Voice

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku hanyalah seorang gadis biasa yang sangat suka berbicara, bercanda dan melakukan sesuatu tanpa aku sadari kalau itu bisa membahayakan nyawaku.

Waktu itu, aku hanyalah seorang anak ingusan yang tidak mengerti apa-apa. Aku sering bertanya kepada semua orang, selalu penasaran akan sesuatu yang belum tentu itu aman bagiku.

Aku mempunyai teman kecil. Kami berteman sejak aku memasuki taman kanak-kanak. Disitulah aku pertama kali mengenalnya—sosok anak laki-laki dengan paras yang cukup tampan untuk anak seumurannya dan cukup mahir dalam berolahraga. Kazuke Hiroomi, namanya.

Hiroomi adalah anak pindahan dari Jepang. Diumurnya yang masih sangat belia itu, Hiro membutuhkan kasih sayang yang banyak. Namun ia tidak bisa mendapatkannya karena kedua orang tuanya bercerai karena berbeda pendapat.

Hiro adalah anak yang sangat tertutup—mengingat kedua orang tuanya bercerai waktu ia masih sangat kecil. Ia tidak pernah mau bercerita atau berbicara kepadaku tentang apa yang terjadi padanya. Ia lebih memilih untuk menyimpannya sendirian. Tidak ingin membebaniku, begitu katanya.

Kini, aku dan Hiro memasuki jenjang SMA. Semakin sulit bagiku untuk mendekatinya. Karena semua orang di sekolahku—terlebih lagi, anak murid perempuannya—selalu saja ada di dekatnya.

Aku selalu mendukung dan menatap Hiro dari belakang, dari kesendirian dan kesunyian yang selalu terus bersamaku.

Tidak. Bukannya aku tidak ingin bersosialisasi dengan yang lainnya. Melainkan, mereka semua yang telah menjauhiku tanpa alasan yang jelas.

Pernah suatu waktu aku berusaha untuk bertanya cuaca pada satu teman, ia malah menganggapku bagaikan sampah yang tidak seharusnya ada disana.

Ya. Aku dan Hiro bersekolah di sekolahan yang elit. Bukan tanpa alasan, kami bersekolah disana. Hiro di terima masuk di sekolah ini karena beasiswa yang ia dapat karena keahliannya dibidang olahraga. Sedangkan aku? Jangan hiraukan aku. Aku diterima di sekolah ini hanya karena keberuntunganku saja. Tidak lebih.

Pada awalnya, Hiro yang aku kenal, Hiro yang baik padaku, Hiro yang perhatian padaku, Hiro yang selalu bersamaku.. kini telah hilang. Hiro yang aku kenal kini sudah digantikan oleh Hiro yang dingin dan tidak mempunyai perasaan.

Aku sedih. Aku kecewa. Ya, aku memang merasakan semua itu. Sedih karena sahabatku—sekaligus orang yang disukai—pergi menjauhinya dan aku kecewa karena ia telah memperlakukanku seperti yang lain. Menganggapku sebagai sampah yang tidak seharusnya ada disini.

"Ano.. Hiro.." panggilku pelan. Aku berusaha untuk mendapatkan perhatiannya. Walaupun hanya lirikan dari ekor matanya saja. Namun, ia tak mengindahkan keberadaanku dan terus mengabaikanku.

"Hir.. maksudku, Kazuke.." panggilku lagi.

Kali ini, ia menatapku sinis. Aku meneguk ludah dan tersenyum parau. "Ka-Kazuke.. bu guru bilang kalau ia ingin bertemu denganmu di kantor. Ada yang mau dibicarakan, katanya.."

Ia langsung berdiri dan meninggalkanku sendirian di kelas. Aku berjalan ke arah pintu kelas untuk melihat punggungnya, namun aku di hadang oleh dua orang perempuan genit yang selalu berjalan di belakangnya.

"Mau apa kau?!"

"A..Aku.." ucapku gagap.

"Sampah sepertimu tidak pantas berdiri atau berbicara dengan Kazu!" Ucap salah satu dari mereka. Tak lama, mereka mendorong tubuhku kencang hingga aku menghantam ubin kelas dengan kencang.

Aku terdiam.

Bagi kelas ini, aku bukanlah apa-apa. Aku tidak terlihat. Aku invisible.. Aku tidak ada.

Aku mengambil tasku dan segera kembali ke rumah. Aku menahan air mataku agar tidak keluar. Aku berhenti di pinggir danau dan duduk disana. Menenggelamkan wajahku di kedua lututku.

Menertawakan betapa bodohnya aku, kalau aku berharap agar Hiro dapat kembali seperti dirinya yang lama.

"Kau bodoh, Nesya. Kau bodoh." Gumamku pelan.

Aku memang bodoh. Cukup bodoh untuk berharap kalau aku dapat berbicara dengannya lagi.

Tak lama setelah aku mengutuki diriku sendiri, aku mendengar sebuah langkah kaki seseorang. Tak lama, aku merasakan kalau orang itu sudah duduk di sebelahku. Aku memberanikan diri mengangkat wajahku dan melihat orang itu.

Kosong..

Tiba-tiba..

"Mengapa kau menangis sendirian, wahai gadis yang malang?"

Aku mengalihkan pandanganku ke kanan dan ke kiri. Namun nihil. Aku tidak dapat menemukan siapa-siapa. "Si..siapa kau?"

"Tak penting siapa aku. Yang terpenting adalah, mengapa kau menangis sendirian?"

Aku berhenti menangis. Mengusap sisa air mataku yang masih ada. "Aku.. tidak menangis."

Seraya setelah aku mengatakan itu, suara itu berhenti. Aku menghela nafas berat. 'Mungkin ini hanyalah satu dari banyaknya imajinasiku saja.' Ucapku dalam hati.

"Baiklah, jika kau tidak ingin mengatakan yang sejujurnya, itu tak apa. Lagipula aku tahu mengapa alasan kau menangis." Ucap suara itu lagi.

Tak lama setelah suara itu berbicara, ia mulai menampakkan diri. Ia berwujud seperti.. telur. Telur yang memiliki tangan dan kaki. Bahkan ia mengenakan topi untuk menutupi wajahnya.

"Siapa kau?" Aku bertanya lagi.

"Aku kan sudah bilang padamu. Siapa aku itu tidaklah menjadi sebuah masalah. Sekarang biar aku tanya padamu. Apakah kau tidak memiliki teman?"

Aku terdiam. Pertanyaannya yang begitu singkat, padat namun menyakitkan itu telah menusuk hatiku dan memutus aliran darah yang bekerja mengalirkan oksigen. Aku terasa seperti.. mati.

Telur itu terus menatapku tajam. Sampai ia mengeluarkan suara lagi. "Begini saja. Aku tahu tahu tidak punya teman. Apakah semua orang membenci suaramu?"

Aku mengangguk.

"Begitu, rupanya." Ucap telur itu. "Biar aku bantu kau, supaya kau tidak dibenci lagi." Lanjutnya.

Telur itu menggerakkan tangan dan mulutnya seperti sedang memantraiku. Aku terdiam. Tak lama, aku merasa seperti mulutku sedang di zip. Ditutup oleh gembok dan kuncinya dibuang jauh-jauh.

"Nah, dengan begini, kau tidak akan bisa dibenci oleh orang lain. Namun kau akan membenci dirimu sendiri karena kau tidak lagi bisa berbicara." Ucap telur itu. Dan tak lama, ia menghilang.

Skip time.

Sudah 2 tahun sejak kejadian telur itu mengambil suaraku. Kini, di kelas 3, ditahun terakhir aku berasa di SMA ini, semuanya terasa sangat sunyi.

Aku selalu melakukan kebiasaanku, mendukung Hiro dari belakang. Dengan keadaan mulutku yang tertutup rapat, namun itu tidak mengurangi niatanku untuk terus berusaha mengambil kembali dirinya yang lama.

Seminggu kemudian, sekolah kami mengadakan turnamen basket dengan sekolah lain. Kebetulan, Hiro adalah kapten basketnya. Jadi aku berdiri di luar gedung olahraga dan menunggunya di balik rindangnya pohon.

Ketika aku melihat banyak dari anggota basket yang meninggalkan gedung olahraga, itulah tanda kalau mereka sudah selesai mendiskusikan sesuatu. Aku menggerakkan kakiku. Melangkah memasuki gedung olahraga dan mencari keberadaannya.

Aku menemukannya. Ia sedang memberesi peralatannya. Tak lama, ia berbalik badan dan tatapan mata kami saling bertemu satu sama lain.

Tatapan mata Hiro kini menjadi lebih dingin dan tidak berekspresi. Aku tersenyum ke arahnya. Ia berjalan mendekatiku dan ia menabrakku. Meninggalkanku tanpa mengucapkan maaf.

Sebelum langkahnya semakin jauh, aku menahan pergelangan tangannya. Membuatnya berhenti melangkah dan menoleh tajam ke arahku.

Aku menundukkan kepala. Berharap kalau ia mau mengatakan sesuatu padaku. Namun setelah 10 menit kami terdiam, tidak ada satupun dari kami yang membuka suara.

Hingga pada akhirnya, ia berbalik badan dan berjalan ke arahku—atau lebih tepatnya, ia memojokkanku.

Dengan posisinya sekarang, aku dapat melihat wajahnya yang tidak suka terhadapku. Aku dapat merasakan nafasnya terengah karena baru selesai berolahraga.

Hiro mengkabedon-kan diriku yang tak berdaya ini. Menatapku sinis dengan tatapan membunuh dan keinginan kalau ia ingin segera menyelesaikan urusannya.

"Apa?" Tanyanya.

Aku terdiam.

"Bisakah kau meninggalkanku?! Kau selalu saja menggangguku. Keberadaanmu adalah sebuah kutukan yang tidak bisa aku hilangkan, kau tahu!?" Serunya.

Aku membelalakkan mataku terkejut. Air mata bertabrakan, tak sabaran ingin keluar dari mataku dan membasahi pipiku. Aku sedikit membuka mulutku, namun aku segera menutup nya kembali.

"Aku muak dengan semua ini, Nesya. Hentikan semua kebodohan ini. Kau itu gadis gagu! Aku malu punya teman kecil sepertimu!" Ucapnya seraya berjalan meninggalkanku dan mengambil tasnya. "..Aku harap, aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya." Lanjutnya seraya berjalan meninggalkanku sendirian disini.

Aku masih terkejut. Aku menutup mulutku. Air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi pipiku. Kalimatnya yang barusan itu..

Langit seperti mengetahui perasaanku. Langit mengerti keadaanku. Ia mengirimkan hujan-hujan untuk menyamarkan air mataku. Dalam perjalanan pulang, aku menangis.

Di rumahku.. yang sekarang tidak ada siapa-siapa melainkan aku seorang.. kalau kalian bertanya kemana kedua orang tuaku..

Mereka telah melarikan diri dari sini. Meninggalkanku seorang diri tanpa persiapan apapun. Mereka mengatakan hal yang sama dengan apa yang di katakan oleh Hiro. Aku adalah gadis gagu. Mereka malu mempunyai anak yang gagu sepertiku ini. Jadi, mereka pergi meninggalkanku.

Selama ini, aku makan tidak teratur. Aku tidur sesukaku dan menangis sesukaku. Karena tidak ada yang peduli juga, dengan keberadaanku.

Tak lama setelah aku puas menangis, aku pergi keluar rumah untuk mencari udara segar. Aku tidak punya uang. Jadi aku tidak bisa membeli makanan ataupun minuman. aku hanya berjalan tanpa arah. Meninggalkan rumahku yang gelap itu.

Tanpa aku sadari, aku terjatuh. Pandanganku berubah menjadi gelap dan gelap. Samar-samar, aku mendengar suara teriakan seseorang dari jauh. Ia sepertinya terkejut melihatku terjatuh begitu saja di tengah jalan.

Hal terakhir yang aku ingat adalah.. Hiro disana, berlari ke arahku dengan panik dan semua berubah menjadi gelap.

*** Fin. ***

Sedikit A/N dari ryuu.

Bagaimana dengan cerita ryuu yang satu ini? Aneh? Absurd? Gak jelas? Silahkan tuangkan pendapat dan kritik kalian di kolom komentar dibawah.

Jujur, ryuu sadar kalau ryuu terlalu sering mempublish cerita baru dan menunda kelanjutan cerita yang lain.. itu sebenernya ryuu itu terlalu ab. Atau author's block, yaitu kehabisan ide dan jalur cerita. tapi tenang. Meskipun setahun sekali, tapi bakalan ryuu apdet kok ceritanya yang masih on going /muka horror/ akakak.

Oke. Ini sengaja ryuu bikin jadi one-shot. Jadi biar kesannya ini adalah sebuah flashback dari apa yang akan menimpa Nesya di masa yang akan datang—re: di buku yang akan datang.

Dan meskipun ryuu bilang ini adalah ONE-SHOT, Tapi akan ada chapter kedua buat ini. Yaitu, imej penggambaran wajah Kazuke Hiroomi dan Nesya. Untuk nama lengkapnya di Nesya, tunggu aja di chapter kedua. :v disitu, ryuu bakalan kasih tau nama panjang nya di Nesya.

Well, keep writing and give vomment for each other. And.. see you next chapter or book!

Sincerely,

Ryuu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro