Bab 11 Sandaran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perasaan terindah adalah ketika mengetahui bahwa ada seseorang di sisimu

*****

"Bu, itu perusahaan Ayah itukan?" Vyo menunjuk pada televisi miliknya yang sedang menyiarkan sebuah berita.

"Hmm, Ibu juga kurang ngerti si apa masalahnya. Tapi, yang Ibu tau katanya, perusahaan itu sudah tercoreng buruk sama pemilik yang baru itu. Ibu gak tau si pemilik yang sekarang siapa," imbuh Ibunya dengan tangan yang sibuk mengetik laptopnya.

"Pemilik yang sekarang Ibu saya Tante," ucap Kenn tersenyum walau ada sedikit sayatan kecil dihatinya.

Tangannya terhenti dan wajahnya menoleh ke arah Kenn.

"Tidak apa-apa Tante. Saya juga tau kok. Ibu saya kadang melakukan hal yang tidak baik untuk perusahaan itu," lanjutnya tak enak.

Mendengar semua itu Vyo menatap wajah Kenn yang duduk disampingnya. Vyo mampu melihat netranya yang sendu.

"Ah, sudah-sudah. Ouh iya Bu, kenapa kita gak beli mobil kayak Kenn?" tanya Vyo mengalihkan sembari menelan ludahnya.

"Gak tau, biasanya Ayah suka gak bolehin," jawab Ibunya. Hatinya tetap merasa tak enak pada Kenn.

"Kenn, nanti kita ke perpus bareng yuk." Vyo ingin segera lelaki itu menunjukkan senyumnya. Karena, ia tahu bahwa pemilik perusahaan yang sekarang itu adalah Ibu Kenn.

"Hmm." Kenn hanya mengangguk dengan senyum yang tipis.

Drrr

Kenn segera mengambil ponsel di sakunya.

"Bentar ya Vi, Tante," ucap Kenn sembari berjalan beberapa langkah dan menjawabnya.

Rautnya berubah dan keningnya mengerut. Rasa khawatir dan gelisah ia tunjukkan dalam wajahnya ketika mendengar suara dari penelepon tersebut.

"Kenn kesana sekarang"

Kenn segera kembali pada sofa dengan raut gelisah.

"Kenapa Kenn?" tanya Vyo penasaran.

"Ayah gue nabrak seseorang gue mau kesana," ujarnya lalu, berpamitan pada Ibu Vyo.

"Tunggu, gue ikut. Bu Vyo ikut Kenn dulu," kata Vyo mengambil jaket lalu, menyusul Kenn yang sudah pergi duluan.

"Hati-hati," ucapnya dengan menghela napas khawatir.

*****

Sesampainya di Rumah Sakit, Kenn dan Vyo segera bergegas menemui Ayahnya. Raka--Ayahnya, sedang berada di loby dengan raut wajah yang gelisah. Lelaki itu tampak khawatir anak yang ia tabrak terjadi hal yang tidak ia inginkan.

"Ayah," teriak Kenn dan segera menghampirinya bersama Vyo.

"Kenn," ucapnya sembari berdiri dari kursinya.

"Dimana orang yang Ayah tabrak itu? Kenn bakalan bantu Ayah buat tanggung jawab," katanya serius.

"Dia di UGD ayo kesana"

Vyo hanya terdiam dan mendengarkan percakapan Ayah dan anak yang terbilang cukup serius. Mereka segera bergegas pergi ke ruang UGD. Sesampainya disana, mereka melihat dan mendengar teriakan dari seorang wanita paruh baya tepat di depan ruangan UGD. Orang-orang menoleh keasal suara dan menjadikannya tontonan. Iris mata coklat milik gadis itu terbelalak terkejut, orang yang berdiri disana dengan rompi Alfamart dan menunduk pasrah itu adalah Raja. Entah kenapa, hatinya begitu sakit ketika melihat lelaki yang menjadi tontonannya ditampar amat keras oleh lelaki dewasa.

"Kak Raja? Kakak baik-baik aja kan?"

Sedangkan Raka hanya terdiam. Mungkin, ia berpikir ini semua adalah salahnya. Semuanya menatap iba. Ketika semua itu berlangsung Dokter keluar dari ruangannya. Wanita yang membentak itu segera mengalihkan pandangannya pada Dokter.

"Gimana Dok anak saya?" ucapnya lirih.

"Anak Ibu tidak terjadi hal yang serius. Hanya luka ringan dikepalanya dan tangan kirinya patah," jelas Dokternya dan pergi meninggalkan orang-orang disusul dua susternya.

Mendengar itu Rima tampak lega walau begitu ia tetap menatap benci pada Raja.

"Pergi, PERGI!" teriaknya lagi membuat Raja tersontak kaget. Diiringi dada yang sesak Raja segera berlari meninggalkan mereka yang menatap benci dan iba.

"Bu, ini salah saya bukan dia. Saya juga bakal bertanggung jawab untuk membayar tagihan Rumah Sakitnya," ucap Raka tiba-tiba dan di sisinya ada Kenn. Rima hanya menatap dingin dan masuk ke ruangan UGD.

Sedangkan, Vyo mengejar Raja. Ia tahu bahwa lelaki itu tidak baik-baik saja. Vyo berlari mencarinya kemana-mana dan ia menoleh pada taman Rumah Sakit. Ia melihat Raja sedang duduk di atas kursi berwarna putih itu dengan wajah yang mendongak ke atas. Melihat langit yang tampak cerah bagi orang-orang. Namun, baginya langit itu seperti berwarna hitam. Sangat Gelap.

"Kak Raja," panggil Vyo di sisi kursi berwarna putih itu. Raja menoleh dan langsung tersenyum.

"Vyosha? Kenapa kamu disini?" ujarnya menampilkan senyum yang begitu manis. Vyo tahu itu senyum palsu.

"Ah, aku lagi nganter temen." Vyo mampu melihat netranya yang pilu sembari duduk disampingnya.

"Kakak baik-baik aja kan?" tanya Vyo menatap sendu Raja.

"Emm, kok kamu mandang akunya gitu si?" Lagi-lagi lelaki itu tesenyum dan merasa sedikit heran.

"Kak, entah kenapa aku selalu berpikir bahwa Kakak selalu terlihat tidak baik-baik saja ketika kita bertemu pertama kali hingga sekarang," tutur Vyo serius dan menatap khawatir pada Raja.

"Maksud kamu? Aku memang baik baik aja, kamu gak usah khawatir." Vyo kini tak tahan dengan senyumnya yang selalu menghilangakan jejak raut sedihnya. Vyo menatap dalam iris mata lelaki itu. Raja hanya terdiam dan membalas tatapannya.

"Tidak ada orang yang terbiasa dengan penderitaan Kak. Jika Kakak berada di sisi aku, Kakak tak perlu berusaha terlihat baik-baik saja. Karena Vyo tau semuanya dari awal ketika kita bertemu. Kakak selalu mengganggu aku karena kakak tidak punya teman bukan?" jelas Vyo yang membuat Raja terdiam menunduk.

"Hmm, Kakak punya harapan?"

"Harapan?"

*****

Semarang, 2 Desember 2017

"Harapan?"

"Em, harapan Raja ke depannya bagaimana?" tanya seorang wartawan sembari memberi michrophone pada Raja.

"Ak.. Akuuu ingin bebas," ucapnya dengan sedikit khawatir. Para wartawan hanya bingung dengan jawabannya.

"Ah, maksud anak saya dia itu ingin bebas dari hal-hal yang merugikan perusahaan kita," ujar Hanin tergesa-gesa dengan menatap sedikit kasar pada Raja sedangkan Reza hanya terdiam dan sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ouh, begitu. Wah, sepertinya anak Ibu memang layak untuk menjadi penerus perusahaan Ibu," katanya lembut.

Raja hanya menatap kosong pada kamera yang berjejer rapi yang sedang merekamnya. Sesekali ia melihat jam ditangan kirinya yang menunjukkan pukul satu pagi.

*****

"Emm, entahlah," jawabnya kembali menatap Vyo.

"Kakak mau tau gak harapan aku?" tanya Vyo tiba-tiba.

"Emm." Raja mengangguk.

"Harapan aku pingin jadi kursi," ujarnya langsung.

"Kursi?"

"Karena, aku ingin menjadi sandaran Kakak ketika kakak merasa lelah. Juga, aku ingin menjadi tempat untuk Kakak yang ingin berbagi sebuah cerita." Perkataannya membuat Raja tertegun dan tersenyum kecil.

"Bisa aja." Wajahnya kembali berseri dan menatap Vyo bahagia.

"Ayah aku pernah bilang bahwa perasaan terindah itu-"

"Adalah ketika mengetahui bahwa ada seseorang di sisimu," potong Raja menatap dalam pada Vyo yang membuat Vyo salah tingkah dan segera menoleh ke arah lain.

"Kalau Kakak tau, aku bisa menjadi seseorang itu," ujarnya yakin. Vyo hanya ingin mengetahui semua hal tentang Raja.

"Sejujurnya, harapan aku hanya ingin melihat kamu terus"

Di sisi lain seseorang memerhatikan dengan rasa cemburunya.

To Be Continued

Alhamdulillah bisa up lagi hehe

Gimana menurut kalian? Yuk coret-coret di komentar

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro