuan temannya itu wajar banget. Aku yakin Jaz nggak akan keberatan."

Aku mengusap wajah, resah. "Menurut kamu, setelah kejadian tadi, apakah Khalid masih percaya kalau aku sudah nikah lagi? Soalnya aku telanjur bilang sudah punya anak dari pernikahanku yang sekarang. Aku dalam masalah besar kalau dia nggak percaya. Dia mungkin akan cari tahu tentang Ara."

"Kalau dia nggak percaya dan menganggap kamu bohong tentang pernikahan kamu, mungkin aja dia juga akan menganggap kamu bohong soal sudah punya anak itu. Kalau dia mengenal kamu dengan baik, dia pasti tahu kalau kamu nggak mungkin punya anak di luar nikah."

Aku menggigit bibir. Kemungkinan yang dikemukan Ribka masuk akal, tapi tidak lantas menghapus keraguanku. "Menurut kamu begitu?"

Ribka mengangguk mantap. "Tentu saja. Kalau dia nggak percaya kamu sudah nikah lagi, dia akan otomatis berpikir kalau kamu berbohong untuk membuat dia menjauhi kamu." Ribka tersenyum, berusaha menenangkan. "Jangan terlalu overthinking, Sha. Hanya akan bikin kamu stres untuk hal yang nggak perlu."

"Ara adalah milikku yang paling berharga. Tentu aja aku overthinking." Aku merasa bahwa meskipun Ribka ada di sisiku sebagai pendukung nomor satu, dia tidak terlalu paham bagaimana perasaanku pada Ara. Menjadi seorang anak dan ibu itu berbeda. Ribka belum berada di posisiku sebagai ibu yang pernah hamil dan membesarkan anak.

Ribka bangkit mendekatiku. Dia mengusap lenganku. "Oke, kita coba lihat kemungkinan terburuk ketika Khalid akhirnya tahu kalian punya anak ya," katanya pelan. "Setelah dia tahu, terus apa? Memangnya dia bisa menuntut hak asuh? Tidak, kan? Sejak awal dia nggak pernah ada untuk Ara. Menyumbang sperma nggak lantas bikin dia berhak mengambil Ara dari kamu. Jadi nggak ada yang seharusnya kamu takutkan kalaupun Khalid tahu tentang Ara."

Aku terdiam. Apa yang dikatakan Ribka tidak salah. Aku tidak memikirkan kemungkinan detail seperti itu karena sibuk memikirkan usaha menutupi keberadaan Ara dari Khalid.

Ribka benar. Khalid tidak bisa mengambil Ara. Perpisahan kami tidak terjadi baik-baik, tapi aku kenal Khalid. Dia bukan orang yang akan memaksakan kehendak. Dia mungkin marah karena aku menyembunyikan kenyataan bahwa kami punya anak, tapi dia tidak akan ujug-ujug menuntutku di pengadilan untuk mendapatkan hak asuh.

Hubungan Khalid dengan ibunya juga sangat dekat. Dia pasti tahu bahwa tidak ada tempat paling baik bagi seorang anak selain berada dalam pelukan ibu yang mencintainya.

"Aku hanya nggak mau punya hubungan apa pun sama Khalid lagi." Aku merasa masih harus mempertahankan pendapatku. "Kalau dia sampai tahu tentang Ara, kami pasti akan terus berkomunikasi. Dia pasti akan minta waktu untuk bersama Ara. Dia pasti akan memaksaku menerima tunjangan untuk Ara. Aku tidak butuh itu. Aku bisa menghidupi Ara dengan baik. Aku nggak mau punya kaitan dengan masa lalu."

Ribka mendesah melihat kekeraskepalaanku. "Sulit melepaskan masa lalu kalau kamu punya anak, Sha. Kecuali kalau mantan suami kamu itu sudah mati atau memang nggak bertanggung jawab."

Aku melengos, memilih tidak memperpanjang percakapan.

**

Yang pengin baca lebih cepet, bisa ke Karyakarsa ya. Di sana udah lama tamat. Tengkiuu....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro